Mohon tunggu...
aldre elroy
aldre elroy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perwira Istimewa

8 November 2017   00:40 Diperbarui: 10 November 2017   22:40 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Anak perempuan itu, ialah teman sebangku denganku. Namanya adalah Ijah. Dia adalah anak yang baik. Dia pintar, namun tidak sombong. Mau mengajari pelajaran yang...", belum selesai Hari berbicara, teriakan dari rumahnya kedengaran lagi.

"Hariiii!!! Ayo pulang! Makan dulu!", kata suara itu.

"Baiklah, kulanjutkan saja nanti ceritanya.", kata Hari sambil melambaikan tangan padaku.

Hari adalah anak yang baik. Walau aku tidak dapat menjawabnya sepatah katapun, ia tetap menceritakan hal-hal yang membuat hatiku bahagia. Angin menderu, membuat ragaku seolah melambai kembali padanya. Tiba-tiba muncul arwah Pak Dandi, ayah Hari kepadaku dan menceritakan kejaiban dibalik kelahiran Hari.

"Saat Hari masih bayi, ibunya membawa Hari ke hutan untuk berjalan-jalan. Namun, mereka tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Dan tiba-tiba, terdapat beberapa ekor ular dan istriku panik lalu melemparkan Hari begitu saja dan berlari. Setelah istriku bertemu denganku, ia baru menyadari bahwa Hari hilang dari pelukannya. "

"Dan kami menganggap Hari telah hilang atau bahkan meninggal. Namun, beberapa bulan berlalu dan suatu hari kami menemukan Hari bersama dengan Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal di Indonesia. Pertemuan itu menimbulkan rasa haru yang penuh tangis bahagia. Hari adalah anak yang mandiri. Ia tidak menangis walau tidak bersama orang tuanya. Namun, setelah beberapa tahun aku menghabiskan hidup bersamanya, aku meninggal karena terkena peluru yang nyasar dan menembus jantungku. Dan kini, istriku bekerja untuk Thomas Stamford Raffles dan tinggal dirumahnya.", cerita Pak Dandi.

Tak terasa kini sudah petang. Hari terlihat baru terbangun dari tidurnya pergi ke rumah Ijah dan bermain dengannya. Kuingat kenangan manis bermain bersama Hari di saat sore hari, namun kini ia telah bermain dengan Ijah dan sangat akrab dengannya. Mungkin ini semua salahku! Aku tidak pernah menjawabnya sepatah katapun, hanya senyum yang terukir dalam hati. Ya, benar. Ia lebih baik bermain bersama Ijah yang dapat berinteraksi dengannya ketimbang bermain bersamaku. Orang waras macam apa yang mau berkomunikasi dengan pohon jati? Hanya arwah manusia yang telah meninggal yang dapat berinteraksi denganku! Aku memang tak pantas bermain dengannya.

"Wah! Akrab sekali anakmu!", ujar arwah teman Pak Dandi.

"Iya. Kulihat mereka juga sangat dekat di sekolah. Sepertinya mereka sahabat.", kata Pak Dandi bangga.

"Sepertinya sebentar lagi hubungan mereka lebih daripada sahabat. Hahahaha!", kata arwah lainnya, diikuti dengan tawa mereka bertiga.

Sebelum hatiku makin pedih, tiba-tiba mereka menghampiriku sambil membawa air dan pupuk. Aku merasa senang namun sedih karena kini, mereka adalah sahabat. Mereka mengukir tanda persahabatan pada pohon itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun