Mohon tunggu...
Aldila Yuanditasari
Aldila Yuanditasari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Interior Desyener

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Etika Pelestarian Budaya Berkain pada Gen Y dan Gen Z

24 Mei 2023   16:07 Diperbarui: 24 Mei 2023   16:18 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh usia muda. Jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa (setara dengan 27,94 persen dari total populasi penduduk di Indonesia). 

Sedangkan jumlah dominan kedua adalah generasi Y (atau akrab dikenal dengan generasi milenial) sebanyak 69, 38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Sebagai generasi yang jumlahnya besar dengan usia produktif (20-39 tahun), membuat gen Y dan gen Z punya peran yang dominan di masa ini dan masa depan. Salah satunya tantangan dalam melestarikan kebudayaan dan berperan sebagai generasi penerus, yang kaitannya dalam topik ini adalah budaya berkain.

Gen Y dan Gen Z sebagai Pelestari Berkain

Bagi generasi Y dan Z dimana tumbuh di era 90-an, kain tradisional nusantara (wastra) seperti batik dan sejenisnya digunakan hanya di acara-acara tertentu seperti pernikahan, wisuda dan acara formal lainnya. Pakem-pakem seperti saat berkebaya dengan menggunakan kain sewek/jarik bermotif batik tertentu, kemben dan selop/heels sudah lazim digunakan oleh anak-anak muda di kala itu. Sehingga di masa itu terpatri bahwa jika berkain maka kita akan menghadiri acara formal tertentu dan tidak sedikit yang menganggap bahwa dengan berkain menunjukkan kesan kaku, kuno/lawas dan formal. 

Sekitar tahun 2017-an, booming konsep outdoor wedding dengan tema Garden Wedding, dimana area lahan kebanyakan berupa rerumputan atau batu-batuan, sehingga para undangan yang hadir cukup sulit jika menggunakan heels. Hingga akhirnya penggunaan wedges/flat shoes hingga sneakers/sepatu boots mulai sering digunakan di acara outdoor wedding yang dipadupadankan dengan pakaian formal atau biasanya dengan atasan batik atau kain. Jadi kesan yang didapatkan saat itu adalah semi casual dan tetap stylish.

 Di saat itu, cukup banyak undangan generasi muda yang berpakaian batik atau berkain dengan menggunakan flat shoes ataupun sneakers. Lagi-lagi saat itu berkain hanya digunakan di acara-acara formal/khusus seperti pernikahan.

Gaung tren berkain mulai ramai ketika awal tahun 2021-an melalui salah satu platform, TikTok. Viral dengan tagar #BerkainBersama yang kemudian dijadikan challenge dan mendapat respon yang positif dari kalangan generasi muda. Walaupun mengenakan kain, anak-anak muda (yang rata-rata adalah gen Y dan Z) memadukan dengan outfit yang hype di zaman sekarang. Memadukan street style khas anak muda dengan kain tradisional nusantara (wastra). Berkain bisa digabungkan dengan atasan kemeja, kaos, jaket, jeans, sneakers, sepatu boots, dan lain sebagainya. 

Dan proses berkain juga hanya dengan dililit dan diikat, bukan dijahit membentuk rok/celana. Sehingga kesan berkain sudah tidak lagi “old fashioned”, tetapi berganti menjadi lebih stylish, keren dan artsy (nyeni, unik, nyentrik). Secara tidak langsung dengan adanya tren ini menjadikan berkain kembali hype dan kekinian. Selain itu, tren ini juga dimaksudkan sebagai wujud pelestarian budaya lokal melalui culture knowledge yang merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi ke dalam banyak bentuk .

www.froyonion.com
www.froyonion.com

Etika Gen Y dan Gen Z dalam Berkain

Jika mengikuti pakem, terdapat etika/norma khusus dalam berkain dengan kain tradisional nusantara (wastra), seperti corak kain dengan motif khusus yang digunakan hanya untuk acara tertentu atau kain yang digunakan untuk kepentingan/acara khusus. 

Namun jika dikaitkan dengan upaya pelestariannya oleh generasi Y & Z, maka etika dalam berkain dapat dilihat dari keperluan/kepentingan mereka ketika akan berkain. Misalnya saat akan ke kampus maka bisa dengan kemeja, kain tradisional nusantara (wastra) dan sepatu. Atau jika keperluannya adalah acara santai, bisa menggunakan kaos, vest, kain tradisional nusantara (wastra), sandal/sepatu boots. Intinya adalah menyesuaikan dengan tujuan acara yang akan dihadiri sehingga dapat berkain dengan pantas dan sesuai. Yang terpenting adalah menumbuhkan kecintaan dan terbiasa menggunakan kain tradisional nusantara (wastra) pada kehidupan sehari-hari.

Dari berkembangnya budaya berkain ini, juga membuat penjualan kain batik meningkat. Ramainya anak muda yang ingin membeli kain batik juga membuat peluang penjualan lewat digital semakin meningkat. Hal ini tentu dapat mensejahterakan para pengrajin dan meningkatkan industri ekonomi kreatif batik di Indonesia.

Memotivasi Gen Y dan Gen Z untuk Berkain sebagai Busana Kasual Sehari-hari

Generasi Y dan Z identik dengan kepraktisan, fleksibel tetapi tetap nyaman, sehingga mereka akan mencari format yang paling nyaman saat berkain. Umumnya yang paling nyaman adalah jika digabungkan dengan pakaian kasual sehari-hari seperti kemeja, outer, kaos, sneakers, sepatu boots, bahkan sandal. Dari perpaduan antara casual style dengan kain akan terlihat lebih artsy dan kekinian bagi gen Y dan gen Z. Bahkan walaupun menggunakan model kain yang bertumpuk-tumpuk atau beberapa lapis, jika tetap dapat membuat merasa nyaman, maka akan tetap dipakai. Intinya praktis, nyaman tapi tetap stylish

Sehingga tinggal menyesuaikan dengan acara yang akan dihadiri, apakah formatnya santai, formal, dan lain sebagainya. Kemudian biasanya gen Y dan Z cenderung mengabadikan gaya mereka dengan sesi foto OOTD (outfit of the day) dan di posting ke media sosial, yang mana akan dilihat oleh para pengikutnya dan bisa jadi tidak menutup kemungkinan akan memberikan sudut pandang lain ke anak muda bahwa "wah menarik juga ya, walaupun pakai kain seperti ini tetap bisa keren". Tren berkain juga cukup populer dikalangan mahasiswa saat ini.

Selain karena adanya faktor media sosial, event-event yang diselenggarakan mahasiswa juga ikut memberikan andil. Biasanya berkain sering digunakan sebagai dress code dari suatu kegiatan kemahasiswaan.

harpersbazaar.co.id
harpersbazaar.co.id

www.cosmopolitan.co.id
www.cosmopolitan.co.id

Ada cara yang mudah untuk memotivasi gen Y dan gen Z dalam berkain yaitu dengan cara "getol tular digital" atau kampanye secara digital di media sosial. Melalui postingan OOTD (outfit of the day) atau tutorial berkain yang sesuai dengan zaman sekarang atau yang disebut dengan gaya kekinian, yang kemudian di posting dengan tagar tertentu dan bisa diakses oleh publik. Biasanya komunitas-komunitas berkain atau public figure/influencer yang memang suka bergaya seperti ini yang akan menjadi role model bagaimana cara padu padan yang bagus. 

Jadi, kain tradisional nusantara (wastra) yang dimiliki di rumah atau bahkan milik orangtua tetap akan dapat terpakai selalu dan tidak berujung hanya terlipat rapi di dalam lemari saja. Selain itu, dengan semakin banyaknya gen Y dan gen Z yang berkain menjadi salah satu upaya supaya kain bisa menjadi daily wear atau pakaian sehari-hari serta untuk memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya berkain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun