Mohon tunggu...
Aldy F. Dira
Aldy F. Dira Mohon Tunggu... -

Easy Going

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Dikti Mengajari Kami "Anarkisme"

28 September 2015   09:11 Diperbarui: 28 September 2015   09:34 7828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jauh sebelum republik ini ada, yayasan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat sudah terlebih dahulu ada. Pembinaan kepada perguran tinggi swasta hanya sebatas dibibir. Tidak ada yang lebih penting bagi seorang birokrat pemerintah kecuali mengamankan prosedur dan jabatan walaupun harus mengesampingkan substansi. PTS sebagus apapun dan yang telah diterima oleh masyarakat, tetap saja dicap sebagai “abal-abal”, “illegal” dan sederet atribut negatif lainnya jika “prosedur” tidak dijalankan. Dikti sebagai representasi pemerintah dibidang pendidikan tinggi, tidak memiliki kepekaan untuk melakukan otokritik. Peraturan yang bertumpang tindih, aturan-aturan yang berubah-ubah, sampai dengan ditabraknya aturan yang lebih tinggi semisal permendiknas dapat dikalahkan hanya oleh sebuah surat edaran. Hal tersebut terus berlangsung hingga kini.

Dalam ijin pendidiran suatu perguruan tinggi termaktub di dalamnya hak untuk melakukan perekrutan mahasiswa, melakukan proses belajar mengajar, melakukan wisuda dan lain sebagainya, tetapi hak-hak tersebut dengan mudah dianulir oleh Dikti hanya dengan sebuah surat, jika Dikti menilai “aturan-aturannya” tidak diindahkan oleh PTS. Ketika PTS dinon aktifkan, walaupun alasan penonaktifan tersebut lebih dikarenakan masalah administratif, tanpa pemberitahuan, tanpa peringatan, maka serta merta hak-hak perguruan tinggi untuk merekrut mahasiswa, proses pembelajaran dan pelaksanaan wisuda bisa dibekukan kapan saja dan dinilai telah melakukan pelanggaran hebat. PTS tersebut wajib dibuat bertekuk lutut, dan dengan bangganya masih sempat mengundang para wartawan untuk meliput drama “penaklukan” oleh Dikti kepada PTS lemah dan tidak berdaya yang dengan mengiba-iba dipermalukan dihadapan publik dan dihadapan mahasiswanya sendiri.

Kami menentang keras setiap pelanggaran baik pelanggaran etis maupun pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh oknum perguruan tinggi tertentu. Kami setuju sanksi berat jika pendidikan dipermainkan lewat jual beli ijasah ataupun pelanggaran-pelanggaran substansial yang mencederai nilai-nilai luhur pendidikan. Tetapi Dikti harus sadar, bahwa segelintir perguruan tinggi yang menyimpang tersebut adalah ekses kurangnya pembinaan, kurangnya kepedulian dan kurangnya kepekaan terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh PTS. Dikti hadir bak “universitas super besar” yang membuat regulasi sekaligus operator dan merangkap pengawas di dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Adakah lembaga yang mengawasi Dikti yang dapat menghidup-matikan perguruan tinggi (khususnya swasta) dengan segala aspeknya yang timbul? Sudahkah dipikirkan dampaknya terhadap mahasiswa yang terlantar, karyawan yang kehilangan pekerjaan dan dosen yang tidak bisa lagi mengajar serta lembaga perguruan tinggi yang hancur akibat reputasinya terkoyak dalam sekejap karena sudah “diadili” sebelum diberi kesempatan melakukan pembelaan? Adakah lembaga yang mengawasi Dikti untuk mencegah bertindak sewenang-wenang dengan melakukan pelarangan bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi kepada lembaga yang berstatus non-aktif? Sudahkah Dikti berbenah? Sudah sirnakah hati nurani para petinggi yang diberikan amanah melakukan pembinaan pendidikan tinggi di negeri ini? Dari sudut kampus, kami tulis surat ini sambil menitikan air mata…..

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun