Ini menjadi fakta menarik, bagi saya khususnya, karena mengartikan sistem transaksi nontunai sudah banyak diterima dan menjadi tren di tengah-tengah masyarakat dunia, khususnya di Indonesia. Pemerintah dan BI memiliki peran sentral dalam hal ini. Pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh BI dan gencarnya pembangunan infrastruktur pembayaran nontunai oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah menjadi bukti keseriusan mereka dalam mewujudkan masyarakat yang bertransaksi secara nontunai (cashless society).
Â
Mengapa Nontunai
Untuk bisa sukses menyelenggarakan sistem pembayaran nontunai secara lebih luas dan merata, pihak-pihak berwenang harus mampu meyakinkan seluruh masyarakat, khsusnya para pelaku usaha di semua sektor, kalau mereka akan mendapatkan banyak manfaat dari sistem ini, yang di antaranya adalah:Â
- Efisien -Â Sistem pembayaran nontunai memungkinkan masyarakat dan perusahaan-perusahaan untuk menekan biaya operasionalnya seperti biaya transportasi untuk menyetorkan uang ke bank beserta biaya pengawalannya. Di sisi lain, BI pun bisa berhemat dalam hal biaya pengelolaan uang rupiah yang meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan.Â
- Praktis -Â Masyarakat tidak akan dipusingkan akan berapa banyaknya uang yang harus dibawa dan dengan apa mereka harus membawa semua itu. Dalam dunia nontunai, semua itu bisa teratasi hanya dengan sebuah kartu, gadget, ataupun chip.Â
- Higienis -Â Seiring semakin ditinggalkannya uang tunai (kertas ataupun logam), risiko terkontaminasi penyakit yang disebabkan kuman dalam uang semakin berkurang.
- Lebih Aman -Â Segala risiko keamanan terkait uang seperti kehilangan, kecurian, penipuan, dan persoalan-persoalan lainnya akan berkurang, selama media nontunai yang digunakan dan kata kuncinya terjaga tentunya.Â
- Menciptakan Inklusi Keuangan -Â Akses masyarakat akan menjadi semakin luas dalam sistem pembayaran. Diharapkan hambatan-hambatan (barriers) yang menyebabkan masyarakat kurang menyentuh sistem pembayaran (unbanked people) dapat teratasi.
- Menghindarkan dari Kerugian Dikarenakan Kecerobohan -Â Kejadian-kejadian yang secara tak disengaja yang dapat merugikan masyarakat seperti kesalahan pencatatan dan perhitungan dapat terhindarkan.Â
- Menghindarkan dari Kerugian Dikarenakan Kejadian-Kejadian Luar Biasa -Â Kejadian-Kejadian luar biasa (extraordinary events) seperti bencana alam, kecelakaan, kebakaran, dan lain sebagainya dapat sangat merugikan. Dalam dunia nontunai, kerugian seperti ini akan dapat diminimalisir dikarenakan aset berupa uang tunai (cash) tak lagi banyak disimpan.Â
- Andal dalam Segala Bentuk Transaksi -Â Skala transaksi, khususnya yang berskala kecil, tak lagi menjadi persoalan. Dalam dunia nontunai, masyarakat tak perlu lagi direpotkan dengan uang pecahan kecil sebagai kembaliannya.Â
- Perencanaan Bisnis Lebih Akurat - Dari sisi dunia usaha, melakukan perencaan akan lebih mudah dengan terselenggaranya sistem pembayaran nontunai. Ini dikarenakan dalam sistem ini semua transaksi akan tercatat secara rapi, terperinci, dan lengkap. Â
- Menutup Celah Pemalsuan Uang -Â Jika sistem pembayaran nontunai terselenggara secara penuh, tindakan kriminal berupa pemalsuan uang tak lagi mendapat ruang. Dengan demikian, tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan.Â
- Mempersempit Ruang Tipikor dan TPPU -Â Dengan segala transaksi tercatat secara rapi, terperinci, dan lengkap dalam sistem nontunai, akan lebih mudah bagi institusi-institusi penegak hukum untuk menangani tindak pidana korupsi (tipikor) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jadi, siapapun yang berharap tipikor dan TPPU hilang dari pemberitaan sehari-hari, semestinya sistem semacam ini memberikan harapan baru bagi mereka.
Â
Tantangannya
Semua manfaat di atas akan memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara secara keseluruhan. Ambillah satu contoh: korupsi. Dengan semakin hilangnya korupsi, anggaran negara akan lebih terjaga. Program-program pembangunan akan dapat dijalankan secara lebih optimal sehingga pembangunan ekonomi tidak tersendat dan pertumbuhannya pun diharapkan pesat. Itu baru satu hal, kita bisa bayangkan bagaimana jika semua manfaat tersebut kita perhitungkan.
Akan tetapi, semua itu bukan berarti tanpa tantangan. Di Indonesia, banyaknya masyarakat yang lebih percaya dengan uang tunai sebagai sarana bertransaksi mereka menjadi salah satunya, seperti diungkapkan BI dalam materi presentasinya. Ini dan semua tantangan lainnya, menurut saya, berhulu pada tiga faktor utama, yakni: regulasi, infrastruktur, dan keamanan.
Regulasi
Segala upaya untuk mendorong dan mewujudkan masyarakat nontunai harus dibarengi dengan aturan yang jelas, yang memungkinkan semua pihak mengikuti kemajuan secara terstruktur demi mencapai manfaat penuh dari aktivitas ekonomi. Untungnya, Indonesia telah memiliki beberapa aturan terkait, seperti:
- Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money/E-Money)
- PBI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
- PBI No.14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu
Yang selanjutnya perlu diperhatikan dari aturan-aturan di atas adalah tata cara pelaksanaannya. Setiap aturan seharusnya sudah mempertimbangkan pandangan berbagai pihak terkait sehingga setiap kepentingan bisa terakomodasi dengan baik. Selain itu, potensi masalah yang dapat ditimbulkan suatu aturan pun harus diperhatikan. Jangan sampai aturan yang ada berujung pada banyaknya protes atau bahkan gugatan ke meja hijau sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Dikarenakan penyelenggaraan masyarakat nontunai ini tak bisa dilepaskan dari peran perbankan dan mengingat Undang-Undang Perbankan masih dalam proses pembahasan bersama DPR untuk direvisi, hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
Infrastruktur
Sambil mengiringi aturan-aturan yang ada berproses, terdapat kebutuhan yang juga harus terpenuhi, yakni infrastruktur. Infrastruktur menjadi persoalan struktural, bukan hanya pada sektor riil melainkan pula sektor keuangan, yang jika tidak segera dicarikan solusinya, akan menghambat pencapaian sasaran perekonomian dalam jangka panjang. Tidak meratanya sebaran dan belum terstandarisasinya infrastruktur adalah apa yang masih dihadapi Indonesia saat ini. Koordinasi BI selaku otoritas moneter dan pemerintah selaku otoritas fiskal sangat diperlukan dalam hal ini. Kita semua tahu kalau pembangunan infrastruktur memerlukan kondisi fiskal yang sehat agar dapat tercapai secara efektif, dan semua itu bergantung pula pada dukungan kebijakan moneter yang tepat.
Infrastruktur terkait cita-cita mewujudkan masyarakat nontunai memang sudah tersedia saat ini namun masih harus terus dikembangkan hingga mencapai titik dimana para pelakunya siap untuk memasuki era ekonomi nontunai, dan sistemnya pun harus berkelanjutan dan benar-benar bisa diterima dimana-mana sehingga semua orang bisa memilih untuk bertransaksi secara nontunai dimanapun dan kapanpun.