Dengan besarnya sumber daya yang terlibat, harapan kita untuk pengorbanan ini diterima pastinya tinggi. Tapi tentu saja tidak selalu begitu.
Kadang seperti Habil, pengorbanan kita diterima dan hidup kita kedepannya menjadi lebih baik. Tapi kadangkala seperti Qabil, pengorbanan itu tidak diterima, dan hidup kita diam di tempat. Pada saat apa yang kita korbankan terasa sia -- sia, mudah untuk merasa kecewa pada dunia.
"Kenapa usahaku tidak bisa membuahkan hasil, padahal orang lain bisa? Apakah dunia tidak adil?"
Di saat seperti ini akan mudah untuk menjadi pahit kepada pencapaian orang lain dan iri kepadanya. Kita mulai menjatuhkan orang lain ketika mereka berusaha, sinis setiap melihat ada saja orang yang masih mau berusaha di dunia yang tidak adil ini. Kita mencoba menarik mereka jatuh, sebagai justifikasi kalau memang dunia itu tidak adil, dan kegagalan yang kita alami bukan kesalahan kita.
Atau kita bisa memilih jalan yang lebih baik. Mencoba melihat kalau, mungkin saja gandum yang kita berikan memang sudah agak busuk. Mungkin kita bisa mencoba lebih baik. Mungkin kalaupun aku gagal, orang lain tidak perlu gagal.
Jalan manapun yang kita pilih, realitanya akan tetap sama. Pengorbanan kita mungkin tidak diterima, dan di saat itu kekecewaan kita akan muncul.
 Di saat itu balik lagi ke diri kita. Apa kita akan pakai kekecewaan itu untuk menjatuhkan orang lain, atau sebagai batu loncatan berikutnya?
-------------------------------------------------------
Terima kasih sudah memberi waktunya untuk baca artikel ini!
Kalau tertarik baca lebih, kunjungi: https://medium.com/@aldoan
Catch me on Twitter: https://twitter.com/aditiya_aldo