Mohon tunggu...
Muhammad Ali Murtadlo
Muhammad Ali Murtadlo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Ponorogo

Muhammad Ali Murtadlo, Salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi Tahun 2010, di Jurusan Ahwalus Syakhsiyah (AS), Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Lahir di Teleng, Sumberejo, Bojonegoro pada 19 Maret 1993 M. Setelah lulus dari Madrasah Ibtida’iyah Islamiyah (MII) Teleng, melanjutkan pendidikan menengah pertama dan atas selama enam tahun di MAI At-Tanwir, Talun, Bojonegoro. Saat ini sedang giat menulis Artikel, Opini, Esay, Resensi, maupun Puisi. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media seperti, Republika, Bali Post, Suara Karya, Sumut Post, Metro Riau, Radar Surabaya, Harian Surya, Duta Masyarakat, Harian Bhirawa, Kabar Indonesia, Rima News, Okezone.com, Lintasgayo, Haluan Kepri,Nu Online, Era Madina dan dimuat di beberapa buletin kampus. Bisa dihubungi di +6285730723885 atau ali_murtadlo22@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyingkap Gempar Gafatar (Sebuah Pengalaman Pribadi)

18 Januari 2016   08:06 Diperbarui: 1 Desember 2020   10:09 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal mengetahui Gafatar adalah ketika saya sampai di Puncak Kentheng Songo Gunung Merbabu. Di sana ada sebuah prasasti berbentuk segitiga yang terbuat dari besi dengan ukiran warna kuning keemasan. Di Prasasti tersebut tertulis “Puncak Gafatar, 3.142 Mdpl, Gafatar Maju, Gafatar Mengabdi”. Di atasnya berkibar bendera dengan warna sinar matahari berwarna orange.

Saya tak begitu tahu mengenai gafatar. Pikir saya waktu itu Gafatar adalah nama sebuah perusahaan yang kerap kali membuat prasasti di puncak gunung. Seperti Kiky (nama merk buku tulis) di Puncak Hargo Dumilah, Gunung Lawu. Namun, setelah media gencar memberitakan tentang Gafatar, saya jadi penasaran.

Setelah usut punya usut ternyata Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) sudah dideklarasikan di Jakarta pada 14 Agustus 2011. Mereka mengklaim bahwa Gafatar hadir Atas Nama Tuhan yang Maha Esa, sesuai amanah UUD 1945, baik yang tertulis dalam pembukaan alinea ke-4 maupun dalam pasal 29 ayat 1 Negara Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu mereka bergerak di bidang sosial-budaya dalam rangka mereaktualisasikan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ajaran Gafatar terus menyebar. Hampir seluruh wilayah di Indonesia ada jaringannya. Selain di Yogyakarta, yang mengakibatkan Dokter Rica Tri Handayani sempat hilang sejak 30 Desember 2015 dan ditemukan pada Senin (11/1), Gafatar juga ada di Sulawesi Tenggara. Bahkan organisasi ini telah membentuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD) pada beberapa kabupaten baik di Kota Kendari, Konawe Utara (Konut), dan Kota Baubau.

Siapa dan Apa itu Gafatar?

Gafatar mengklaim, mereka adalah organisasi putra-putri Nusantara yang bercita-cita dan bertekad untuk berperan aktif dalam proses bangsa ini menuju negeri yang Damai Sejahtera, Nusantara Jaya sebagai Mercusuar Dunia. Mereka menyebut bahwa Gafatar memperjuangkan konsep hidup MILLAH ABRAHAM alias tunduk patuh hanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Konsep ini menata kehidupan sosial dan budaya dengan cara Tuhan Yang Maha Esa.

Gafatar juga mengklaim melihat dan menyaksikan Bapak Ahmad Musaddeq sebagai manusia yang paling paham akan kehendak dan rencana TUHAN YME akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang Damai Sejahtera.

Hal tersebut dapat disaksikan dari apa yang menjadi program kerja (buah) dan dituju Gafatar. Sosok Ahmad Musadeq yang disebut Gafatar itu adalah mantan pimpinan aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang sempat tenar di akhir tahun 2006 lalu karena mengaku diri sebagai rasul. Yang pasti, tahun 2006 lalu, seseorang bernama Ahmad Musadeq sempat bikin heboh karena mengaku sebagai Rasul. Ahmad Musadeq mengaku mendapatkan wahyu saat sedang bersemedi dan bertemu malaikat Jibril dan diangkat menjadi rasul untuk membawa risalah yang baru, setelah Islam.

Pada saat itu, Ahmad Musadeq mengklaim diri, telah memiliki pengikut yang berjumlah ribuan di hampir sejumlah provinsi di Nusantara, termasuk Aceh. Hal ini kemudian dibuktikan dengan menampilkan keberadaan sejumlah pengikutnya dan pengucapan "syahadat" massa terhadap kerasulan Ahmad Musadeq secara live di media elektroknik.

Keberanian Ahmad Musadeq ini sempat menuai pendapat pro dan kontra di penjuru nusantara saat itu. Sebagai masyarakat, menganggap aksi Ahmad Musadeq tersebut adalah kegiatan penistaan agama Islam.

Banyaknya pro dan kontra itu kemudian diduga menjadi penyebab Ahmad Musadeq menemui Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada pertengahan 2007 lalu dan menyatakan diri untuk bertobat dan kembali pada aliran Islam. Tobatnya, disusul dengan tobat massa para pengikut Al-qiyadah Al Islamiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun