Mempererat tali pertemanan/persaudaraan dengan melakukan arisan bukanlah suatu hal yang aneh di tengah masyarakat kita. Malah, aktivitas ini sudah dianggap sebagai sebuah keharusan bagi beberapa kalangan.
Sebagai makhluk sosial, mempererat hubungan dengan sesama tentulah penting dan sangat dianjurkan untuk kita lakukan. Namun, apakah harus selalu berupa arisan? Bagaimana jika salah satu teman kita bukanlah orang yang mampu untuk melakukannya, apakah dia tidak berhak untuk juga ikut mempererat hubungannya dengan kita? Tolong jangan bilang kalau orang tersebut tetap bisa melakukannya namun di acara lain yang berbeda karena itu sama saja dengan diskriminasi.
Sekalipun kita asumsikan semua teman kita adalah orang yang mampu, tetap saja uang yang kita setorkan untuk arisan tiap putarannya itu tidak akan menjadi aset baik bagi kita karena uang tersebut tidak bertumbuh.
Mari kita hitung-hitungan. Anggap ada sebuah komunitas arisan konvensional (arisan biasa) yang secara keseluruhan beranggotakan 12 orang. Iuran dilakukan sebulan sekali dengan nilai Rp1.000.000 setiap bulannya selama 12 bulan. Ini artinya masing-masing anggota berhak mendapatkan Rp12.000.000 pada gilirannya nanti.
Yang perlu diketahui sebelum berhitung lebih jauh, terdapat ketidakadilan finansial dalam aktivitas ini. Maksudnya, dalam model arisan ini terdapat anggota yang diuntungkan dan yang tidak diuntungkan. Dia yang menang pertama (mendapat giliran pertama) adalah yang paling diuntungkan dan dia yang menang terakhir (mendapat giliran terakhir) adalah yang paling tidak diuntungkan.Â
Meskipun judulnya sama-sama menang dengan nominal uang yang sama, tapi nilai riil yang didapat berbeda. Mengapa? Ini dikarenakan adanya pengaruh waktu pada nilai uang atau yang biasa kita sebut nilai waktu dari uang (time value of money).
Dengan contoh kasus di atas, nilai bersih yang bisa didapat masing-masing anggota adalah Rp11.000.000 setelah dikurangi iurannya sendiri untuk satu putaran. Tugas kita selanjutnya adalah membandingkan nilai tersebut saat diterima di putaran pertama dengan putaran terakhir. Pendekatan yang bisa kita gunakan untuk itu, yaitu:
Ingat, ada dua kondisi di sini: 1) Rp11 juta yang diterima di putaran pertama dan 2) Rp11 juta yang diterima di putaran terakhir. Kondisi pertama sudah tidak perlu lagi kita utak-atik karena Rp11 juta itu sudah menjadi PV-nya.Â
Sekarang kita hanya perlu mencari PVÂ atau nilai kini uang Rp11 juta di kondisi kedua. Jumlah periodenya (n) sudah diketahui, yakni 12 bulan atau satu tahun. Selanjutnya, tingkat bunga (i) termudah yang bisa kita gunakan dalam hal ini adalah rata-rata inflasi, yang selama sepuluh tahun terakhir ini berkisar 6%. Dengan begitu:
Dapat kita lihat PV atas uang Rp11 juta di tahun depan adalah Rp10,3 juta. Dengan begitu, sangat jelas kalau uang Rp11 juta yang diterima di putaran pertama memiliki nilai riil yang lebih besar daripada yang diterima di putaran terakhir.Â
Bahasa sederhananya, Rp11 juta saat ini lebih menguntungkan ketimbang Rp11 juta tahun depan. Tak heran kalau pemenang arisan pertama dikatakan sebagai yang paling diuntungkan dan yang terakhir sebagai yang paling tidak diuntungkan.
Masih belum yakin? Baiklah mari kita balik keadaannya.Â
Mari sekarang kita carikan nilai yang akan datang atau FVÂ atas Rp11 juta pada kondisi pertama untuk dibandingkan dengan Rp11 juta pada kondisi kedua. Rumusnya masih sama, namun dengan posisi ruas yang berbeda, yakni:
Dengan asumsi n dan i yang sama, maka:
Ternyata, FV-nya adalah Rp11,6 juta. Artinya, uang Rp11 juta di putaran pertama setara dengan Rp11,6 juta di tahun berikutnya. Makin jelas kan?Â
Secara nilai kini atau PV, kondisi pertama lebih baik daripada kondisi kedua (Rp11.000.000 > Rp10.377.358). Begitupun secara nilai yang akan datang atau FV, kondisi pertama lebih baik daripada kondisi kedua (Rp11.660.000 > Rp11.000.000).Â
Inilah mengapa saya tidak suka dengan arisan. Selain karena ketidakadilan tadi, arisan juga saya pandang sama saja dengan berutang. Bedanya, ini dikemas dengan acara-acara sosial.Â
Satu-satunya model arisan yang saya rasa cukup adil adalah model arisan lelang, meskipun tetap saja sama-sama bentuk lain dari berutang dan saya tidak suka.Â
Semoga dengan ini teman-teman yang pernah saya tolak ajakan arisannya mengerti, dan semoga tulisan ini bisa menjadi pencerahan bagi masyarakat pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H