Dalam ekonomi Islam, sumber ekonomi ciptaan Allah yang terdiri dari tanah, buruh, modal dan entrepreneurship itu tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, konsep kelangkaan (scarcity) yang ada dalam ekonomi konvensional itu ditolak oleh ekonomi Islam. Kerena kalau kita mengatakan sumberdaya ekonomi itu langka dan terbatas, maka secara tidak langsung kita mengatakan bahwa Allah Yang Maha Perkasa itu lemah dan tidak berdaya. Berikut ini adalah beberapa firman Allah SWT yang menegaskan bahwa Allah telah menciptakan sumberdaya ekonomi yang tidak terbatas baik yang bersumber dari langit, darat, dan bahkan dari lautan untuk digunakan secara optimal dalam membangun ekonomi umat, dapat kita lihat dalam ayat berikut: “…dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak mampulah kamu menghitungnya…” (Q.S. Ibrahim: 34); “Adalah Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai“; (Q.S. Ibrahim: 32)
Merujuk pada makna ayat-ayat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, sebenarnya, bukanlah sumber daya alam (nikmat) Allah swt yang terbatas, melainkan kemampuan (ilmu) dan ketaqwaan manusialah yang terbatas untuk mengekplorasi dan mendistribusikan sumber daya secara optimal dan adil. Penggunaan dan pendistribusian sumberdaya alam secara tidak tepat dan adil oleh manusia yang serakah juga telah menyebabkan sebagian manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pendek kata, Islam tidak mengenal konsep kelangkaan (scarcity) sumber daya alam, yang ada hanyalah terbatasnya kemampuan (ilmu) manusia untuk mengekplorasi sumber daya alam dan tipisnya kadar keimanan dan tingkat ketaqwaan (ikhtiar/do‘a) umat dalam usahanya untuk membangun ekonomi.
Kesimpulan
Dalam ekonomi syariah, adanya kesadaran manusia sebagai seorang muslim bahwa segala problema kehidupan pemecahannya harus berdasarkan Islam, jika kita kembali kepada masalah kelangkaan pangan yang Malthus kemukakan disebabkan oleh meledaknya populasi penduduk yang tidak diberangi dengan jumlah makanan di dunia, maka kita akan jumpai firman Allah SWT dalam Q.S. Ibrahim ayat 32-34 sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Pada hakikatnya, Allah SWT telah menganugerahkan alam beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Setiap manusia sudah memiliki bagian atau rizkinya masing-masing sehingga tidak mungkin ada kekurangan dalam hal pangan terkait dengan pertambahan jumlah penduduk yang terjadi. Segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah diperhitungkan oleh Allah SWT dan diserahkan kepada manusia sebagai khalifah di bumi ini, maka seyogyanya manusia mampu untuk mengelola dan mengolahnya dengan baik dan benar bukan demi kelangsungan hidup jangka pendek saja melainkan juga jangka panjangnya. Namun, kebodohan, keserakahan dan sikap mubadzir (sia-sia) pada diri manusia itu sendiri yang sering menjadi kendala dalam penyediaan kebutuhan-kebutuhan.
Sikap negatif manusia ini yang menjadi faktor kerusakan, seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia inilah yang diindikasikan menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan sumber daya bagi generasi mendatang. Sehingga pada dasarnya kelangkaan pangan di masa mendatang bukan terjadi karena pertumbuhan manusia yang begitu pesat yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan sumber daya pangan, akan tetapi hal ini terjadi sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri yang tidak benar dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya pangan yang ada.
Daftar Pustaka
Rahmawaty, A. (2011). Ekonomi Mikro Islam. Kudus: Nora Media Enterprise
Novianto, A. (2017). Memperbesar Tentara Cadangan Pekerja: “Bonus Demografi” dan Ekonomi Politik Negara Neoliberal Di Indonesia, Kawistara Vol. 7 No. 2,187-200. DO10.22146/kawistara.18834.
Quthb, S. (2008). Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Dibawah Naungan al-Qur’an),Jilid I. Jakarta: Gema Insani.