Jika mengikuti pakem, terdapat etika/norma khusus dalam berkain dengan kain tradisional nusantara (wastra), seperti corak kain dengan motif khusus yang digunakan hanya untuk acara tertentu atau kain yang digunakan untuk kepentingan/acara khusus.Â
Namun jika dikaitkan dengan upaya pelestariannya oleh generasi Y & Z, maka etika dalam berkain dapat dilihat dari keperluan/kepentingan mereka ketika akan berkain. Misalnya saat akan ke kampus maka bisa dengan kemeja, kain tradisional nusantara (wastra) dan sepatu. Atau jika keperluannya adalah acara santai, bisa menggunakan kaos, vest, kain tradisional nusantara (wastra), sandal/sepatu boots. Intinya adalah menyesuaikan dengan tujuan acara yang akan dihadiri sehingga dapat berkain dengan pantas dan sesuai. Yang terpenting adalah menumbuhkan kecintaan dan terbiasa menggunakan kain tradisional nusantara (wastra) pada kehidupan sehari-hari.
Dari berkembangnya budaya berkain ini, juga membuat penjualan kain batik meningkat. Ramainya anak muda yang ingin membeli kain batik juga membuat peluang penjualan lewat digital semakin meningkat. Hal ini tentu dapat mensejahterakan para pengrajin dan meningkatkan industri ekonomi kreatif batik di Indonesia.
Memotivasi Gen Y dan Gen Z untuk Berkain sebagai Busana Kasual Sehari-hari
Generasi Y dan Z identik dengan kepraktisan, fleksibel tetapi tetap nyaman, sehingga mereka akan mencari format yang paling nyaman saat berkain. Umumnya yang paling nyaman adalah jika digabungkan dengan pakaian kasual sehari-hari seperti kemeja, outer, kaos, sneakers, sepatu boots, bahkan sandal. Dari perpaduan antara casual style dengan kain akan terlihat lebih artsy dan kekinian bagi gen Y dan gen Z. Bahkan walaupun menggunakan model kain yang bertumpuk-tumpuk atau beberapa lapis, jika tetap dapat membuat merasa nyaman, maka akan tetap dipakai. Intinya praktis, nyaman tapi tetap stylish.Â
Sehingga tinggal menyesuaikan dengan acara yang akan dihadiri, apakah formatnya santai, formal, dan lain sebagainya. Kemudian biasanya gen Y dan Z cenderung mengabadikan gaya mereka dengan sesi foto OOTD (outfit of the day) dan di posting ke media sosial, yang mana akan dilihat oleh para pengikutnya dan bisa jadi tidak menutup kemungkinan akan memberikan sudut pandang lain ke anak muda bahwa "wah menarik juga ya, walaupun pakai kain seperti ini tetap bisa keren". Tren berkain juga cukup populer dikalangan mahasiswa saat ini.
Selain karena adanya faktor media sosial, event-event yang diselenggarakan mahasiswa juga ikut memberikan andil. Biasanya berkain sering digunakan sebagai dress code dari suatu kegiatan kemahasiswaan.
Ada cara yang mudah untuk memotivasi gen Y dan gen Z dalam berkain yaitu dengan cara "getol tular digital" atau kampanye secara digital di media sosial. Melalui postingan OOTD (outfit of the day) atau tutorial berkain yang sesuai dengan zaman sekarang atau yang disebut dengan gaya kekinian, yang kemudian di posting dengan tagar tertentu dan bisa diakses oleh publik. Biasanya komunitas-komunitas berkain atau public figure/influencer yang memang suka bergaya seperti ini yang akan menjadi role model bagaimana cara padu padan yang bagus.Â
Jadi, kain tradisional nusantara (wastra) yang dimiliki di rumah atau bahkan milik orangtua tetap akan dapat terpakai selalu dan tidak berujung hanya terlipat rapi di dalam lemari saja. Selain itu, dengan semakin banyaknya gen Y dan gen Z yang berkain menjadi salah satu upaya supaya kain bisa menjadi daily wear atau pakaian sehari-hari serta untuk memperkenalkan sekaligus melestarikan budaya berkain.