Mohon tunggu...
Aldo Tona Oscar Septian
Aldo Tona Oscar Septian Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Hukum dengan predikat Cumlaude

Nama saya Aldo Tona Oscar Septian Sitinjak. Saya merupakan fresh graduate dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dengan gelar Sarjana Hukum predikat kelulusan Cumlaude. Hobi saya yaitu membaca buku dan menulis. Saya mendedikasikan hidup untuk melawan seksisme, rasisme, dan fanatisme. Ayo Follow Instagram : @aldotonaoscar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kepiluan, Program Mulia, dan Iklim Pendidikan

29 Mei 2024   13:07 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:01 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendidikan (Sumber Gambar: Kompasiana.com/Diolah Penulis)

Dunia pendidikan di tanah air tak pernah henti menghadirkan berita membuat hati tercengang. Dari berbagai sisi, terdapat celah-celah yang membikin luka hati bagi pendengar, pemerhati, bahkan pembaca setiap berita yang dinarasikan dalam bentuk apa saja. Meski tentu pengupayaan perbaikan penyelenggaraan pendidikan terus dilakukan, namun tabir kepiluan di dunia pendidikan tak bisa ditutupi kehadirannya. Di luasnya Nusantara, kisah yang sebenarnya tak diharap ini sulit juga dihapus lenyapkan. Sebab itu, ingatan kepiluan akan terus ada dan bertambah menjadi memori pahit yang tak berkesudahan.

Kurang lebih 3 bulan yang lalu, di Kabupaten Musi Rawas, masyarakat disuguhkan kisah yang sungguh sangat menyakitkan lahir dari instansi pendidikan. Penyelenggara pendidikan yang semestinya sebagai aktor pendukung, memfasilitasi, menggerakkan, hingga memberikan kepercayaan sepenuhnya bahwa negara akan mengalami kemajuan bila mereka telah mengetuk palu keputusan. Rancangan telah sah untuk dijalankan. Namun, faktanya tidak sesuai yang diharapkan.

Tribun Sumsel (edisi Jum'at, 23 Februari 2024) mewartakan bahwa terdapat oknum dari dinas pendidikan Kabupaten Musi Rawas bakal jadi tersangka. Oknum tersebut terlibat kasus korupsi Rumah Tahfidz di SD Negeri 5 Muara Beliti. Cerita ini sungguh menampar wajah pendidikan yang sejatinya telah terus ditampar.

Penyelewengan kekuasaan disinyalir berasal dari penentuan anggaran yang tidak sesuai di lapangan. Terdapat mark up keterlaluan pada program mulia ini. Biaya yang diberikan untuk makan dan minum 3x sehari di lembaga pendidikan itu dituliskan dengan angka yang tak wajar. Tidak tanggung-tanggung angkanya yang terbilang cukup fantastis, yaitu anggaran 1 miliar rupiah diperuntukkan 28 siswa selama setahun.

Definisi keberhasilan program adalah apa yang direncanakan berhasil dijalankan sesuai dengan gagasan. Anggaran yang tertulis keluar semestinya didata dengan benar dan sesuai apa adanya. Bukti terselenggaranya program dapat diakses semua pihak dengan mudah. Transparansi menjadi kunci bahwa tiada yang ditutupi sekali pun hal terburuk terjadi, misalnya kegagalan program karena memang sulit untuk dipertahankan keberlangsungannya.

Ini berbeda dengan program mulia yang melibatkan Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Rawas. Meski hanya oknum tertentu yang merusak program ini, tetap saja hal ini butuh koreksi dan perbaikan yang serius. Tentu penggarapan program mulia ini tidak serta merta terjadi begitu saja, banyak orang yang terlibat di sana.

Tentu awalnya ide ini menawan yang membuat semua orang bangga dan kehadirannya mendapatkan aliran dukungan dari mana saja, terlanjur ditetapkan dan harus berjalan lancar. Harapan semua orang yang diprediksi telah sesuai rencana dan tingkat kesuksesan sangatlah tinggi, perlahan mulai beralih kisah. Kecurigaan demi kecurigaan mulai mengisi bab selanjutnya. Ada hal tidak beres yang makin lama makin mengusik pikiran, keuangan, dan kebaikan dari program.

Hal ini sangat disayangkan sekali mengingat oknum yang diduga bersalah berstatus sebagai penyelenggara pendidikan di kabupaten yang baru beberapa tahun lalu hilang status tertinggal, terdepan, dan terluar (daerah 3T). Perjuangan perlahan mengubah wajah kabupaten menjadi lebih baik yang semestinya didukung semua pihak, terkhusus bidang pendidikan, malah dicoreng sendiri.

Pendidikan---termasuk pembelajaran---seharusnya menjadi sumber segala kebaikan dalam segala bidang. Bila penyelenggara pendidikan yang diharapkan melahirkan kebaikan saja sudah melakukan kesalahan, bagaimana melahirkan generasi yang lebih baik dari proses pendidikan yang pelaksanaannya didorong oleh dinas terkait. Selain, keteladanan yang sepatutnya bisa dicontoh oleh dinas lain sebagai penguatan bahwa benar adanya pendidikan yang baik akan melahirkan pola pikir yang cemerlang. Yang implikasi selanjutnya adalah semua dinas akan menjalankan perannya dengan baik yang dibarengi dengan hasil terbaik.

Nilai Religiusitas

Segala agama mengajarkan kebaikan. Itu mutlak yang semua orang sudah meyakininya. Lembaga pendidikan dijadikan sebagai tempat untuk menyampaikan ajaran kebaikan, membentuk karakter, penguatan pondasi keagamaan, hingga penguasaan pengetahuan yang mumpuni untuk mengarungi kehidupan yang terus mengalami kemajuan teknologi.

Termasuk Rumah Tahfidz yang penyelenggaraannya di SD Negeri 5 Muara Beliti. Program mulia yang tujuannya kepada akhirat adalah salah satu bentuk pengabdian kepada Sang Maha Pencipta. Program yang mengajarkan anak-anak untuk menghafal segala firman-Nya, bahkan tak sedikit anak-anak juga paham makna dan maksud dari ayat tersebut. Proses pembelajaran yang mengenalkan secara perlahan hingga anak-anak menjadi pada tingkat paham yang lebih tinggi.

Sayangnya, program mulia ini tidak disertai dengan kemuliaan hati untuk menjalankan sesuai perintah agama. Nilai religiusitas penyelenggara program tergerus saat godaan rupiah dirasa lebih menggoda daripada balasan kebaikan di akhirat kelak. Anggaran dibuat berkali-kali lipat agar terlihat lebih bermanfaat, tapi nyatanya lipatan yang dibuat masuk ke kantong pribadi. ATM menjadi gendut, meski kemudian hanya sementara waktu saja. Tersangka adalah status terbaru yang dimilikinya.

Mengubah Iklim

Suatu instansi (lembaga) terkadang diisi oleh orang-orang yang sebenarnya tidak seharusnya di sana. Banyak faktor yang mempengaruhi orang tak berkompeten itu bisa masuk dalam bagian tersebut, salah satunya orang dalam---atau bisa juga disebut sebagai titipan, yang entah berasal dari pertalian saudara, pertemanan, hingga yang paling miris adalah kekuatan uang.

Bila iklim ini tetap dibiarkan bertahan dan siklusnya merajalela, jangan mengharap adanya kemajuan yang didapatkan. Yang ada, kerusakan akan semakin menjadi. Dentuman kekhawatiran bisa pula terjadi di sana-sini, tapi yang merasakan dampaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Selain, dari kejauhan hanya bisa menyaksikan "film kemunafikan" yang ditampilkan oleh pejabat publik.

Setiap periode tertentu, pemimpin akan dipilih oleh rakyat, baik itu presiden, gubernur, bupati, atau walikota. Lima tahun jabatan yang dipegang bukanlah waktu yang lama, bukan juga terbilang sebentar. Oleh karena itu, sebagai pemimpin sudah seharusnya mengubah iklim yang selama ini ada. Tidak ada lagi yang namanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Yang mendampingi adalah orang-orang terbaik yang memang tepat mengisi pos tersebut.

Adanya keinginan mengubah iklim perekrutan "tim" suatu instansi, bakal menjadi kabar baik bagi semua. Yang layak dan sesuai dengan kriteria memiliki kesempatan kerja yang sama. Kompetensi yang dimiliki menjadi tolok ukur meraih tempat dan posisi kerja yang sesuai. Kerja menjadi sesuai kemampuan dan hati. Bukan lagi kerja hanya sebagai tuntutan dan menuntut bergelimangnya rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun