Mohon tunggu...
Alvin Revaldi
Alvin Revaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencinta buku

Pencinta cerita fiksi dan fantasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ether (Luminiferous Aether)

15 April 2022   14:21 Diperbarui: 15 April 2022   14:30 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kukira kita adalah teman Rey, tapi kenapa kau melakukan semua ini?" ratapku penuh sesal sembari memeluk tubuh adikku, Lumine, yang tak lagi bernyawa dan mulai memudar lalu menguap. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir semenjak sebilah pedang cahaya hitam tertusuk tepat di pusat energi elementalnya dan hal itu menjadi akhir dari kisah hidupnya.

"Kau terlalu bodoh Aether. Bukankah kau sering dikhianati oleh teman dekatmu? Bagaimana dengan para Archon itu? Bukankah mereka sedari awal telah menghianatimu tapi dengan kedunguanmu kau tidak pernah menyadarinya dan malah membantu mereka? Kenapa kau tidak pernah belajar dari masa lalu Aether?" dia menatapku dengan tatapan penuh kepuasan karena telah mengelabuiku selama ini tanpa aku sadari.

"tapi mengapa Rey? Mengapa kau harus membunuh adikku? Ini adalah ironi atas segala hal yang telah ia lakukan demi penduduk Khaenriah. Katakan padaku" tanyaku sembari mengacungkan pedang cahayaku kepadanya.

"kau mungkin lupa Aether, tapi bukankah aku ini pernah berkata bahwa aku ingin menjadi mahluk terjkuat di Teyfat. Lantas apa jadinya aku jika kau dan adikmu masih hidup? Pembantu? Atau budak? Mungkin kau akan membuangku kembali ke laut tempat kau menyelamatkanku kan. Ini adalah keinginan tertinggiku dan akhirnya yang harus ku lenyapkan hanyala dirimu. Oh iya, aku masih ada pedang cahaya hitam satu lagi dari Tsaritsa. Hahaha berbahagialah Aether karena kau akan segera menyusul adikmu ke neraka" dia mengeluarkan sebilah pedan dari udara yang kosong, aku belum pernah menyadinya kalau Rey bisa mengeluarkan benda-benda seperti itu tanpa perlu menghilang lebih dahulu.

"Aku....aku....aku....tidak akan melepaskanmu Rey. Ini adalah sumpahku selaku penguasa Calestia, tempat bersemayam para Archon. Selama aku belum menghabisimu, aku pastikan diriku tidak akan pernah berhenti membuat penduduk Teyvat sengsara dengan kesedihan dan keterpurukan. Inilah sumpahku" aku berdiri dan mengangkat tubuh adikku yang telah menguap dan bersatu kembali dengan cahaya. Cahaya adalah unsur tertinggi pembentuk esensi para Dewa yang disebur juga Archon. Namun, aku bukanlah Dewa karena aku tidak tercipta untuk dipuja, melainkan untuk mengahiri semuanya.

"Katakan semua yang ingin kau katakan Aether. Bukankah kau terlalu membuang waktu? Aku selalu bertingkah bahwa aku hanyalah mahluk lemah yang butuh perlindunganmu. Mulai dari serangan hillicurl, keluarga Ruin, Fatui, hingga amarah para Archon aku selalu berlindung di belakangmu dan berpura-pura takut kau mati. Aku selalu yakin bahwa penyamaranku akan terbongkar sebentar lagi, Begitu juga dengan mantan majikanku, Yang Mulia Tsaritsa yang dungu. Nyatanya kau terlalu payah untuk bisa sadar akan semua hal itu. Hahahaha" dia semakin congkak membanggakan diri dan berbahagia di atas semua kesengsaraanku sembari mengayun-ngayunkan pedang hitamnya. Aku yang baru saja tahu bahwa kebenaran tertinggi ada di pihak adikku bersama seluruh Abyss yang dulunya adalah penduduk Khaenriah dan kini telah berubah menjadi mahluk yang menyeramkan akan tetapi Rey juga penduduk Khaenriah tapi kenapa dia melakukan ini?  tapi aku lupa kalau pertanyaan itu telah terjawab tadi .

"Rey, bersiaplah untuk menemui majikanmu" ucapku sambil maju menyerangnya dengan segala kekuatan elemental yang telah aku peroleh. Aku tidak tau mengapa, tapi semenjak aku dan adikku berhasil menaklukkan Calestia dan bersama menghadapi semua archon kekuatan elemental asliku dapat kembali yaitu cahaya. Dengan elemen cahaya aku dapat memusnahkan semua hal yang ada bahkan hal yang pada dasarnya tidak dapat dihancurkan kembali. Sepertinya cahaya adalah bentuk awal dari semua elemen di dunia. aku sadar sepenuhnya bahwa kekuatanku ini merupakan energi elemental murni karena aku hanya bisa memperoleh energi elemental murni yakni dari patung Archon tiap region Teyfat yang sekarang semua patung itu telah hancur akibat dari inti elemennya munah yaitu Gnosis.

Tujuh energi elemental telah aku pusatkan pada pedang cahayaku yang ternyata membungkus gabungan elemen itu dengan kilauan cahaya penuh energi. Saat aku menyerang Rey, dia hanya diam tak bergerak tapi tak kusangka beberapa senti sebelum pedangku menyentuhnya ia bergerak dengan kecepatan setara cahaya atau bahkan lebih. Aku terkisap dan mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin Rey bisa bergerak sedemikian cepat? Sejak kapan ia menguasai teknik seperti itu, bahkan untukku yang tercipta dari cahaya saja tidak lantas bisa begerak seleluasa itu. Dalam kedipan mata berikutnya ia telah berdiri tepat di belakangku dan bersiap menusuk jantungku. Aku cukup bersyukur karena memiliki reflek yang cepat dalam hal bertarung, mungkin ini karena pengalaman bertarungku yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Aku menangkis pedang hitam yang menjijikan itu dan aku tidak menyangka aku akan terpental beberapa puluh meter olehnya. Aku salah, itu bukan pedang cahaya melainkan pedang kegelapan karena cahaya pedangku padam tatkala bersentuhan dengan pedang itu.

Cahaya dan Kegelapan itu nyatanya merupakan dua hal yang walaupun mirip tapi berbeda dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Kegelapan akan musnah apabila cahaya yang menaunginya lebih besar energinya. Akan tetapi hal ini juga berlaku sebaliknya, apabila energi kegelapan lebih besar maka cahaya yang melawannya akan dilahap dan padam. Aku bersyukur pedangku tidak kemudian padam atau kehilangan cahayanya karena sebelumnya aku telah kehilangan pedang ini sampai kemudian kembali setelah daya kuasa elemen cahayaku kembali. Mengapa energi pedang itu bisa begitu pekat gelapnya. Bagaimana bisa Tsaritsa, Archon Es yang memang dingin itu, mampu membuat pedang dengan kekuatan yang olehku saja tidak dapat disentuh. Apa mungkin sebenarnya ini merupakan senjata yang disembunyikan Archon itu untuk bersiaga apabila aku berkhianat padanya. Huh, padahal ia seharusnya tau kalau takdirku memang akan menghianatinya. Aku nampaknya akan sedikit kesulitan menghadapi benda baru yang ternyata tidak aku duga elemen pembentuknya.  

Baiklah, ini bukan pertamanya aku takut. Aku berkali-kali takut. Tapi harus kuakui tingkat ketakutanku semakin bertambah setiap waktu, tunggu dulu bukankah semua orang seperti itu? Oh mungkin hanya aku. Beberapa saat yang lalu aku dan adikku berhasil menghabisi semua Archon ditambah semua Dewa di Calestia dan itu tanpa ada sedikitpun keraguan serta ketakutan. Mungkin itu disebabkan akhirnya aku dan adikku bisa kembali bersama dan saling melindungi satu sama lain. Saat bersama adikku itu juga aku merasa kekuatanku bertambah berkali lipat, sepertinya itulah kenapa kami diciptakan kembar dan identik serta terikat.

Lamunanku tentang adikku seketika sirna ketika pijakanku, istana Calestia, runtuh dan mulai berguguran menuju tanah Teyfat. Nampaknya ini juga merupakan akibat dari hancurnya musnahnya ketujuh Gnosis atau inti elemental sebagai pusat seluruh region di Teyfat. Yaahhh aku hanya bisa ikut jatuh dan berharap ini merupakan waktu dimana aku akan menemui adikku. Saat aku mulai merasakan udara bergerak cepat lantaran tubuhku yang mulai jatuh tanpa kusangka sayap titaniumku muncul dari punggungku. Apakah ini keajaiban? Padahal menurut analisisku sejak aku kehilangan sayapku tepat setelah kehancuran Khaenriah, ia tidak akan bisa muncul kembali sebab Unknown God dengan kekuatan tertentu telah menghilangkan kekuatanku bersama dengan sayapku juga. Sepertinya ini pertanda kalau dewa itu juga telah mati atau barangkali lenyap bersama Calestia. Rey sendiri tidak akan pernah bisa jatuh sebab dia memang selalu melayang layaknya hantu. Pertempuran kami belum usai sebab harus ada yang mati di antara kami sehingga balas dendam ataupun penguasa tertinggi Teyfat segera dapat terpilih.

Beberapa waktu mencarinya di udara dan tidak membuahkan hasil maka aku memutuskan untuk turun dan melihat kadaan penduduk Teyfat semenjak hilangnya esensi elemental dalam kehidupan seperti hilangnya elemental slime ataupun monster elemental lain. Semua penduduk juga tidak ada yang memiliki vision, benda yang katanya merupakan anugerah para Dewa pada mereka yang terpilih untuk mengendalikan energi elemental, yang kenyataannya menimbulkan banyak kerugian akibat ulah mereka yang tidak pantas mendapatkannya. 

Aku memulai eksplorasi dan analisisku mengenai kehidupan baru ini dari Sumeru, sebagai salah satu region yang hampir tidak membutuhkan pengguna energi elemental karena region itu adalah tempat pusat ilmu di seluruh Teyfat dan tujuan mereka bukanlah menjadi yang terkuat tapi tercerdas dan terpintar. Secara garis besar, Sumeru ialah region para  pelajar yang sebelumnya merupakan region naungan Archon Dendro atau Dewa Tanaman. Aku senang Archon yang maih bocil itu telah mati. Dia baru berusia 500 tahun dan tidak pernah mengikuti perang apapun juga tidak bisa menyuburkan wilayah sumeru. Padahal ia adalah Dewa Alam yang seharusnuya mampu melakukan itu. Dengan kematiannya pula, aku melihat tanah yang tandus ini mulai menghijau. Kegembiraan para penduduknya membuatku bahagia, akan tetapi itu juga membuatku terkisap sesaaat. Apakah aku akan membuat mereka sengsara dengan kesedihan dan keterpurukan hanya karena aku yang bersedih? Apakah aku sejahat dan seegois itu? Lumine, jawab pertanyaan kakakmu ini.

Aku mengamati semua hal itu dengan perasaan campur antara bahagia dan takut. Bahagia sebab semuanya hidup tentram dan penuh kegembiraan dan takut jikalau aku nantinya yang menjadi penyebab pudarnya kebahagiaan itu. Kemunculanku di dataran Teyvat tentunya tidak boleh sampai membuat para penduduknya terkejut. Oleh karena itu aku muncul dengan penampilan yang telah aku samarkan menjadi pelajar Sumeru Academia. Aku rasa kehadiranku di sini untuk mengecek situasi sudah cukup saatnya aku pergi.

"apakah adikku akan mengutuk dan membenciku kalau aku sampai membuat semyum para penduduk Teyvat itu sirna. Oh Lumine, baru beberapa jam kita bertemu dan bersatu tapi mengapa kau pergi lebih dulu. Haruskah aku menyusulmu?" gumamku dalam bayangan adikku itu. Nampaknya aku tidak perlu menjelajah ke region lain di Teyvat sebab region dengan tingkat ketidakmakmuran paling tinggi yaitu Sumeru saja sudah membaik apalagi dengan Region lain.

Aku kini mulai bingung, kemana arah tujuanku? Apakah aku akan memburu Rey sampai ketemu? Ataukah aku akan melanjutkan perjalanan ke semesta lain sebagaimana janjiku pada Lumine dulu saat pertama kali kita datang ke Teyvat? Atau aku menyerhkan diri saja pada Rey lantas memintanya membunhku supaya aku bisa bertemu dengan adikku lagi?. Semua pilihan itu seperti berkata "pilih aku saja dan kau tidak akan menyesalinya" ataupun "kalau kau tidak memilihku hidupmu pasti akan menyesal". Lantas apa yang harus kulakukan? Aku ingin sekali mengeluh pada dunia ini bahwa aku lelah, lelah terhadap dunia yang begitu mempersulit takdirku. Sejak kedatanganku ke semesta ini, takdir seperti selalu menyudutkanku dan memaksaku malaksanakan keinginannya. Dimulai dari kehilangan adikku selama bertahun-tahun hingga kebodohanku membantu krisis Archon tiap region yang taruhannya selalu nyawaku sendiri bahkan sampai akhirnya jalanku yang memang berbeda dengan kehendak Calestia membuatku menghancurkan seluruh esensi ketamakan dan keserakahan kekuasaan oleh para Dewa.

Sekarang apa? Penghianatan dari teman perjalananku yang paling dekat dan bahkan sudah aku anggap seperti keluargaku sendiri dan kematian adikku yang mana hal itu hampir membuatku gila. Aku, yang menang dalam perang Archon, bukanlah seorang Archon ataupun Dewa. Aku hanya pembawa cahaya yang datang untuk memusnahkan kegelapan. Lantas mengapa sekarang duniaku dan adikku yang menjadi gelap. Hidup memang tidak adil, tapi mengapa ketidakberuntungan itu nampaknya selalu hadir dalam setiap langkahku?. Kini aku sendirian, berjalan tanpa arah tujuan. Setelah sekian lama aku bejalan, ternyata tanpa kusangka langkah kakiku membawaku ke reruntuhan peradaban manusia tanpa Dewa, Khaenriah.

Yah benar, ini adalah reruntuhan peradaban manusia modern yang berdiri sendiri tanpa campur tangan Dewa dan memang nyatanya hal itu tidak diperlukan untuk memajukan peradaban ini. setiap jengkal tanahnya aku bisa merasakan campur tangan ketujuh Archon dan juga kehendak Calestia dalam membumihanguskan peradaban ini. kutukan para Dewa terasa mencekam di sekitar sini dengan adanya berbagai bangunan yang walaupun sudah tidak berbentuk tetapi aku masih mampu mengirangira bangunan apakah itu. Aku sungguh tidak habis pikir, bagaimana Archon yang katanya melindungi kefanaan manusia nyatanya bersenang-senag dengan bermain-main atas kefanaan itu sendiri. Apakah mereka tidak takut untuk dihakimi penduduk Khaenriah ketika mereka masuk ke dalam neraka akibat ulah mereka sendiri?.

Aku memang hanya diam tapi itu karena aku terkesima dengan pola arsitekstur yang begitu artistik dan mengagumkan dari karya masyarakat yang berdikari. Peradaban ini memang telah hancur kurang lebih 500 tahun lalu tapi sisa dari perrdaban ini masih terlihat jelas. Salah satu hal yang perlu aku syukuri adalah bahwa aku sudah kebal terhadap korosi jadi efek dari kutukan para dewa atau juga kontaminasi elemen tidak akan mempengaruhiku.

Langkah kakiku terhenti tepat di depan bangunan yang nampaknya aku duga sebagai istana dari pemimpin Khaenriah. Bangunan pusat pemerintahan ini selayaknya bangunan biasa namun sedikit lebih menjulang tinggi. Saat aku menginjakkan kakiku di tepat di depan pintu, aku merasakan aura kegelapan yang begitu pekat. Aku rasa aku pernah mengingat aura kegelapan ini. namun, daripada banyak berpikir aku haru segera mencari umber aura ini. saat aku sampai di tempat bekas singgasana, sepertinya, aku melihat Rey sedang mengacungkan pedang kegelapannya tepat di leher orang itu. Sepertinya aku mengenalnya.

Sepersekian detik kemudian aku ingat bahwa ia adalah Dainsleaf, mantan pangeran Khaenriah yang dikutuk hidup abadi akibat tidak bisa mencegah kehancuran dari bangsanya. Aku mencoba untuk tidak menyelamatkannya terlebih dahulu karena aku mendengar Rey masih berbicara dengannya dan sepertinya aku bisa menggali informasi melalui pembicaraan mereka.

"Dain, kau pasti senang aku datang kembali ke sini" dengan keangkuhannya Rey mencoba membuat Dain gentar.

"Aku tidak akan pernah bisa senang kembali Rey, harusnya kau udah tau itu. Dan oh ya, untuk apa aku merasa senang dengan kehadiran seorang pengkhianat sepertimu" balas Dain dengan sinis. Aku rasa mereka dulunya memiliki hubungan yang dekat sebagaimana hubunganku dengan Rey.

"Cuihh, kau sama saja dengannya Dain. Tidak tau terima kasih. Aku telah mendampingimu hingga kemudian kau bisa menjadi penguasa dan pangeran dari peradaban yang luar biasa dan bangsa yang makmur, Khaenriah. Lantas kau bilang aku penghianat? Tapi baiklah aku terima julukan itu karena memang beberapa waktu lalu aku juga telah mendapat julukan yang sama dari partner perjalananku yang lain" hening sejenak sebelum kemudian Rey menginjakkan kakinya di tanah. Aku terkejut, ternyata selama ini Rey bia menginjakkan kakinya ke tanah? Dia benar-benar pengkhianat yang mempu menyembunyikan segalanya.

"keluarlah Aether, aku tau kau disana. Mari kita mengobrol bersama kawan-kawan" ia menaiki anak tangga dan duduk di bekas singgasana itu

"Aku tau kau penasaran dengan pembuat pedang kegelapan ini, bukankah demikian? Hahaha. Dialah penciptanya. Dia ditawari Tsaritsa untuk membuat pedang itu dan dia akan diberi imbalan berupa kematian. Tapi sayang sekali, Tsaritsa bahkan telah mati."

"Maafkan aku Aether, aku tidak tahu kalau pedang itu akan digunakan untuk membunuhmu dan Lumine" sesal Dain. Aku tau dia berterus terang karena dia memang tidak pernah memihak para Dewa apalagi Calestia.

"jangan khawatir Dain, aku sepenuhnya percaya padamu. Aku tau kehidupan abadimu begitu menyiksamu. Oleh karena itu kau menerima tawaran Tsaritsa untuk membuat pedang itu" jawabku sambil mendekat padanya dan menepuk pundaknya.

"bukankah sekarang kita memiliki tujuan yang sama Aether? Aku yakin kau memikirkan hal yang sama denganku" dia mengatakannya dengan semburat senyum inisiasi.

"yaahhh, tentu. Kurasa kita satu pemikiran. Ayo kita selesaikan" aku dan Dan langsung mengeluarkan pedang kami dari udara kosong lalu menyambar Rey secepat kilat.

Rey tidak pernah terpikir mungkin kalau aku dan Dain dapat bekerja sama tanpa kontrak. Tubuh Rey langsung terpelanting jauh hingga membentur dinding. Kami dengan sisa kekuatan yang ada langsung mengumpulkannya tepat pada pedang kami dan menyatukannya. Aku tidak pernah paham bagaimana ini bekerja, tapi penyatuan energi kegelapan Dain dan energi cahayaku yang dibalut oleh tujuh elemen lain ternyata berhasil. Mungkin ini disebabkan adanya balance antara energiku dan energi Dain. Kami berusaha memusatkan seluruh energi kepada Rey yang masih berusaha bangun. Dia nampaknya melemah saat menyentuh tanah, aneh hal ini baru aku sadari saat kami hampir menyelesaikan ini.

Tanpa aba-aba kami melepaskan seluruh energi yang terkumpul tepat ke arah Rey. Semburat cahaya abu-abu dan dihiasi oleh warna pelangi mengarah tepat ke arah Rei. Sepersekian detik kemudian Rey telah sirna akibat energi yang sebenarnya tidak kami duga bisa sebeasar itu. Dan kisah kami, belum berakhir.

Selepas musnahnya Rey, kami masih bimbang untuk memutuskan apa yang kami lakukan. Aku kemudian teringat pesan Lumine bahwa aku harus tetap mewujudkan impiannya untuk mengelilingi seluruh semesta yang ada. Tanpa pikir panjang, aku mengajak Dainsleaf untuk bertualang bersamaku mengelilingi semesta. Lagi pula kami berdua adalah mahluk abadi. Dan tanpa perlu berlama-lama ia menyetujuinya. Erosi waktu tidak akan bermakna bagi kami. Selain itu juga Teyvat telah bebas dari belenggu Calestia dan para Archon. Kami pergi lagi, bukan untuk berhenti tapi bersama membasmi segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Lumine, lihatlah kakakmu yang akan membuatmu bangga. Semoga suatu hari nanti disaat yang tepat kakak dapat menyusulmu, adikku.

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun