Mohon tunggu...
Aldy F. Dira
Aldy F. Dira Mohon Tunggu... -

Easy Going

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Dikti Mengajari Kami "Anarkisme"

28 September 2015   09:11 Diperbarui: 28 September 2015   09:34 7828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tidak punya banyak waktu,

tulisan ini tidak perlu Anda baca,

kecuali Anda percaya bahwa GICI

adalah perguruan tinggi abal-abal dan illegal…

STIE GICI yang sebelumnya bernama STIE Nusa Darma didirikan di Depok dengan satu semangat dari para pendirinya untuk memberantas pengangguran terdidik yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. GICI adalah Perguruan tinggi swasta kecil yang berdiri bukan karena alasan besarnya minat sebagian orang untuk mendapatkan secarik kertas bernama “Ijasah” dengan embel-embel “Sarjana Ekonomi” dibelakang nama alumninya. Sama sekali tidak. Sejak semula, GICI percaya pada kekuatan tersembunyi yang dimiliki setiap mahasiswa untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, ketika tidak ada jaminan apapun yang diberikan oleh sekolah formal bagi mereka untuk hidup mandiri selepas kelulusannya nanti. Kekuatan tersembunyi itu adalah “mentalitas”, “pengetahuan” dan “jejaring” yang dikenal dengan Trilogi GICI. Semua mahasiswa mulai dibangun kepercayaan dirinya sejak awal masuk kuliah.

Dengan berbagai kegiatan seminar dan perkuliahan tatap muka, kemudian dosen yang diberikan tugas tambahan dengan merangkap sebagai counselor, memberikan arahan kepada mahasiswa untuk hidup mandiri. Dalam dua bulan pertama sebelum masa perkuliahan, diperkenalkan praLST (pra Life Skill Training) yang mensyaratkan kepada seluruh mahasiswa untuk membuktikan kemandiriannya dengan tidak diperkenankan meminta uang jajan kepada orang tuanya dan wajib berkerja sebisanya sebelum datang ke kampus. Mereka berasal dari berbagai kalangan strata sosial namun wajib menjalani aturan disiplin tanpa terkecuali. Menyadari bahwa tidak ada satupun negara yang maju yang tidak menjalankan kedisiplinan kepada rakyatnya.

Di GICI setiap mahasiswa wajib hadir ke kampus tepat waktu dan pulang juga tepat waktu. Denda keterlambatan menanti mereka ketika disiplin waktu dilanggar. Kebersihan kampus sangat dijaga, termasuk larangan membuang sampah sembarangan sehingga pelanggaran terdapat kebersihan tersebut dikenakan denda. Ada attitude controller yang khusus mengawasi pelaksanaan disiplin ini.

Merokok, yang sebagian kalangan mentolelir, di GICI hal tersebut sangat terlarang bukan hanya diberlakukan kepada mahasiswa, tetapi juga berlaku bagi dosen, pimpinan dan staf. Setelah ada peringatan dan denda yang cukup besar, perokok dapat dikeluarkan dari kampus. Tawuran sebagai akibat dari perilaku sebagian mahasiswa yang menurut istilah Menristek, M. Nasir, adalah mahasiswa “kunang-kunang” (kuliah nagkring / nongkrong) dan “kupu-kupu” (kuliah pulang) peluang tersebut hamper tidak memungkinkan terjadi di GICI. Dalam berbusana, mahasiswa GICI baik wanita maupun laki-laki wajib memakai busana resmi (office wear) dengan harapan akan terbentuk sikap profesional. Dimanapun ditemui, mahasiswa GICI hampir dapat dipastikan selalu memakai kemeja rapi berdasi, bergaun anggun dengan dibalut blazer, sepatu resmi dan wajib bertegur sapa dengan senyum dan suasana bersahabat. Sesekali dihari jumat dan sabtu mereka mengenakan busana batik kebanggaan nasional. Dosen tidak kalah rapih dan berwibawanya ketika berada di kampus. Tidak akan dijumpai dosen yang “killer”, “berwajah dingin” ataupun “menjaga jarak” bagi para mahasiswanya. Keseharian interaksi sosial seperti ini akan dengan dengan sangat mudah ditemui di GICI.    

Cara GICI mendidik mahasiswanya agar berhasil dan mandiri adalah dengan menerapkan konsep “leaning by doing”. Mahasiswa menjalani dua proses secara bersamaan ketika menempuh kuliah, yaitu “learning process” dan “doing process”. Learning process melalui perkuliahan tatap muka, terstruktur dan belajar mandiri sementara dalam doing process mereka diajarkan bagaimana memulai menjalankan bisnis dan bagaimana cara memperoleh pekerjaan. Untuk memastikan bahwa program pengentasan pengangguran terdidik ini berjalan dengan baik, GICI melakukan rekrutmen dosen praktisi besar-besaran (sehingga rasio dosen : mahasiswa cukup terjaga) dan juga mengadakan “bisnis tentir” dimana kelompok-kelompok mahasiswa diberikan mentor yang berasal dari kalangan dunia usaha dan dunia kerja. Inovasi terus menerus dilakukan.

Termasuk didalamnya inovasi dalam implementasi kurikulum karena telah menjadi rahasia umum bahwa sistem yang terbangun selama ini tidak memberikan peluang yang cukup bagi mahasiswa untuk hidup mandiri. Oleh karena sebagian besar mahasiswa GICI adalah fresh graduate dari SLTA yang belum pernah bekerja, maka proses perkuliahan awalnya dilakukan di pagi hari dan baru kemudian dipindahkan ke kelas sore ketika sudah mendapat pekerjaan ataupun mempunyai kegiatan bisnis. Pihak lembaga kerap memberikan bantuan modal tanpa bunga kepada kelompok mahasiswa yang ingin membuka usaha. Disamping itu mahasiswa yang ingin bekerja diberikan tips dan arahan agar mampu memenangkan perebutan kesempatan kerja yang terbatas melalui berbagai pelatihan kompetensi. Business coacing is subject to do, not subject to analysis. GICI sadar betul bahwa perlu treatment khusus bagi mahasiswa jurusan ekonomi dan bisnis untuk berhasil. Sedikit berbeda dalam cara mempersiapkan mahasiswa yang berorientasi pada riset misalnya.

Tidak menjadi beban keluarga, beban masyarakat dan beban Negara adalah motto yang dipegang teguh oleh semua mahasiswa dan lulusan GICI. Dari berbagai kesempatan, pimpinan dan para dosen menekankan kepada mahasiswa dan lulusannya agar tidak mengandalkan ijasah apalagi memamerkan gelar kesarjanaan. Pantang dan tabu dikalangan GICI memamerkan deretan gelar akademis untuk memperoleh pengakuan dari manapun kecuali digunakan sekedarnya. Hasil dari semua proses ini adalah semua lulusan GICI yang awalnya adalah lulusan SLTA, kemudian memiliki pengalaman kerja dan bisnis sehingga dapat dipastikan lulusannya seluruhnya terbebas dari pengangguran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun