Sementara, berdasarkan laporan Dewan Misionaris Suku Pedalaman Brasil, sebanyak 135 penduduk asli tewas dibunuh pada 2018. Jumlah itu meningkat 23% dari tahun sebelumnya.
Bertambahnya korban jiwa disebut terjadi semenjak Presiden Jair Bolsonaro berkuasa. Ia merestui pembakaran hutan untuk membuka lahan yang berakibat pada semakin terusirnya penduduk suku asli. "Perkembangan ekonomi perlu bagi Amazon," kata presiden 64 tahun itu.
Dalam delapan bulan pertamanya menjabat, otoritas pimpinan Bolsonaro menjatuhkan jauh lebih sedikit denda kepada para penebang pohon dan penjarah hutan dalam 20 tahun terakhir. Penggundulan hutan seluas lebih dari 5.000 meter persegi terjadi pada tahun ini, meningkat dua kali lipat dari 2018.
Menteri Kemanan Umum Brasil, Sergio Moro, mengatakan pihaknya akan terus mengusut penembakan atas Paulo dan Larcio. "Seret siapapun yang bertanggung jawab atas kejahatan ini ke pengadilan," tulisnya di Twitter. Namun, hingga kini, belum ada satu orang pun yang ditahan.
Dalam hal ini Larcio tidak berharap banyak. Seperti layaknya insiden pembunuhan atas sukunya yang telah lalu, pria ini ikhlas. Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan perjuangannya. Selama ia masih hidup, ia bersumpah akan melawan para 'pendulang dolar' ilegal.
"Selama saya masih bernapas, selama saya masih memiliki kekuatan untuk menarik anak panah, kami tidak akan pernah menyerah dalam perang ini. (Perjuangan kami) untuk melindungi masa depan kami demi generasi selanjutnya di masa depan," tegasnya.
Di pemakaman Paulo, istrinya bernyanyi dalam tangis. Ia mengenang masa-masa bahagia saat mereka masih bersama. Tak lama ia pun jatuh berlutut diterangi temaram cahaya lilin dalam gubuknya yang beralaskan tanah.Â
Ayah Paulo, Z Maria Paulino Guajajara, meratap di sebelah gundukan tanah, di mana jasad anaknya dimakamkan.
"Anakku berjuang dan mati. Ia mati demi kami semua yang ada di sini, mempertahankan daerah ini," isaknya.