Mohon tunggu...
Aldo Andrian
Aldo Andrian Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Sedang dalam perjalanan untuk mencapai impian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialog dengan Tuhan

27 Mei 2024   15:59 Diperbarui: 27 Mei 2024   16:57 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit malam yang pekat menjadi saksi bisu langkah kaki tegas Dr. Evelyn Walsh menuju puncak Gunung Berapi Acala. Angin dingin menusuk sumsum tulang, namun tak setajam keraguan yang selama ini menghantuinya. Evelyn, sang ilmuwan terkemuka, atheis yang tak pernah gentar menantang dogma, malam ini mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang selama ini telah menghantui hidupnya. Setelah bertahun-tahun mendedikasikan hidupnya pada logika dan sains, Evelyn didiagnosis penyakit terminal. Ketidakadilan ini mengoyak fondasi pendiriannya. Jika Tuhan memang ada, kenapa Ia membiarkan ini terjadi?

Evelyn mencapai kawah gunung berapi yang menganga, bau belerang menusuk hidungnya. Di sini, di antara gurat-guratan lava beku, ia berlutut menghadap langit. "Jika Engkau ada," suaranya lantang, menantang kehampaan, "tunjukkanlah diri-Mu. Buktikan keberadaan-Mu padaku." 

Hening. Angin malam berdesir di antara bebatuan vulkanik. Evelyn mendengus, kekecewaan mulai merayap.

"Aku telah menjalani hidupku berdasarkan bukti dan fakta," lanjutnya. "Aku tak pernah meminta mukjizat, tak pernah mencari belas kasihan. Aku hanya ingin memahami. Mengapa penderitaan ini menimpaku jika Engkau maha adil?"

Tiba-tiba, gurat petir menyambar langit, diikuti gemuruh menggelegar. Evelyn tak bergeming, meski jantungnya berdebar kencang.

Sejenak terdengar suara, tak berasal dari arah mana pun, bergema di sekitar Evelyn. "Pertanyaanmu berani, Evelyn Walsh."

Evelyn tak menoleh. "Akhirnya Engkau menjawab. Bukankah inilah yang selama ini umat manusia rindukan? Bukti nyata keberadaan-Mu?"

"Bukti dapat diinterpretasikan," jawab suara itu, tenang namun tak terbantahkan. "Matahari terbit di ufuk timur, namun itu tak menjadikan matahari sebagai pemuja matahari."

Evelyn terdiam. "Jadi apa gunanya semua ini? Kehidupan, penderitaan, kematian? Semuanya hanya kebetulan tak bermakna?"

"Makna diciptakan," jawab suara itu. "Makna bukan pemberian, melainkan hasil dari perjalanan hidupmu. Kebaikan yang kau tebarkan, pengetahuan yang kau bagi, cinta yang kau berikan - itu semua makna yang kau ciptakan sendiri."

Evelyn merenung. "Tapi penyakit ini? Tidak bisakah Engkau mencegah ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun