Mohon tunggu...
aldi surizkika
aldi surizkika Mohon Tunggu... Penulis - mahasiwa

tukang ngopi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsekuensi Disfungsional dan Ketegangan Kelembagaan

18 Januari 2024   01:06 Diperbarui: 18 Januari 2024   01:15 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep respons adaptif menantang pandangan tradisional tentang struktur organisasi dan menyoroti bahwa struktur tersebut berkembang sebagai respons terhadap kebutuhan pemeliharaan dan kemampuan beradaptasi. Konsep ini menekankan bahwa organisasi itu hidup dan dinamis, terus beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya. 

Respons adaptif mempertimbangkan kompleksitas hubungan antara organisasi dan lingkungan eksternalnya, seperti ketidakpastian, dinamika perilaku masyarakat, perubahan kebijakan, atau inovasi teknologi. Manajemen memainkan peran penting dalam membentuk dan mengelola struktur organisasi dengan memahami dan merespons sinyal dari lingkungan, mengidentifikasi ancaman dan peluang, serta membuat keputusan yang adaptif. 

Dimensi budaya dan sosial juga menjadi pertimbangan penting, karena manajemen perlu memahami bagaimana perubahan akan diterima oleh anggota, membangun dukungan internal, dan menjaga keseimbangan antara stabilitas dan inovasi. 

Mengadopsi konsep ini memungkinkan organisasi untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan kompleks dengan memiliki visi yang dinamis, keterampilan manajemen perubahan, dan kepekaan terhadap kebutuhan pemeliharaan. Pendekatan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas organisasi dan mendorong fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi.

Penyesuaian struktural yang dilakukan oleh para manajer sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pemeliharaan dan adaptasi organisasi dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap efektivitas organisasi. Namun, penting untuk diketahui bahwa penyesuaian tersebut tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan dan terkadang dapat menimbulkan konsekuensi disfungsional. 

Konsekuensi ini dapat berupa penolakan terhadap perubahan dari anggota organisasi, kekacauan sementara dalam operasi, dan hilangnya efisiensi. 

Untuk meminimalkan konsekuensi disfungsional ini, para manajer harus mengkomunikasikan perubahan dengan jelas, melibatkan para pemangku kepentingan, dan merencanakan proses implementasi dengan hati-hati. Mereka juga harus terbuka terhadap umpan balik, bersedia menyesuaikan rencana jika diperlukan, dan memprioritaskan pengembangan budaya organisasi yang responsif. 

Dengan mempertimbangkan implikasi dan dampak dari penyesuaian struktural dan menemukan keseimbangan antara kemampuan beradaptasi dan konsekuensi disfungsional, para manajer dapat meningkatkan peluang keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi.

Sebagai contoh, ketika manajemen di pabrik gipsum mengganti pola penghargaan dengan pola yang berpusat pada hukuman, hal ini mengakibatkan dampak negatif pada moral dan motivasi karyawan. 

Demikian pula, ketika manajemen di badan kepegawaian negara memperkenalkan sistem pengukuran kinerja yang baru, hal ini menyebabkan meningkatnya persaingan di antara para pewawancara dan berkurangnya kohesi sosial. Dari perspektif kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya secara efektif, konsekuensi-konsekuensi ini disfungsional dan tidak terantisipasi.

Mengelola perubahan dan penyesuaian struktural menimbulkan tantangan yang signifikan bagi para manajer dalam lingkungan organisasi yang tidak menentu dan kompleks saat ini. 

Sifat masa depan yang tidak dapat diprediksi membatasi kemampuan mereka untuk meramalkan konsekuensi dari tindakan mereka, sehingga menimbulkan ketidakpastian. Tujuan jangka pendek dan hasil langsung sering kali lebih diutamakan, sehingga menyebabkan terbatasnya waktu dan informasi untuk evaluasi hasil yang komprehensif. 

Lingkungan organisasi yang terus berubah menambah kompleksitas, sehingga menyulitkan para pengurus untuk memprediksi dampak jangka panjang dari keputusan mereka. Konsekuensi yang tidak terduga dapat muncul, seperti tantangan budaya internal atau merusak moral karyawan dari restrukturisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi. Komitmen yang dibuat dalam konteks perubahan struktural juga dapat menimbulkan konsekuensi sekunder yang tidak terduga. 

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, para manajer harus mengembangkan kemampuan adaptasi yang kuat, menjaga sikap terbuka terhadap perubahan dan tetap mendapatkan informasi. Pembelajaran, pemantauan, dan evaluasi yang berkelanjutan sangat penting, bersama dengan kemampuan untuk memodifikasi rencana berdasarkan umpan balik. 

Komunikasi yang efektif membantu mengatasi resistensi dan kebingungan. Meskipun konsekuensi yang tidak diinginkan tidak dapat sepenuhnya dihindari, pendekatan yang proaktif dan responsif dapat membantu para manajer dalam menghadapi tantangan-tantangan ini dengan sukses.

 Sebagai contoh, ketika para ahli pertanian di TVA memutuskan untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi penerima hibah lahan, mereka tidak dapat memperkirakan bagaimana keputusan mereka akan menimbulkan konflik dengan lembaga lain, perubahan sifat kelembagaan, dan pembelokan tujuan. Kejadian-kejadian tersebut terjadi karena semua keputusan yang diambil oleh para pejabat tersebut dibatasi oleh komitmen awal mereka. 

Akhirnya, sulit untuk merekayasa perilaku manusia dengan presisi, yang mengarah pada konsekuensi yang tidak terduga. Manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda-beda, dan situasi kerja yang mereka hadapi terus berkembang. Blau menyimpulkan bahwa "tidak ada sistem peraturan dan pengawasan yang dapat dibuat dengan sangat baik sehingga dapat mengantisipasi semua keadaan darurat yang mungkin timbul."

Dinamika organisasi bergantung pada intervensi manajerial, yang dapat memiliki konsekuensi fungsional atau disfungsional. Konsekuensi fungsional terjadi ketika keputusan manajerial membantu organisasi beradaptasi dengan tantangan internal dan eksternal, sehingga meningkatkan kinerjanya. 

Di sisi lain, konsekuensi disfungsional muncul ketika intervensi manajerial menciptakan ketegangan dan menghambat kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya secara efektif. Memahami perbedaan antara kedua hasil ini sangat penting bagi para manajer, karena menyoroti pentingnya manajemen yang bijaksana dan kontekstual. 

Pendekatan holistik terhadap manajemen perubahan melibatkan komunikasi yang efektif, keterlibatan anggota organisasi, dan perencanaan strategis. Para manajer harus mempertimbangkan faktor psikologis dan budaya yang dapat mempengaruhi bagaimana intervensi mereka diterima dan dilaksanakan dalam organisasi. Pemahaman ini memungkinkan para manajer untuk membuat keputusan yang tepat dan responsif, memastikan dampak positif dan mempertimbangkan kompleksitas aspek manusia dan sosial dalam dinamika organisasi.

Definisi Merton tentang disfungsi memberikan pemahaman mendalam mengenai tekanan dan ketegangan yang terjadi pada tingkat struktural dalam sebuah organisasi. 

Disfungsi ini menciptakan konflik yang kompleks antara berbagai kelompok, baik internal maupun eksternal, serta di antara staf manajerial dan non-manajerial, bahkan di tingkat individu. 

Tekanan institusional yang timbul sebagai akibat dari disfungsi dianggap sebagai masalah yang memerlukan tindakan perubahan oleh manajemen atau anggota organisasi. Ketegangan institusional, menurut Merton, menjadi pemicu utama konflik yang perlu diatasi. Manajemen dihadapkan pada tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan guna mengurangi ketegangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa solusi terhadap disfungsi harus mencakup penanganan akar permasalahan yang mendasarinya.

Lebih lanjut, Merton mengidentifikasi konsekuensi disfungsional yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan parah pada kelembagaan. Ini menggambarkan pentingnya menangani masalah sejak awal agar tidak merusak struktur organisasi secara keseluruhan. 

Dalam konteks hubungan manusia di organisasi, Merton menggarisbawahi bahwa individu, subkelompok formal, dan kelompok informal memiliki kebutuhan yang berbeda dengan organisasi. Mereka cenderung menjaga kebutuhan mereka sendiri, menolak dikendalikan oleh pihak lain, dan merasa tidak senang jika dianggap hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Ini menunjukkan kompleksitas interaksi manusia di dalam organisasi. 

Para manajer dihadapkan pada tugas sulit untuk bekerja dengan dan melalui individu serta kelompok yang beragam ini. Sifat tidak kooperatif dari tindakan manusia menjadi tantangan yang harus diatasi oleh manajer untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai disfungsi dan ketegangan institusional menawarkan wawasan berharga bagi manajer dalam mengelola dinamika kompleks di dalam organisasi.

Pandangan Selznick mengenai tindakan sosial sebagai sesuatu yang selalu dimediasi oleh struktur manusia menawarkan wawasan mendalam tentang kompleksitas hubungan dan dinamika di dalam organisasi. Menurutnya, struktur manusia menciptakan pusat-pusat kebutuhan dan kekuasaan baru yang menempatkan diri di antara aktor dan tujuannya. Hal ini memberikan dasar bagi pemahaman bahwa tindakan sosial tidak hanya dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga oleh interaksi kompleks antara berbagai elemen struktural yang melibatkan kebutuhan dan kekuasaan

Dalam konteks manajemen, tanggung jawab manajemen, menurut Selznick, termasuk dalam mengakomodasi kebutuhan aktor-aktor manusia lainnya sejauh mungkin yang masuk akal. Ini mencerminkan kesadaran akan peran penting kebutuhan individu dan kelompok dalam dinamika organisasi. Manajemen dihadapkan pada tugas yang kompleks untuk memahami, menilai, dan merespon kebutuhan beragam aktor di dalam organisasi, yang melibatkan staf manajerial, karyawan, dan kelompok lainnya.

Pentingnya akomodasi kebutuhan ini menunjukkan bahwa manajemen bukan hanya tentang mencapai tujuan organisasi, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan antara kebutuhan individu dan kelompok dengan tujuan keseluruhan. Proses ini, meskipun dilakukan dengan upaya maksimal, tetap tidak pasti dalam hasilnya. Tantangan manajemen terletak pada kemampuan untuk memahami dinamika yang berkembang dan bersifat fleksibel dalam merespon perubahan serta kebutuhan yang muncul.

Dalam hal ini, Selznick menggarisbawahi sifat dinamis dan tidak terduga dari interaksi sosial di dalam organisasi. Upaya manajemen untuk mengakomodasi kebutuhan aktor manusia lainnya tidak selalu menghasilkan hasil yang dapat diprediksi, dan inilah yang membuat tanggung jawab manajemen menjadi tidak pasti. Oleh karena itu, kemampuan manajemen untuk beradaptasi, berkomunikasi, dan mengelola konflik menjadi keterampilan kunci dalam merespons dinamika kompleks tindakan sosial di dalam organisasi.

Dengan demikian, pandangan Selznick menekankan bahwa keberhasilan manajemen tidak hanya tergantung pada pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga pada kemampuan untuk memahami, menghargai, dan mengakomodasi kebutuhan beragam aktor manusia, menciptakan lingkungan kerja yang berkelanjutan dan seimbang.

Referensi

Caroline Hodge s Persell, "An Interview wit h Robert K. Merton, " Teaching Sociology 11 (July 1984)

Robert K. Merton , Social Theory and Social Structure: Toward the Codification of Theory and Research (Glencoe, IL:Th e Free Press, 1949)

Rober t K. Merton , "Bureaucratic Structure and Personality," Social Forces 18 (May 1940)

Philip Selznick, TVA and the Grass Roots: A Study in the Sociology of Formal Organization (Berkeley: University of California Press, 1953).

AlvinW. Gouldner, Patterns of Industrial Bureaucracy (Glencoe, IL:Th e Free Press, 1954).

Peter M. Blau, The Dynamics of Bureaucracy: A Study of Interpersonal Relations in Two Government Agencies (Chicago: Uni - versity of Chicag o Press, 2n d Edition, 1963)

Peter M. Blau and Marshall W. Meyer, Bureaucracy in Modern Society (New York: Rando m House , 2n d ed., 1971)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun