Otonomi dalam konteks keadilan mengacu pada hak setiap individu untuk memiliki kendali penuh atas hidup, dan keputusan pribadinya tanpa adanya paksaan atau intimidasi. Dalam kasus Cut Intan Nabila, kekerasan yang dialaminya adalah pelanggaran terhadap hak otonomi, di mana sebagai individu dan seorang istri, ia seharusnya memiliki kebebasan untuk menjalani kehidupan pernikahan tanpa ketakutan akan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan suaminya ini mengurangi keselamatan dan kesejahteraan atas drinya, yang merupakan bentuk ketidakadilan karena merampas hak dasarnya untuk hidup secara aman dan bermartabat.
Dalam perspektif keadilan, setiap pasangan memiliki hak atas otonomi dan martabat yang sama dalam hubungan pernikahan, tanpa ada pihak yang mendominasi atau merendahkan pihak lainnya. Dengan adanya kekerasan, keseimbangan ini menjadi rusak, sehingga hak Cut Intan sebagai individu yang mandiri dan setara dalam hubungan tidak terpenuhi.
Distribusi dalam teori keadilan menyangkut alokasi yang adil dari hak, kewajiban, dan perlakuan dalam sebuah hubungan. Dalam konteks pernikahan, distribusi yang adil berarti hak-hak dan kewajiban di antara pasangan harus dibagi dengan setara dan tidak ada pihak yang menerima perlakuan lebih baik atau lebih buruk dari pihak lainnya. KDRT yang dialami Cut Intan Nabila menunjukkan distribusi yang tidak adil dalam hubungan tersebut, di mana suami memiliki kekuatan yang lebih besar secara fisik maupun emosional, yang digunakan untuk menindas dan merendahkan.
Distribusi keadilan dalam sebuah hubungan idealnya mencakup hak yang seimbang untuk saling mendukung dan melindungi, serta tanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan masing-masing. Ketika distribusi keadilan ini terganggu, seperti dalam kasus KDRT, satu pihak menjadi korban dan kehilangan haknya untuk diperlakukan dengan adil. Hal ini mengakibatkan korban merasa terjebak dan tidak mampu memperoleh perlakuan yang setara.
- Responsinbility (Tanggung Jawab)
Responsibility atau tanggung jawab dalam teori keadilan adalah kewajiban moral untuk bertindak adil dan tidak merugikan orang lain. Dalam pernikahan, masing-masing pasangan memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan emosional dan fisik satu sama lain. Tanggung jawab ini mencakup kewajiban untuk menghindari perilaku yang dapat menyakiti atau merugikan pasangan. Dalam kasus Cut Intan Nabila, suami yang melakukan kekerasan mengabaikan tanggung jawabnya untuk melindungi dan mendukung istrinya. Kekerasan yang dilakukan suami menunjukkan kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab moralnya sebagai pasangan. Dengan berbuat kekerasan, ia tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga mengabaikan tanggung jawab dasar yang seharusnya dipenuhi dalam sebuah pernikahan.
Seperti firman Allah dalam surah Al-Ma'idah, ayat 8 yaitu
- يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ٨
Yang artinya " Wahai orrang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan".
Ayat ini menekankan pentingnya berlaku adil terhadap semua orang. Jika di dalam konnteks keluarga, ayat ini menegaskan bahwa setiap pasangan memiliki tanggung jawab untuk memperlakukan pasangannya dengan adil dan tidak menindas.
jika dikaitkan dalam pancasila sila kedua "kemanusiaan yang adil dan beradab", yang mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk mengorhati martabat manusia dan bersikap adil terhadap orang lain. Sila ini menegaskan akan pentingnya sifat kemanusian dan keadilan terhadap kedua pasangan yang sama-sama memiliki hak dak kewajiban yang setara. Dalam kasus KDRT yang dialami Cut Intan Nabila, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya tidak mencerminkan sikap kemanusian dan keadilan yang terdapat dalam sila kedua pancasila. Hal ini bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang dimana Amor suaminnya merampas hak korban untuk hidup aman dan bebas dari intimidasi, serta menurunkan nilai mertabatnya sebagai perempuan yang seharusnnya dihormati dan dilindungi.
Seperti firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 21 :
- وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ
Yang artinya " Di antara tanda-tanda (kebesaran)-nya ialah bahwa dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tentram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang"