Mohon tunggu...
Aldian Alfrillianda
Aldian Alfrillianda Mohon Tunggu... Programmer - error 404:location not found

kamu belum follow aja, aku udah follow back.

Selanjutnya

Tutup

Money

Filsafat Ekonomi: Kelangkaan (Scarcity)

30 Juni 2020   14:00 Diperbarui: 30 Juni 2020   14:06 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Abstrak

Dalam Ekonomi Islam, jika kita kembali ke masalah kelangkaan makanan menurut Malthus yang disebabkan oleh ledakan populasi yang tidak diseimbangi dengan jumlah makanan di dunia, maka pada intinya, Allah SWT telah menganugerahkan alam dan isinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Setiap manusia sudah memilki bagianya masing masing, sehingga tidak ada kekurangan dalam hal makanan terkait dengan peningkatan populasi yang terjadi. Dalam teori Malthus, mengingatkan kita bahwa pertumbuhan populasi masih harus memperhatikan kelestarian lingkungan, artinya harus disesuaikan dengan daya dukung dan kapasitas lingkungan.

Kata kunci : Kelangkaan, Robert Malthus, Ekonomi Islam

 

Abstrack

In  Islamic  economics,  if  we  return  to  the problem  of  food  scarcity  that  Malthus  argues  is  caused  by  the  explosion  of population that is not illuminated with the amount of food in the world, then in  essence,  Allah SWT  has  bestowed  nature  and  its  contents  to meet  human needs.  Every  human  being  already  has  a  part  or  their  respective  benefits,  so there can be no shortage in terms of food related to the increase in population that   occurs. Ideally   Malthus's theory   reminds   us   that population  growth  must  still  pay  attention  to  environmental  sustainability, meaning   that   it   must   be   adjusted   to   the   carrying   capacity   and   the environmental capacity.

Keyword : Scarcity, Robert Malthus, Islamic Economics

 

 

 

Pendahuluan

Manusia tentunya membutuhukan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia yang semakin bertambah seiring dengan berkembangnya zaman. Semua permasalahan manusia dalam memenuhi kebutuhanya, sebenarnya berawal dari adanya ketidakseimbanagan antara ketersediaan sumber daya dengan banyaknya macam kebutuhan manusia (Rahmawaty, 2011). Manusia yang semakin lama bukanya semakin dikit tetapi semakin banyak dengan berbagai macam kebutuhnaya, dapat diartikan bahwa kebutuhan barang dan jasa pun semakin meningkat. Nah, berbicara tentang barang dan jasa, tentunya tidak terlepas dari penyedia sumber daya itu sendiri, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sehingga, dalam ekonomi konvensoinal muncul yang namanya kelangkaan (scarcity) dimana mereka beranggapan bahwa kebutuhan atau keinginan manusia itu tak terbatas sedangkan sumberdaya-nya yang terbatas sehingga tu menjadi permasalhan pokok dalam ekonomi.

Salah satu tokoh ekonom kapitalis yang memberikan pemikiranya tentang scarcity adalah Thimas Robert Malthus. Menurut malthus angka peningkatan populasi manusia tidak dibarengi dengan tersedianya jumlah makanan didunia, sehingga ledakan penduduk baginya adalah ancaman. Malthus menekankan pentingnya umtuk melakukan pembatasan laju perkembangan populasi penduduk (Novianto, 2017). Pertumbuhan penduduk mengakibatkan pertambahan kebutuhan manusia akan barang dan jasa.

Intinya teori Malthus mengingatkan kita bahwa pertumbuhan penduduk tetap harus memperhatikan kelestarian lingkungan, artinya harus disesuaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal ini perlu dilakukan karena pembangunan yang dilakukan sekarang ini, jangan sampai merusk ataupun merebut hak- hak generasi masaa depan. Pembangunan harus ditujukan untuk mensejahterakan masyarakay sekarang dan generasi masa depan. Teknologi dan segala bentuk perkembanganya diharapkan mampu menciptakan kehidupan yang jauh lebi baik di masa sekarang dan juga di masa mendatang.

Mengenai kelangkaan, ekonomi kapitalis belum mampu memecahkan persoalan kebutuhan manusia sampai sekarang ini, hal ini diungkapkan oleh Murasa sebagaimana dikutip oleh Euis Amalia bahwa ada suatu masalah besar dan sangat mendasar dalam ilmu ekonomi konvensional, yaitu ketidakmampuan ilmu tersebut dalam memecahkan persoalan kebutuhan manusia. Teori – teori yang telah ada, terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan. Yang terjadi justru adanya pertentangan antara kepentingan individu, masyarakat dan negara (Qomar, 2016).

Dalam alqur’an sudah dilaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi dengan sarana yang dapat memenuhi kebutuhan hidup. Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di langit maupun dibumi untuk manusia, hal ini terdapat pada firman-Nya dlam QS> al-baqarah/2:29 yaitu :

Artinya : dia-lah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikanya tujuh langit dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Sayyid Qutbh menafsirka bahwa perkataan “untuk kami” dalam ayat ini memiliki makna yang dalam dan memiliki kesanyang dalam pula ini merupakan kata pasti yang menetapkan bahwa Allah menciptakan manusia ini untuk urusan yang bear. Diciptakanya manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, menguasai dan mengelolanya. Mereka adlah makhluk tertinggi di dalam kerajaan yang terhampar luas ini, dan merekalah majikan pertama dalam warisan yang banyak ini (Qutbh,2008).

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan membaca buku-buku dan karya – karya ilmiah yang di publikasikan di media elektronik. Pengeolaan data menggunakan teknik-teknik pengitipan langsung dan tidak langsung. Kutipan langsung, yaitu penulis mengutip pendapat atau tulisan orang secara langsung sesuai dengan aslinya, tanpa sedikitpun mengubah susunan redkasinya. Sedangkaan kutipan tidak langsung, yaitu mengutip pendapat orang lain dengan cara menambah atau mengurangi susunan redaksinya dengan mengganti susunan redaksi yang baru tanpa mengubah makna atau isi redaksi sebelumnya.

Hasil dan Pembahasan

Scarcity atau kelangkaan, menurut ilmu ekonomi, mempunyai dua makna, yaitu: pertama, terbatas dalam arti tidak cukup dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan manusia. Kedua yaitu terbatas dalam arti manusia harus melakukan pengorbanan untuk memperolehnya. Inti dari konsep ekonomi konvensional yaitu seseorang itu pasti memiliki kebutuhan atau keinginan yang tidak terbatas sedangkan kebutuhan sumber daya yang dimiliki terbatas sehingga menyebabkan setiap orang harus memilih di antara pilihan-pilihan yang ada untuk mencapai kepuasan maksimum. Kebebasan yang dimiliki oleh individu dalam memenuhi kebutuhan cenderung mementingkan diri sendiri (selfishness) tanpa peduli kesejahteraan hidup orang lain. Apapun usaha dan kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam sistem ekonomi ini, semuanya dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri dengan sebebas-bebasnya. Implikasinya yaitu memperlebar ―gap” antara si kaya dan si miskin yang pada gilirannya, akan merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Seperti berlaku di Indonesia, misalnya, golongan kaya-raya bahkan pada kenyataannya telah menguasai mekanisme penentuan harga di pasar yang secara teori seharusnya terbentuk melalui mekanisme penawaran dan permintaan antara konsumen dan produsen. kebebasan dan keuntungan individu sebagai pendorong lajunya roda perekonomian negara telah mengakibatkan pudar dan bahkan hilangnya nilai-nilai rasionalitas masyarakat dalam membangunan negara, dan bahkan telah menjadikan hawa nafsu sebagai acuan dalam berbagai tindakan mereka.

Dalam ekonomi Islam, sumber ekonomi ciptaan Allah yang terdiri dari tanah, buruh, modal dan entrepreneurship itu tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, konsep kelangkaan (scarcity) yang ada dalam ekonomi konvensional itu ditolak oleh ekonomi Islam. Kerena kalau kita mengatakan sumberdaya ekonomi itu langka dan terbatas, maka secara tidak langsung kita mengatakan bahwa Allah Yang Maha Perkasa itu lemah dan tidak berdaya. Berikut ini adalah beberapa firman Allah SWT yang menegaskan bahwa Allah telah menciptakan sumberdaya ekonomi yang tidak terbatas baik yang bersumber dari langit, darat, dan bahkan dari lautan untuk digunakan secara optimal dalam membangun ekonomi umat, dapat kita lihat dalam ayat berikut: “…dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak mampulah kamu menghitungnya…” (Q.S. Ibrahim: 34); “Adalah Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai“; (Q.S. Ibrahim: 32)

Merujuk pada makna ayat-ayat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, sebenarnya, bukanlah sumber daya alam (nikmat) Allah swt yang terbatas, melainkan kemampuan (ilmu) dan ketaqwaan manusialah yang terbatas untuk mengekplorasi dan mendistribusikan sumber daya secara optimal dan adil. Penggunaan dan pendistribusian sumberdaya alam secara tidak tepat dan adil oleh manusia yang serakah juga telah menyebabkan sebagian manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pendek kata, Islam tidak mengenal konsep kelangkaan (scarcity) sumber daya alam, yang ada hanyalah terbatasnya kemampuan (ilmu) manusia untuk mengekplorasi sumber daya alam dan tipisnya kadar keimanan dan tingkat ketaqwaan (ikhtiar/do‘a) umat dalam usahanya untuk membangun ekonomi.

Kesimpulan

Dalam  ekonomi  syariah,  adanya  kesadaran  manusia  sebagai  seorang  muslim  bahwa  segala problema kehidupan pemecahannya harus berdasarkan Islam, jika kita kembali kepada masalah kelangkaan pangan yang Malthus kemukakan disebabkan oleh  meledaknya populasi penduduk yang  tidak  diberangi  dengan  jumlah  makanan  di  dunia,    maka  kita  akan  jumpai  firman  Allah SWT  dalam  Q.S.  Ibrahim  ayat  32-34 sebagaimana  telah  dijelaskan di atas.

Pada hakikatnya, Allah SWT telah menganugerahkan alam beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan manusia.   Setiap   manusia   sudah   memiliki   bagian   atau   rizkinya   masing-masing sehingga tidak mungkin ada kekurangan dalam hal pangan terkait dengan pertambahan jumlah penduduk  yang  terjadi.  Segala  sesuatu  yang  ada  di  dunia  ini sudah  diperhitungkan  oleh  Allah SWT  dan  diserahkan  kepada  manusia  sebagai  khalifah  di  bumi  ini,  maka  seyogyanya manusia mampu  untuk  mengelola  dan  mengolahnya  dengan  baik  dan  benar  bukan  demi  kelangsungan hidup jangka pendek saja  melainkan juga  jangka panjangnya. Namun, kebodohan, keserakahan dan  sikap  mubadzir  (sia-sia)  pada  diri  manusia  itu  sendiri  yang  sering  menjadi  kendala  dalam penyediaan kebutuhan-kebutuhan.

Sikap negatif manusia ini yang menjadi faktor  kerusakan,  seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan. Kerusakan yang disebabkan  oleh  manusia  inilah  yang  diindikasikan  menjadi  salah  satu  penyebab  terjadinya kelangkaan sumber daya bagi generasi mendatang. Sehingga pada dasarnya kelangkaan pangan di  masa  mendatang  bukan  terjadi  karena  pertumbuhan  manusia  yang  begitu  pesat  yang  tidak diimbangi  dengan pertumbuhan  sumber  daya  pangan,  akan  tetapi  hal  ini  terjadi  sebagai  akibat dari  perbuatan  manusia  itu  sendiri  yang  tidak  benar  dalam  mengelola dan  memanfaatkan sumber daya pangan yang ada.

 

Daftar Pustaka

Rahmawaty, A. (2011). Ekonomi Mikro Islam. Kudus: Nora Media Enterprise

Novianto,  A.  (2017).  Memperbesar  Tentara  Cadangan  Pekerja:  “Bonus  Demografi”  dan  Ekonomi Politik    Negara    Neoliberal    Di    Indonesia, Kawistara Vol.    7    No.    2,187-200. DO10.22146/kawistara.18834.

Quthb, S. (2008). Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Dibawah Naungan al-Qur’an),Jilid I. Jakarta: Gema Insani.

https://www.ibec-febui.com/konsep-scarcity-dalam-ekonomi-islam/

Qomar,   M.  N.  (2016).     Telaah   Kritis   Masalah  Ekonomi  Perspektif   Muhammad  Baqir   Al-Sadr,Iqtishoduna Vol. 7 No.1, 1-14. Retrieved from http://ejournal.iaisyarifuddin.ac.id/index.php/iqtishoduna/article/download/80/81/

Thomas Robert Malthus. Wikipedia Ensiklopedia Berbahasa Indonesia.Available at: https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Malthus

About Author

Aldian Alfrillianda (19681003) adalah Mahasiswa di Ekonomi Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Institut Agama Islam Negeri Curup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun