[caption id="attachment_330000" align="aligncenter" width="490" caption="Grafik harga minyak mentah WTI."][/caption]
Setelah isu pengetatan moneter (tapering-off) dan penaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), kini fokus perekonomian global tertuju pada anjloknya harga minyak mentah dunia. Sempat dikira hanya mengalami koreksi sehat, nyatanya minyak mentah (crude) terus mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir. Sebut saja minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) yang terus turun menuju harga terrendah 2 tahunan di level US$80 per barel (bbl). Ini merepresentasikan penurunan terdalam sejak 2012 yang sebesar 25% dari level tertinggi tahunannya di level US$107.71 bbl.
Banyak yang tak menduga harga minyak dunia turun sedalam ini. Pasalnya, ini terjadi di tengah kondisi geopolitik yang memanas di beberapa negara penghasil minyak. Sebutlah Irak yang sedang dilanda konflik dengan sekelompok militan yang menamakan diri mereka Islamic State of Iraq & Syria (ISIS). Ancaman yang ditimbulkan dari kelompok ini sewajarnya membuat harga minyak dunia melambung, bukannya anjlok. Terlebih dengan adanya berita yang menyebutkan bahwa ISIS telah berhasil mengambil alih beberapa kilang minyak di negara bekas pimpinan Saddam Husein tersebut. Lantas apa gerangan yang sedang terjadi?
Persoalan Supply & Demand
Proyeksi Permintaan Minyak Dunia Rendah
Beberapa catatan bisa diambil dalam hal ini, salah satunya adalah adanya pesismisme yang terjadi pada proyeksi permintaan minyak dunia. Bukan suatu hal yang mengejutkan ketika International Monetary Fund (IMF) menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi global tahun 2014-2015 -- karena perlambatan yang terjadi di China, Brazil, Rusia, dan Uni Eropa --Â International Energy Agency (IEA) pun memangkas proyeksinya pada permintaan minyak dunia. IEA memangkas proyeksi permintaan minyak dunia untuk tahun 2014 dari 92,6 juta barel per hari (bph) menjadi 92,4 juta bph. Ini berarti permintaan tahun 2014 diproyeksi hanya akan tumbuh sebesar 0,7 juta bph dari realisasi yang terjadi pada tahun sebelumnya.
[caption id="attachment_329991" align="aligncenter" width="560" caption="Proyeksi permintaan minyak global versi IEA."]
Catatan lainnya adalah pelemahan data pasar internasional yang dipimpin China, yang diikuti beberapa negara asia lainnya. Hal ini sejalan dengan outlook yang dirilis IMF -- bahwa pertumbuhan ekonomi global masih akan melambat -- dan disinyalir turut menjadikan permintaan minyak dunia terpangkas. Tak aneh jika kemudian keadaan-keadaan ini membuat harga minyak merosot -- dikarenakan ketimpangan neraca penawaran dan permintaan (supply and demand) yang lebih condong pada sisi penawarannya.
Laporan dari Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) terkait minyak AS semakin mempertegas kondisi ketimpangan tersebut. Organisasi yang berbasis di Vienna, Austria itu melaporkan adanya peningkatan cadangan dan produksi minyak AS yang cukup konsisten selama beberapa tahun terakhir. OPEC pun secara implisit memprediksi jika AS akan mampu mengungguli Arab Saudi dalam hal produksi minyak dalam beberapa tahun ke depan. Kondisi seperti ini tentu dapat mempengaruhi permintaan minyak dunia secara signifikan tatkala AS mengurangi ketergantungannya pada minyak impor dengan minyak yang diproduksinya sendiri.
Grafik-grafik di bawah adalah gambaran atas penjelasan-penjelasan di atas (sumber: OPEC).
Keterangan: tb/d = thousand barrels per day, mb/d = million barrels per day.
Produksi Negara-Negara OPEC dan Non-OPEC Terus Meningkat
Ketimpangan neraca penawaran-permintaan menjadi semakin jelas dengan dirilisnya laporan OPEC terbaru. Laporan tersebut mengungkapkan adanya tambahan produksi minyak OPEC dan persediaan minyak secara keseluruhan pada bulan September lalu. Pada bulan tersebut OPEC berhasil memproduksi minyak sebanyak hampir 30,5 juta bph. Meskipun hanya meningkat tipis dibanding produksi bulan Agustus namun secara year-to-date peningkatan ini terbilang cukup signifikan. Persediaan minyak dunia pun tercatat meningkat di bulan September sebanyak 0,54 juta bph menjadi 92,3 juta bph.