Mohon tunggu...
Aldy Muslim Prasetya
Aldy Muslim Prasetya Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pria penikmat foto dan kopi

Saya seorang pranata humas yang sedang mengejar impian di Badan Standardisasi Nasional. Selain menulis, saya juga hobi menangkap momen mengunakan kamera.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PPKM Dihapus, Masih Perlukah Menggunakan Masker?

2 Januari 2023   08:09 Diperbarui: 2 Januari 2023   08:12 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi penggunaan masker (Dokpri)

Pandemi virus corona -- atau lebih dikenal dengan istilah "Covid-19" -- yang melanda dunia sejak akhir 2019, telah memberi dampak luar biasa bagi seluruh umat manusia. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup demi dapat terus beraktifitas di tengah pandemi, atau yang umumnya dikenal dengan "adaptasi kebiasaan baru". Faktor kesehatan dan kebersihan menjadi prioritas utama dalam berkegiatan, baik di perkantoran, di tempat umum, maupun di lingkungan masyarakat terkecil yaitu keluarga.

Mencuci tangan dengan sabun / hand sanitizer dan menggunakan masker, telah menjadi gaya hidup baru di tengah pandemi. Kemudian, demi mempercepat penanganan covid-19, sejak Januari 2021 Pemerintah Indonesia menetapkan status "Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat" (PPKM), mulai tingkat kota/kabupaten hingga tingkat nasional dengan berbagai level. PPKM ini meliputi pembatasan tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan kerja dari rumah (WFH), membatasi makan/minum di restoran, membatasi jam operasional pusat perbelanjaan, hingga membatasi kapasitas tempat ibadah.

Penerapan PPKM ini terbukti mampu mempercepat penanganan covid-19. Hingga akhirnya pada 30 Desember 2022, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan status PPKM di seluruh kabupaten/kota, yang sebelumnya berstatus level I.

Jokowi mengatakan, pencabutan itu berdasarkan data-data kasus COVID-19 di Indonesia yang sudah menunjukkan penurunan baik kasus aktif maupun kematian di bawah standar WHO. Hal tersebut berdasar data per 27 Desember 2022 yang menunjukkan bahwa kasus harian 1,7 kasus per 1 juta penduduk, positivity rate mingguan 3,35 persen, tingkat perawatan RS atau BOR berada di angka 4,79 persen dan angka kematian di angka 2,39 persen.

Dengan demikian, saat ini di Indonesia sudah tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat. Lalu, apakah penggunaan masker masih diperlukan?

Manfaat Masker

Selama pandemi, masker menjadi "primadona" karena menjadi benda yang selalu digunakan dan dibawa saat beraktifitas. Penggunaan masker -- baik masker medis maupun masker kain -- diyakini dapat menjadi salah satu cara mencegah penyebaran virus corona.

Selain mencegah penyebaran virus corona, penggunaan masker yang benar juga dapat membantu mecegah penyebaran virus-virus lain, seperti flu, batuk, serta infeksi saluran pernapasan akut.

Tidak hanya itu, melansir dari website dinkes.sumbarprov.go.id, penggunaan masker juga dapat melindungi diri kita dari paparan polusi udara. Asap dari kendaraan bermotor, pabrik, rokok, dan debu, adalah beberapa jenis polusi udara yang bisa ditemukan setiap harinya. Paparan polusi ini dapat memengaruhi kinerja paru-paru serta meningkatkan risiko terserang penyakit pernapasan seperti asma dan PPOK, penyakit jantung, dan kelahiran prematur. Masker, dapat menyaring udara yang kotor sebelum terhirup oleh hidung.

Agar masker yang beredar di Indonesia dapat terjamin kualitasnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait masker, baik masker medis maupun masker kain.  SNI ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pelaku usaha dalam memproduksi masker.

SNI untuk Masker Medis *)

Sebelum terjadinya pandemi, BSN telah menetapkan dua SNI terkait masker medis, yakni SNI 8488:2018 Spesifikasi standar untuk kinerja material yang digunakan dalam masker medis (ASTM F2100-11, IDT) dan SNI 8489:2018 Metode uji standar evaluasi Efisiensi Filtrasi Bakteri (Bacterial Filtration Efficiency/BFE) dari material masker medis, menggunakan aerosol biologis Staphylococcus aureus (ASTM F2101-14, IDT). Kedua SNI tersebut kemudian dilengkapi dengan SNI EN 14683:2019+AC:2019 Masker medis - Persyaratan dan metode uji (EN 14683:2019+AC:2019, IDT, Eng), yang ditetapkan pada tahun 2020.

SNI tersebut merupakan adopsi identik dari standar internasional yakni ASTM dan EN. Dokumen SNI masker medis menjelaskan konstruksi, desain, persyaratan kinerja dan metode pengujian untuk masker medis yang dimaksudkan untuk membatasi penularan agen infeksi dari staf ke pasien selama prosedur pembedahan dan pengaturan medis lainnya dengan persyaratan serupa. Masker medis dengan penghalang mikroba yang sesuai juga dapat efektif dalam mengurangi emisi agen infektif dari hidung dan mulut carrier asimptomatik atau pasien dengan gejala klinis.

SNI untuk Masker Kain *)

Selain menetapkan SNI terkait masker medis, pada tahun 2020 BSN juga menetapkan SNI untuk masker kain, yakni SNI 8914:2020 Tekstil -- Masker dari kain. SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari dua lapis kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable). Standar ini tidak berlaku untuk masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan masker untuk bayi.

Dalam standar ini, masker dari kain diklasifikasikan dalam 3 tipe:

  • Tipe A : Masker kain untuk penggunaan umum;
  • Tipe B : Masker kain untuk penggunaan filtrasi bakteri;
  • Tipe C : Masker kain untuk penggunaan filtrasi partikel.

Masker dari kain yang paling sederhana yaitu terdiri dari 2 (dua) lapis kain dan berwarna putih seluruhnya dapat digolongkan Tipe A bila memenuhi persyaratan 3 (tiga) parameter: Daya tembus udara, Daya serap dan Kadar formaldehida.

Bagi masker kain yang terbuat dari kain yang berwarna selain warna putih, dilakukan pula pengujian ketahanan luntur warna, ketiadaan zat warna azo karsinogen, serta kadar logam yang terkandung. Adapun bagi masker yang melalui proses penyempurnaan tahan air, ditambah pengujian Kadar PFOS dan PFOA dan uji siram. Nilai aktivitas bakteri juga menjadi aspek yang dinilai bagi masker yang melalui proses penyempurnaan antibakteri

Khusus masker kain Tipe B dan Tipe C, pengujian ditambah dengan pengujian tekanan diferensial serta pengujian efisiensi filtrasi bakteri (Tipe B) dan/atau efisiensi filtrasi partikulat (Tipe C).

Jika digunakan dengan benar, masker kain dapat berfungsi efektif untuk mencegah percikan saluran nafas mengenai orang lain.

Bijak Memilih Masker

Penulis menilai, kendati PPKM sudah dicabut, namun penggunaan masker masih menjadi hal yang penting. Pasalnya, kendati kasus aktif maupun kematian sudah berada di bawah standar WHO, namun tidak dapat dipungkiri bahwa virus corona tetap masih ada.

Bagaimanapun, menggunakan masker memiliki banyak manfaat, khususnya untuk melindungi diri sendiri dari berbagai ancaman virus. Untuk itu, kita perlu memilih masker dengan tepat. Memilih masker yang telah ber-SNI merupakan salah satu langkah bijak untuk menjamin kualitas masker yang digunakan.

*) sumber: Siaran Pers BSN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun