Dalam kehidupan, tidak semua pertanyaan mempunyai jawaban. Karena setiap pemikiran manusia itu terbatas dan wajar saja bila dalam seluruh kehidupannya manusia cenderung bertanya-tanya dan bingung. Kebingungan tersebut ada, atas dasar kehidupan yang absurd.
Sejak manusia lahir, tidak pernah ada yang memberitahukan makna atau tujuan dari kehidupan. Hal yang ada justru hanya segelimang paksaan atau keharusan seperti keinginan orang tua untuk menjadikan anaknya menjadi orang seperti ini dan seperti itu di kemudian hari.Â
Tanpa orang tua sadari bahwa dalam hidup, anak itu dapat menjadi apa saja sesuai keinginannya. Sebab kehidupan ini tidak mempunyai kepastian tentang apa yang seharusnya kita lakukan --yang harus kita lakukan di sini adalah mencari makna kehidupan itu sendiri. Pencarian makna hidup penting sebab tanpa makna hidup, manusia hanya akan mengaggap eksistensinya di dunia sia-sia sehingga muncullah eksistensial krisis.
Seseorang dengan pemikiran eksistensial krisis cenderung menganggap kehadiran dirinya di dunia ini sangat tidak berarti. Bila pada akhirnya manusia itu mati dan bila selama hidup ini penuh dengan penderitaan, rasa sakit dan kegagalan. Maka, apa arti dari hidup itu sendiri?
Pemikiran eksistensial krisis sangat berpotensi mengganggu kondisi psikologis sampai pada akhirnya timbul sebuah keinginan untuk mengakhiri hidup. Oleh karenanya, Â perhatian terkait eksistensial krisis dewasa ini tidak dapat diabaikan begitu saja.Â
Sebab, kehidupan saat ini mendorong semua manusia untuk menghilangkan makna kehidupan. Dasar tersebut menyiratkan bahwa eksistensial krisis dapat mempengaruhi setiap orang di zaman yang serba materialis ini, termasuk pada diri seorang mahasiswa.
Fenomenologi pada dasarnya memfokuskan subjek penelitian sebagai pencerita dalam mengkaji sebuah fenomena melalui pengalamannya. Untuk itu pembahasan esai ini didasarkan pada pendekatan fenomenologi yang berkaitan membahas dampak pemikiran eksistensial krisis pada kondisi psikologis mahasiswa.
Krisis eksistensi dapat disebut pula dengan nihilisme. Nihilisme adalah suatu keadaan di mana manusia kehilangan makna hidup. Berdasarkan jenisnya, Nietzsche (dalam Hardiman, 2007) membagi nihilisme menjadi dua. "Nihilisme pasif adalah persetujuan yang bersifat pesimistis, bahwa nilai-nilai itu tidak ada dan hidup ini tanpa tujuan."
 Sedangkan, Nihilisme aktif adalah bentuk kebalikan dari nihilisme pasif namun tampak destruktif karena dalam prosesnya, nihilisme aktif mencoba untuk menciptakan nilai-nilai baru dengan jalannya sendiri. Oleh sebab itu, eksistensial krisis dapat disamakan dengan nihilisme pasif karena sifatnya yang pesimis terhadap kehidupan dan sadar bahwa kehidupan itu tidak ada maknanya.
Masa-masa perkuliahan adalah proses transformasi dari kehidupan kekanak-kanakan menuju kehidupan yang lebih mengerti tentang hidup itu sendiri. Mahasiswa sebagai komponennya dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik atau justru sebaliknya. Dalam hal yang buruk, mahasiswa dapat mengalami fase krisis eksistensial dengan penyebab yang beragam.
Tuntutan hidup yang semakin berat ditambah ekspektasi tentang gambaran kehidupan yang tidak sesuai seolah menampar seseorang pada masa perkuliahan. Mahasiswa masih dituntut untuk memikul beban kehidupan sehingga tidak jarang pemikiran eksistensial krisis muncul disebabkan rasa pesimis yang berlebihan.Â
Anggapan bahwa semua hal tidak dapat terwujud sesuai dengan yang mereka inginkan adalah awal dari krisis eksistensi. Ditambah bila mahasiswa tersebut lebih sering menyendiri sehingga seolah dirinya tidak dapat dimengerti orang lain. Pemikiran ini kemudian mempengaruhi mental dan jiwanya di mana Ia lebih tertutup dengan orang yang Ia kenal.Â
Sebagai gambaran, Seorang mahasiswa yang tersadar bahwa kehidupan ini penuh dengan ketidakpastian. Semuanya tampak membenarkan materi maupun perasaan sendiri tanpa memikirkan bahwa materi dan perasaan itu relatif dan mengapa mereka harus membenarkan materi dan perasaannya disaat dunia ini memberi penderitaan melalui ketidakpastian. Ditambah anggapan bahwa kelahiran itu hanya memaksa Ia untuk ada di dunia yang penuh dengan penderitaan. Dalam pikirannya, Ia berharap Ia tidak pernah eksis di dunia ini.
Dampak dari pemikiran Eksistensial krisis dapat mempengaruhi kondisi psikologis. Dikutip dari SehatQ. com, salah pengaruh krisis eksistensi  yaitu membentuk pribadi yang pesimistis, depresi hingga ada kalanya keinginan untuk bunuh diri muncul berkat pemikiran ini. Dampaknya pada kondisi psikologis mahasiswa dalam lingkup perkuliahan seperti menghindari aktivitas sosial dan cenderung menyendiri. Dampak lain adalah dengan hilangnya motivasi belajar karena sikap pesimis. Maka dari itu pemikiran krisis eksistensial ini dapat menghambat aktivitas pembelajaran dan kegiatan sehari-hari.
Untuk itu diperlukan sebuah penciptaan makna sebagai solusi, meskipun memang hidup ini absurd dan tidak ada kebenaran atau kesalahan yang absolut itu -- semuanya tergantung pandangan masing-masing. Proses penciptaan makna hidup dapat didasarkan pada diri sendiri walaupun di suatu waktu harus bertentangan dengan nilai-nilai yang ada, tetapi setidaknya itu adalah salah satu cara yang dapat membuat hidup ini bermakna daripada harus mengakhiri hidup dengan sia-sia -- ciptakanlah nilai-nilai kehidupan sendiri, jadilah diri sendiri dan bebas.
Eksistensial krisis atau nihilisme pasif adalah suatu kondisi hilangnya makna hidup. Kondisi ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis sampai menghambat aktivitas sehari-hari. Sehingga, pentingnya untuk menjadi diri sendiri dan membuat makna atau tujuan hidup.
Referensi:
F. Budi, Hardiman (2007) Filsafat modern: dari Machiavelli sampai Nietzsche. PT Gramedia Pustaka Utama.
https://satupersen.net/blog/filosofi-kehidupan-ala-albert-camus
https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-nihilismeÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H