Mohon tunggu...
Aldo Tona Oscar Septian
Aldo Tona Oscar Septian Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Hukum dengan predikat Cumlaude

Nama saya Aldo Tona Oscar Septian Sitinjak. Saya merupakan fresh graduate dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dengan gelar Sarjana Hukum predikat kelulusan Cumlaude. Hobi saya yaitu membaca buku dan menulis. Saya mendedikasikan hidup untuk melawan seksisme, rasisme, dan fanatisme. Ayo Follow Instagram : @aldotonaoscar

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tarik Ulur Kasus Transaksi Mencurigakan Senilai 349 Triliun Rupiah; Rahasia Negara atau Informasi Publik?

25 Mei 2023   23:15 Diperbarui: 25 Mei 2023   23:13 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : chatnews.id

Temuan adanya transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 Triliun di Kementerian Keuangan telah mengundang banyak kontroversi. Prof Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) menjadi pelapor dalam kasus ini serta menyatakan ke publik bahwa transaksi ini patut diduga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Namun, Arteria Dahlan selaku Anggota Komisi III DPR RI menanggapi bahwa pelaporan kasus secara terbuka tersebut bisa berakibat sanksi pidana atas pembocoran dokumen rahasia dari PPATK.

Lantas benarkah demikian?

Sumber Gambar : chatnews.id
Sumber Gambar : chatnews.id

Merujuk Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disingkat UU TPPU) disebutkan dalam Ayat (1) bahwa setiap dokumen atau keterangan TPPU wajib dirahasiakan. Terdapat ancaman pidana penjara 4 tahun bagi yang tidak menaatinya. Namun, tidak berlaku bagi pejabat/pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim.

Penjelasan Ayat (1) mengungkapkan bahwa dokumen dan keterangan tersebut merupakan rahasia jabatan.

Namun pertanyaannya, apakah Prof. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam termasuk ke dalam subjek-subjek hukum yang dikecualikan dalam Pasal 11 Ayat (3) tersebut?

Jika mengacu pada Pasal 11 itu sendiri maka jawabannya "TIDAK".

Dalam TPPU, Menkopolhukam menjadi pihak eksternal yang seyogianya tidak ada sangkut pautnya. Namun, apakah Menkopolhukam berwenang untuk mengumumkan kepada publik bahwa terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut?

Untuk itu perlu kita ketahui ruang lingkup kewenangan dari Menkopolhukam.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2020 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menjelaskan mengenai tugas pokok dan fungsi dari Menkopolhukam.

Tugas Menkopolhukam terdapat pada Pasal 2 Ayat (1) meliputi koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Sedangkan fungsi Menkopolhukam pada Pasal 3 huruf a hingga l yang meliputi pengendalian, pengelolaan, pengawalan, dan koordinasi terkait permasalahan politik, hukum, dan keamanan. Terdapat 1 (satu) fungsi yang cukup menarik pada Pasal 3 huruf c yakni pengelolaan dan penanganan isu yang terkait dengan bidang politik, hukum, dan keamanan.

Terdapat kekaburan hukum dalam fungsi itu sebab tidak ada penjelasan mengenai apa saja tolok ukur "pengelolaan" dan "penanganan" tersebut.

Apakah tindakan mengumumkan adanya transaksi keuangan mencurigakan itu termasuk ke dalam fungsi pengelolaan dan penanganan?

Selain itu apa saja parameter suatu isu dikatakan termasuk isu politik, hukum, dan keamanan?

Hal ini masih menjadi perdebatan mengenai keabsahan tindakan Prof. Mahfud MD selaku Menkopolhukam dalam kasus publikasi transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan. Sebagaimana Arsul Sani selaku anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan tindakan Prof. Mahfud MD yang dianggapnya tanpa landasan kewenangan yang sah.

Tak hanya itu mengingat Pasal 65 Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Permintaan Informasi Ke Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan menegaskan bahwa informasi yang diberikan oleh PPATK bersifat sangat rahasia sehingga pada Ayat (2) menyatakan pihak dalam negeri dan pihak luar negeri bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan informasi yang diterima. Kemudian pada Ayat (5) menyatakan pihak dalam negeri dan luar negeri tidak diperkenankan memberikan, meneruskan, dan mengungkapkan informasi yang diterima kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari PPATK.

Dengan demikian, data dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut merupakan rahasia jabatan yang tidak dapat diinformasikan ke publik tanpa seizin Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sudah paham kan mengenai problematika kasus transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan?

Menurut kalian, apakah Menkopolhukam berwenang intervensi dalam kasus ini? Lalu apakah seharusnya ada keterbukaan informasi dari pemerintah mengenai kasus-kasus TPPU?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun