Mohon tunggu...
Aldi Afandi
Aldi Afandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Isyarat Friendzone yang Keras Kepala

14 Oktober 2018   09:45 Diperbarui: 14 Oktober 2018   10:38 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Touch me once again (www.kompasiana.com)

Siang hari di parkiran kampus yang ramai

"Aku pulangnya sama kamu ya." katanya.

Aku mengangguk dengan penuh rasa pertimbangan. Aku sedikit cemas dengan permintaan&senyummu yang datang terlihat tulus. Senyummu yang memantul dari spion motorku. Aku rasa ada yang salah denganmu. Sebelumnya, aku sengaja mencuri snack yang ada di tas kecilmu. Itu bukan sebuah isyarat.

Selama perjalanan kamu menyanyikan lagu favorit yang pernah ku dengar sebelumnya. Tak banyak yang kita bicarakan.  

"Terima kasih tumpangannya, hehe." pungkasnya.

"Iya. Sama-sama" kataku.

Dengan tenang aku mengenangmu, aku merasakan beban tubuhmu seperti masih memboncengmu, seiring dengan tambah ruwetnya pemikiranku. Barangkali kamu ingin melupakannya yang mengisi hidupmu, atau jangan-jangan sebagai pelarian semata. Entahlah, semakin ruwet.

Kau terus mengabariku, menelepon sesekali, mengajak bertemu di akhir pekan, menonton film terbaru, hingga membuat aku semakin tertarik pada senyummu yang lolos melewati pintu kaca ruangan kelasmu. Rasanya aku ingin menghabiskanmu suatu malam. Sungguh.

Di kantin, kamu menyebut tipe laki-laki yang bakal meminangmu. Berkumis tipis, kulit sawo matang, perawakan sedikit tinggi, rajin ibadah dan pintar. Tidak terlalu spesifik. Namun itu sebuah isyarat yang justru membuatku jumawa. 

Banyak asumsi saat kamu menuangkan air minum di gelas itu. Yang pertama, mungkin kamu ingin meminumnya sendiri. Kedua, kamu ingin mengambilkanku. Ketiga, kamu membiarkan gelas itu terisi air hingga meluber dan menumpahi celanamu. Lagi-lagi ini sebuah isyarat, ini bukan sembarang asumsi.

Kamu menawarkanku pergi berlibur. Ada sebuah harapan bahwa aku bisa membidikmu dari jarak dekat dengan bunga yang diselipkan ditelingamu. Aku pikir, alangkah baiknya jika kita foto bersama, agar nanti menjadi dokumen-dokumen yang akan kita tampilkan dalam sebuah pernikahan yang mewah. Ahh, aku jatuh cinta. Aku yakin dia juga, karena kita selalu bersama. Aku mbatin.

Kebersamaan, pencitraanku terhadap keluargamu, hingga cafe andalan yang biasa menjamu kita menjadi modal bahwa kita telah menjadi sepasang kekasih. Aku mengatakan cinta, dan kau membalasnya. Aku rasa kamu sangat tulus. Tidak ada drama. Aku pun tidak menaruh curiga. Bahwa kita lebih dari teman biasa.

Di bangku paling belakang, aku memantapkannya. Aku mengungkap semua. Namun, kata pembuka "maaf"membuat hatiku terkoyak. Kamu seperti fatamorgana, aku kecewa. Tapi aku mencium ketulusanmu. Kamu pasti menyayangiku lebih dari teman.

"Ahh.. lama-kelamaan dia juga bakal menerimaku." pikirku.

Semua berjalan seperti biasa. Sampai akhirnya, kini aku hidup dengan bayang-bayangmu. Salahmu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun