Mohon tunggu...
Aldi Gozali
Aldi Gozali Mohon Tunggu... Akuntan - A lifelong learner

A true learner who loves to write about business, economics, and finance. | All the articles here are originally taken from https://aldigozali.com. Visit there for more articles. | Twitter: @aldigozali | Email: aldi.gozali@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

The Greater Fool Theory: Seperti Apa dan Bagaimana Menyikapinya?

14 Agustus 2021   10:23 Diperbarui: 24 Februari 2022   12:07 4890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, mengingat aktivitas dalam teori ini sangat berisiko dan seringkali harus dilakukan dengan memanfaatkan pertumbuhan jangka pendek, biasanya mereka yang memiliki kemampuan finansial signifikanlah yang akan diuntungkan mengingat lebih besarnya ruang yang mereka miliki untuk melakukan diversifikasi portofolionya dan menahan kerugian tatkala suatu aset yang mereka miliki tidak menghasilkan. Tidak heran kalau orang-orang seperti Elon Musk lah yang akhirnya diuntungkan.

Lalu, siapa saja yang dapat dirugikan? Tentu siapapun bisa. Namun tanpa bermaksud kurang ajar, para pemain kecil yang kemampuannya pas-pasan namun hasrat meraup keuntungannya gila-gilaan seperti Anda dan teman-teman Anda, itulah yang lebih mungkin dirugikan. 

Sekali lagi, semua ini sangat bergantung pada momentum. Siapa yang mampu mengantisipasi momentum, dialah yang akan diuntungkan. Sementara yang tidak mampu, merekalah yang akan dirugikan.

Silakan cek sendiri, berapa banyak teman kita yang uang/modalnya "nyangkut" karena mengharapkan keuntungan yang tak kunjung datang setelah ikut-ikutan membeli suatu aset, sedangkan di sisi lain ia juga tidak rela menarik modal dan merealisasikan kerugiannya. Seperti peribahasa "hidup sungkan mati tak mau" akhirnya.

Kenapa dan Bagaimana Menghindarinya?

Saya paham bahwa hukum pasar membuat semua itu dapat terjadi. Artinya, memang sah-sah saja terjadi selagi penawaran (supply) dan permintaannya (demand) masih ada. Batu akik, daun Janda Bolong, ikan Cupang, bunga Tulip, dan lain-lain, bahkan kertas polos sekalipun, tidak ada yang bisa melarangnya untuk unjuk gigi selagi pasarnya masih ada.

Hanya saja yang saya khawatirkan, kondisi seperti ini sengaja digoreng sehingga mengundang lebih banyak aksi spekulasi dan bisa merambah ke sektor lain yang konteksnya lebih vital dan dampaknya sistemik bagi perekonomian.

Manifestasinya, orang-orang semakin banyak terpengaruh oleh tren yang terjadi, yangmana tidak seorangpun tahu dimana ujung dari tren itu.

Hingga akhirnya, mereka yang sudah terlanjur merogoh kocek besar-besaran di saat tren itu mulai hilang akan merugi. Ini seperti gelembung ekonomi yang kita tidak tahu kapan bisa pecah (lebih jelasnya terkait ini, silakan baca di sini).

Oleh karenanya, saya merasa memiliki tanggung jawab moril untuk mengingatkan agar Anda terhindar dari kondisi demikian.

Saran saya agar terhindar dari aktivitas tekdung lebat, pertama, selalu kedepankan evaluasi berdasarkan nilai-nilai kewajaran dengan menganalisis fundamental sebuah aset.

Utamakan rasionalitas dan nomor sekiankan faktor emosional Anda. Apabila hal-hal yang fundamentalnya saja sudah tidak jelas, sebaiknya hindari saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun