Baru aku sadar, terbangun oleh suara ibu. Entah sudah berapa lama aku di lantai. "Ibu?" tangannya membantuku berdiri. Di ranjang kami berdua duduk. "Maafin Raka ya bu. Raka anak gak berguna." Ucapku menundukkan pandangan tak berani menatap ibu. "Maafin ibu juga ya. Ibu kasar sama kamu selama 2 minggu ini." Ibu menatapku dengan senyuman, "Ibu sekarang paham. Kamu belum terbiasa dengan kesibukan dunia kuliah, dan ibu gak akan memaksa kamu untuk kuliah." Lanjut ibu menuntaskan kata-katanya.
Tidak ada amarah sama sekali dari suara dan tatapannya. Ibu benar-benar tulus berkata itu. "Nggak bu. Raka tetap mau kuliah. Tapi Raka butuh bantuan ibu." Mendengar kalimatku, ibu agak terangkat alisnya. "Apa yang bisa ibu bantu, nak?" Tanya ibu siap mendengarkan. "Aku ingin ibu bangunkan aku setiap pagi selama 1 bulan, bagaimana bu?" Beritahuku meminta persetujuan ibu. "Iya, ibu akan bantu." Jawab ibu mengangguk tanda dirinya setuju. Siang itu jadi penuh haru dengan pelukan hangat ibu untukku.
Pintaku itu bukan tanpa sebab, karena aku sadar bahwa mengatur waktu tanpa diatur itu mustahil. Terlebih dengan rekam jejak sepertiku yang selama 2 tahun ini menganggur. Apa yang jauh lebih buruk dari itu?. Sekarang tidak lagi. Satu bulan yang aku dan ibuku sepakati bersama membuahkan hasil. Aku bisa bangun tepat waktu dengan atau tanpa alarm. Itu sebuah keajaiban. Nilai kehadiranku membaik, ditambah nilai mata kuliah yang bertambah bagus. Karena sekarang hari-hari baik siap menantiku. Semoga hari-hari baik siap menantimu juga. ADIOS!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H