Mohon tunggu...
Aldo Aditiya
Aldo Aditiya Mohon Tunggu... -

Orang yang kebetulan suka mencari tahu tentang berbagai macam hal | Mau baca lebih? https://medium.com/@aldoan | Mau bilang sesuatu? https://twitter.com/aditiya_aldo |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persepsimu Salah, Persepsiku Jauh Lebih Benar

30 Januari 2018   11:28 Diperbarui: 30 Januari 2018   11:33 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pada Film Fistful of Dollars, Clint Eastwood memainkan peran seorang koboi bayaran untuk 2 keluarga gangster yang saling bermusuhan. Film ini diceritakan dari perspektif kedua keluarga./mentalfloss.com

"We see the world, not as it is, but as we are -- or, as we are conditioned to see it" -- Stephen R. Covey

16 tahun lalu sebuah produk diluncurkan ke dunia, yang memikat ketertarikan semua orang di Silicon Valley. Jeff Bezos, dengan hanya melirik pada produk tersebut segera tertarik untuk ikut campur. "Kamu punya produk yang saking revolusionernya, kamu tidak akan pernah kesulitan menjualnya", katanya pada inventor produk. Terkesan dengan prototipe yang ditunjukkan, Steve Jobs menawarkan 63 Juta dolar pada inventor produk untuk 10% perusahaannya. Ketika tawarannya ditolak, Steve Jobs menawarkan arahan pribadi darinya selama 6 bulan - secara cuma -- cuma.

Inventornya sendiri telah disebut-sebut sebagai Thomas Edison dunia modern. Track record yang dimilikinya bagus, dengan ratusan paten yang terdaftar dan penghargaan tertinggi Amerika untuk bidang penemuan, The National Medal of Technology and Innovation. "Segway akan menggantikan mobil seperti mobil menggantikan kuda", tuturnya ketika diwawancara.  Dia memprediksi akan menjual sebanyak 10,000 unit produk ini dalam minggu pertama.

Enam tahun berikutnya, total produk yang terjual hanya sebanyak 30,000 unit.

Cerita tentang kegagalan Segway sudah banyak dibahas di dunia dan menjadi salah satu contoh kegagalan dunia teknologi yang terkenal. Majalah Time menyebutnya sebagai salah satu kegagalan teknologi terbesar dalam dekade ini. John Doerr - investor Google yang memprediksi bahwa Segway akan menjadi perusahaan tercepat yang mencapai valuasi 1 miliar dolar -- menyebut tentang Segway: "Tidak salah lagi, merupakan kesalahan investasi yang besar".

Lantas apa yang menyebabkan pebisnis -- pebisnis ulung ini salah sasaran? Kenapa seorang perfeksionis seperti Steve Jobs tidak dapat melihat kelemahan pada Segway?

Ternyata yang mereka alami tidak jauh beda dari yang kita alami.

...

Paradigma

Amatilah gambar di bawah ini. Apakah kamu bisa melihat seorang laki -- laki? Menurutmu berapa umurnya? Apa yang dipakai oleh laki -- laki itu? 

Gambar Laki - Laki/brainden.com
Gambar Laki - Laki/brainden.com
Kamu mungkin dapat melihat seorang lelaki muda dengan rambut pirang, menggunakan semacam baju dan topi koboi, dan memiliki wajah yang terlihat gagah. Dari fitur wajah dan baju yang dikenakannya, lelaki ini terlihat seperti aktor pemain film western.

Tapi bagaimana kalau saya bilang kalau penjelasanmu salah?

Lelaki diatas bukan seorang aktor muda di film koboi jaman dulu -- karena dia terlalu tua. Hidungnya besar dengan dagu yang menjorok ke depan, dan memiliki keriput di sebelah matanya. Dia mengenakan topi dan rompi hitam. Dia lebih cocok menjadi town elder yang bijak daripada koboi muda yang berani.

Coba lihat lagi gambar di atas. Apakah lelaki tua pada gambar sudah terlihat?

...

Oke, sudah terlihat? Sebelum kita lanjut sebaiknya kamu bisa melihat kedua laki2 di gambar tersebut.

 Eksperimen yang serupa seperti di atas pernah dilakukan pada suatu lecture di Harvard Business School untuk mendemonstrasikan bahwa dua orang bisa melihat benda yang sama, saling tidak setuju, dan tetap sama-sama benar.

2 Gambar Berbeda Di Tumpukan Kartu/www.achieve-goal-setting-success.com
2 Gambar Berbeda Di Tumpukan Kartu/www.achieve-goal-setting-success.com
Dosen pada lecturetersebut membawa setumpuk kartu. Masing2 kartu berisi salah satu gambar di atas, dengan pembagian jumlah kartu yang sama rata antara kedua gambar. Kartu tersebut kemudian dibagikan pada kelas. Dia menginstruksikan kelas untuk fokus pada kartu tersebut selama 10 detik, dan kemudian dikembalikan ke depan. Kemudian dia memproyeksikan gambar di bawah ke depan kelas, dan meminta kelas untuk mendeskripsikan yang mereka lihat.

Gambar Wanita/www.achieve-goal-setting-success.com
Gambar Wanita/www.achieve-goal-setting-success.com
Hampir semua orang yang diberikan kartu 1 melihat gambar di atas sebagai seorang wanita muda, dan hampir semua orang yang diberikan kartu 2 melihat gambar di atas sebagai seorang nenek tua.

Bisa dibayangkan, terjadi perdebatan antara 2 "kubu" ini. Tiap orang yakin menganggap apa yang mereka lihat sebagai benar, walaupun sebelumnya oleh dosen sudah diberikan hint -- bahwa ada lebih dari satu point of view. Hanya beberapa murid yang benar2 mencoba melihat gambar ini dari sudut pandang lain.

Setelah diskusi secara tenang dan saling menghargai sudut pandang satu dengan lainnya, semua orang di dalam kelas tersebut akhirnya bisa melihat kedua gambar. Tapi ketika kita alihkan perhatian kita sejenak ke hal lain, lalu kembali ke gambar ini, kebanyakan dari kita akan langsung menginterpretasikan gambar tersebut seperti kartu yang kita lihat -- yang kondisinya diatur oleh dosen.

Demonstrasi di atas menunjukkan bahwa pengkondisian sekecil kartu pun dapat memberikan efek besar pada cara kita menginterpretasi suatu hal.

Bila dampak dari hal sekecil kartu bisa berefek sebesar itu, bagaimana dengan dampak hal-hal lain yang lebih besar? Bagaimana efek yang dihasilkan oleh kondisi sekitar kita? Keluarga, teman -- teman dekat, teman kerja, dan ketentuan sosial baik disadari maupun tidak membantu dalam membentuk paradigma dan sudut pandang kita.

Paradigma ini juga menjadi sumber sifat dan kelakuan kita. Kita tidak bisa beraksi di luar paradigma tersebut dan tetap menjaga integritas. Bila di gambar awal kamu melihat seorang koboi, akan sulit melihatnya sebagai orang yang kamu tuju untuk menanyakan masalah politik kota. Aksi dan sifat kita akan sejalan dengan cara kita melihat. Kebetulan cara kita melihat bisa dibentuk oleh banyak kondisi.

Stephen Covey merangkumnya dengan jauh lebih baik dari saya:

 "We see the world, not as it is, but as we are -- or, as we are conditioned to see it"

...

Jebakan Familiaritas

Apa yang terjadi bila paradigma dan pengalaman yang kita miliki sudah tertanam dengan dalam selama hidup kita?

Pertanyaan di atas bisa dijawab dengan melihat satu tipe orang yang selama hidupnya sudah terus mengembangkan kemampuannya -- umumnya dalam satu bidang.

Kita menyebut orang - orang ini dengan banyak sebutan -- profesional, terpelajar, master, guru, dan expert. Orang -- orang ini kita anggap sebagai suatu ahli dalam bidangnya, yang bisa kita percayakan untuk mengambil keputusan yang sesuai, mengingat keahlian dan pengalaman mereka yang banyak.

Orang -- orang seperti inilah yang paradigmanya sudah tertanam dengan dalam sepanjang hidupnya. Ini membuat mereka lebih rentan dari orang awam terhadap jebakan familiaritas.

Menurut Profesor Erik Dane, semakin banyak keahlian dan pengalaman yang dimiliki seseorang, semakin terpaku sudut pandang mereka pada satu cara melihat. Keterbatasan ini memberikan limitasi terhadap cara berpikir para expert. Pada papernya, disebutkan bahwa keterbatasan ini akan mengakibatkan expert sulit melihat sudut pandang orang lain pada domain yang sama, sulit beradaptasi apabila terjadi perubahan pada domain tersebut, dan membatasi kemampuan membuat ide -- ide yang radikal. [4]

Mari kita kembali ke cerita tentang Segway.

Pertama kali Steve Jobs menaiki Segway, dia menolak untuk turun. Dia berpikir kalau produk Segway se-original PC, dan merasa harus ikut andil dalam pembuatannya.

Steve Jobs terkenal dengan membuat keputusan berdasarkan intuisinya daripada analisis yang sistematik. Pengalamannya menjadi kreator dan pengembang bisnis dalam bidang software membuatnya tambah percaya pada intuisinya, dan percaya pada potensi yang dia pikir Segway miliki. Disini Steve Jobs terjebak pada familiaritas-nya akan domain bisnis dan software.

Steve Jobs percaya pada intuisinya, yang sudah terbentuk dari pengalaman. Tapi ada satu kesalahan yang dia lupa untuk pikirkan. Pengalaman yang dia miliki ada pada bidang software, bukan otomotif. Dia salah dalam menggunakan sudut pandang bisnis software pada Segway, yang merupakan bidang bisnis otomotif.

Persepsinya sudah tertanam dengan pengalamannya pada bidang bisnis software, sehingga pandangannya pada domain lain terpengaruh oleh hal ini. Kesalahan ini kemungkinan terjadi karena kedua domain ini berhubungan dengan bisnis. Steve Jobs mungkin berpikir kalau apa yang bagus di bidang bisnis software akan bagus juga di bidang bisnis otomotif, sehingga dia percaya diri terhadap pilihannya.

Menurut Daniel Kahneman - psikolog pemenang hadiah nobel - dan Gary Klein - ahli bidang decision making - intuisi hanya bisa dipercaya apabila seseorang memiliki pengalaman dalam membuat keputusan pada suatu domain yang memberikan feedback. Steve Jobs tak diragukan lagi memiliki intuisi yang bagus pada bidang software, tapi tidak pada bidang otomotif.

Familiaritasnya pada bidang software membuat Steve Jobs terjebak untuk melihat hal yang salah dari Segway.

...

Lantas apakah ini berarti sebisa mungkin kita tidak menjadi expert? Apakah seorang expert selamanya terjebak pada sudut pandang yang sudah mereka buat dengan susah payah? Tentu saja tidak!

Pada paper yang sama, Erik Dane menyebutkan bahwa ada 2 faktor yang dapat mengurangi efek keahlian pada keterpakuan kita pada satu sudut pandang, yang pertama adalah pengalaman pada lingkungan yang dinamis. Seringkali pada lingkungan yang tidak terkontrol banyak terjadi masalah -- masalah yang sebelumnya tidak diantisipasi. Masalah yang dihadapi akan membuka pikiran sang ahli untuk mempertanyakan pengetahuan mereka sebelumnya, apakah sesuai dengan keadaan yang dihadapinya saat itu. Ini akan membuat mereka lebih introspektif terhadap ilmu mereka, dan lebih terbuka terhadap perubahan.

Faktor ke-dua adalah seberapa sering mereka berurusan dengan hal -- hal di luar domain keahlian mereka.  Dengan mengalihkan fokus pada dunia di luar domain mereka, expert dapat melihat keadaan -- keadaan baru untuk mengaplikasikan metode mereka. Misalnnya, seorang teknisi melihat duct tape sebagai perekat. Dengan melihat ke luar domain-nya, dia bisa melihat bermacam -- macam penggunaan duct tape selain sebagai perekat.

Dua faktor di atas merupakan alasan kenapa beberapa scientistyang sukses memiliki hobi di luar bidang keahlian mereka. Pada sebuah studi yang membandingkan pemenang Nobel dari tahun 190 -- 2015 dengan scientist biasa pada era yang sama, dengan masing -- masing grup memiliki level kedalaman yang sama pada bidang mereka, ditemukan bahwa para pemenang hadiah Nobel jauh lebih tinggi kemungkinannya untuk mengikuti hobi artistik di luar domain keahlian mereka. [5]

 Bila kita mencoba melihat dari sudut pandang lain, pikiran kita lebih kreatif -- dan lebih mudah untuk menerima pikiran lain.

...

Implikasi

Kita sudah melihat bahwa 2 orang bisa melihat 1 hal yang sama, tapi menangkap arti yang berbeda.

Kita juga sudah melihat kalau orang -- orang yang berkutat hanya pada satu domain memiliki keterbatasan dalam melihat sudut pandang baru.

...

Dalam kehidupan sehari -- hari kita kadang menemukan beberapa orang yang pendapatnya berbeda dengan kita. Dengan majunya teknologi informasi, sekarang siapapun bisa dengan mudah membaca buah pikiran orang lain tanpa harus bertatap muka. Seringkali ketika kita bertemu dengan pikiran yang berlawanan dengan kepercayaan pribadi kita langsung men-dismisspikiran tersebut.

Seperti seorang expert susah mengadaptasikan aturan baru yang muncul pada domainnya, kadang kita akan kesulitan untuk melihat pandangan baru yang tidak sejalan dengan pemikiran kita. Pikiran kita akan cenderung menetap pada apa yang kita percayai saat itu. Kadangkala persepsi kita akurat, tapi kadangkala juga persepsi kita bengkok -- perlu waktu dan effort untuk menyadarinya.

Apakah tidak lebih baik bila kita mencoba melihat dari sudut pandang orang lain terlebih dahulu, dan kita timbang ke-akuratannya secara objektif?

Apakah persepsi kita saat ini berdasar atas fakta yang ada atau kepercayaan buta pada suatu hal yang kebenarannya menurut kita relatif tinggi?

Apakah kita sudah melihat lelaki tua dari gambar yang menurut kita adalah seorang koboi muda?

Kita bisa saja tetap untuk berpikir pada dunia kita sendiri. Kita bisa saja membantah semua orang yang pikirannya tidak sama dengan kita. Kita bisa saja mengelilingi diri kita dengan orang -- orang yang setuju dengan semua hal yang kita pikirkan, yang berkutat pada satu domain yang sama dengan kita.

Tapi coba tanyakan pada dirimu: Apakah aku terkena jebakan familiaritas?

-------------------------------------------------------

Sitasi

[1] wired.com

[2] Stephen R. Covey. "7 Habits of Highly Effective People". Free Press (1988)

[3] Adam Grant. "Originals". Penguin Books (2016)

[4] Erik Dane. "Reconsidering the Trade-Off Between Expertise and Flexibility: A Cognitive Entrenchment Perspective". Academy of Management Review (2010)

 [5] Robert Root-Bernstein, et al. "Arts Foster Scientific Success: Avocations of Nobel, National Academy, Royal Society, and Sigma XI Members". Journal of Psychology of Science and Technology 1 (2008)

-------------------------------------------------------

Hei! Terima kasih sudah memberi waktunya untuk baca artikel ini! Kalau berkenan, bisa di klik like dan share nya ya!

Tulisan  ini banyak diinspirasikan oleh buku Originals oleh Adam Grant, terutama  dari Bab 2 nya. Ada banyak sekali insight yang bisa didapatkan dari  buku itu, sampai tidak akan muat hanya dalam satu topik saja. Aku sangat  rekomendasi membaca buku itu, terutama kalau mau tahu tentang apa yang  membuat seseorang menjadi "Original".

Catch me on Twitter: https://twitter.com/aditiya_aldo

Tertarik baca lebih? Kunjungi Medium: https://medium.com/@aldoan

  

Sekali lagi, terima kasih sudah membaca!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun