Keamanan
Selain itu, faktor keamanan juga sangat menentukan dalam hal ini. Banyak masyarakat yang lebih percaya bertransaksi dengan uang tunai dikarenakan faktor ini. Padahal, kalau para pemangku kebijakan bisa mengatasi hal ini, potensi keuntungan yang bisa dihasilkan dari sistem nontunai akan sangat besar. Bagaimana tidak, konsumsi rumah tangga di Indonesia memiliki porsi lebih dari 50% dari total PDB. Porsi sebesar itu jelas akan memberikan keuntungan yang sangat besar jika sistem nontunai dapat terselenggara secara optimal.
Sayangnya, kasus kejahatan siber (cybercrime) masih mewarnai pelaksanaannya. Kasus pencurian uang nasabah melalui virus malware belum lama ini adalah contohnya. Kasus yang merugikan nasabah kurang lebih sebesar Rp130 miliar ini jelas akan mempengaruhi perkembangan sistem nontunai jika tidak segera ditangani. Untuk itu, BI perlu lebih menggalakkan himbawannya kepada para penyedia layanan sistem pembayaran nontunai dan semua pihak terkait untuk terus meningkatkan keamanan aplikasi mereka dengan selalu melakukan pembaharuan sistem secara berkala.
Â
Konklusi
Tiga faktor di atas saya katakan sangat penting karena akan sangat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penyelenggaraan sistem nontunai. Seperti kinerja pasar keuangan pada umumnya, sistem nontunai tidak akan bisa berjalan tanpa adanya kepercayaan masyarakat. Regulasi harus secara penuh memberikan kepastian hukum kepada para pelakunya. Pembangunan infrastruktur harus dilakukan secara struktural agar penggunaan sistem nontunai dapat menyentuh masyarakat dari semua kalangan. Data pribadi para penggunanya harus terjamin keamanannya agar tak menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kejahatan siber, yang mungkin saja bisa berujung pada rusaknya pencapaian penyelenggaraan sistem nontunai. Semua ini pada akhirnya akan kembali kepada fokus utama otoritas, yakni stabilitas sistem keuangan (SSK), dimana jika hal itu terjaga, perekonomian negara pun pasti terjaga.
Ngomong-ngomong, masih ada satu tantangan lagi yang belum saya sebutkan — tantangan yang menurut saya harus juga dipertimbangkan, yakni resistensi dari masyarakat, khususnya para pengamat dan ekonom, yang konservatif. Kelompok ini akan selalu mengkritisi penyelenggaraan masyarakat nontunai karena mereka menganggap hal ini akan mengubah dan membawa makna atau hakikat ekonomi yang sebenarnya ke jalur yang sangat rentan untuk disalahgunakan, mengingat uang tak akan lebih dari sekadar angka virtual dan tidak akan ada lagi yang namanya privasi saat kampanye ini benar-benar berhasil mencapai sasarannya.
Yang lebih mencuri perhatian mereka, termasuk saya juga sih sebetulnya, yaitu pernyataan kalau sistem nontunai bisa menghindarkan kita semua dari krisis global. Ini adalah pernyataan yang benar-benar tidak terbukti kebenarannya mengingat krisis masih bisa melanda negara-negara maju meskipun mereka sudah berada pada level terdepan (advanced) dalam penyelenggaraan masyarakat nontunai. Krisis keuangan di Zona Eropa adalah buktinya.
Untuk bisa memahami semua hal ini, kita memang perlu tahu terlebih dahulu bagaimana sebenarnya ekonomi itu bekerja dan bagaimana awal-mulanya uang bisa memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Terkait hal ini, saya akan usahakan membuatkan tulisan khusus agar dapat membantu teman-teman semua memahaminya sehingga kita semua pada nantinya mampu merespons hal ini dengan tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H