Mohon tunggu...
Pebri aldi
Pebri aldi Mohon Tunggu... -

Pebrinaldi lahir di Lubuk Malako,Sangir Jujuhan,Solok Selatan,pada tanggal 12 Februari 1988,yang bertepatan di hari Jumat jam 7.00. Mulai menulis pada saat menduduki bangku SMK,Diantara tulisannya adalah: Bagian Cerpen: Makan Teman,Cinta mati,Keagungan cinta,Terbayang-bayang cermin cinta,dll Bagian Puisi: Penantian dalam penyesalan,Terimakasih guru,Cinta ini membunuhku,Arti sebuah cinta,Tahta,Mencintaimu,Jika,Penantian cinta,Mata terbuka,Cinta setia,dll

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ORIENTALIS dan Kebudayaan Islam

3 April 2009   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:14 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh naive sekali untuk mengatakan bahwa orang yang telah sesat ini diperlakukan tidak adil karena telah dijatuhi hukuman atas kesesatannya, padahal kesesatan demikian memang sudah termaktub lebih dulu (ditentukan) terhadap dirinya. Kita mengatakan naive untuk tidak mengatakan merendahkan Tuhan, sebab jalan pikiran yang paling tepat akan mengatakan kepada kita, bahwa barangsiapa yang sesat, ia telah menganiaya dirinya, bukan Tuhan yang menganiayanya.

Untuk menjelaskan ini cukup kiranya kita mengambil contoh seorang ayah yang penuh kasih sayang mendekatkan api kepada anaknya yang masih bayi. Kalau sianak memegangnya, dijauhkannya api itu seraya memberi isyarat, bahwa api itu panas. Kemudian secara berulang-ulang api itu didekatkannya lagi kepada sibayi, tidak apa juga kalau jari bayi itu sampai terbakar sedikit supaya dialami sendiri dalam kenyataan apa yang sudah diperingatkan kepadanya itu dan supaya selalu diingat selama hidupnya. Tetapi bilamana sesudah dewasa ia masih mau memegang api atau menceburkan diri ke dalam api, maka apa yang sudah menimpanya itulah ganjarannya, dan jangan ayahnya yang disalahkan, jangan ada yang minta supaya sang ayah mengalanginya dari perbuatan itu. Begitu juga misalnya seorang ayah yang sudah memberi petunjuk tentang bahaya judi atau minuman keras kepada anaknya. Maka bilamana sianak itu kelak sudah dewasa dan dia melanggar juga apa yang sudah dilarang oleh ayahnya lalu karenanya ia mendapat bencana, maka bukanlah sang ayah yang kejam menganiayanya, sekalipun ia akan mampu mencegah dari berbuat demikian. Sang ayah sama sekali bukan kejam kalau membiarkan sianak sampai melanggar apa yang sudah menjadi larangan, dan ini merupakan contoh buat keluarga dan saudara-saudaranya yang lain. Begitu juga keluarga dan saudara-saudara yang sampai ratusan atau ribuan jumlahnya dalam sebuah kota yang memang banyak godaannya karena pengaruh keadaan. Sudah cukup baik dan adil sekali kiranya kalau konsekwensi yang tak dapat dihindarkan menimpa mereka sebagai ganjaran terhadap perbuatan mereka sendiri. Itu akan dapat memperbaiki keadaan anggota masyarakat yang lain, meskipun apa yang telah menimpa anak-anak negeri yang aniaya itu sangat disesalkan. Inilah contoh keadilan yang paling sederhana dan berimbang sehubungan dengan masyarakat manusia kita ini, seperti yang sudah kita lukiskan tadi. Apalagi bila kita membayangkan dan membandingkan dengan alam semesta, dengan makhluk-makhluk yang berjuta-juta banyaknya dalam luasan ruang dan waktu yang tak terbatas! Apa yang sudah menimpa individu dan masyarakat - karena perbuatannya sendiri - dalam bentuk yang sudah tidak mampu lagi khayal kita membayangkannya, semua itu baru merupakan contoh keadilan atau keseimbangan dalam bentuknya yang sangat sederhana.

Contoh dalam kehidupan pribadi

Kalau adanya kekejaman itu kita alamatkan kepada sang ayah, karena dia membiarkan anaknya yang sesat itu harus menerima ganjaran kesesatannya, pada hal kesesatan itu memang sudah termaktub atas dirinya, maka juga beralasan sekali kekejaman demikian itu kita alamatkan kepada diri kita sebab kita telah membunuh seekor kutu yang sangat mengganggu, dikuatirkan akan membawa penularan kepada kita, yang ada kalanya akan menimbulkan bencana kepada masyarakat kalau ini sampai menular kepada orang lain. Atau karena kita membuang batu dari dalam kandung empedu atau ginjal kita sebab takut mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan, atau kita memotong salah satu bagian anggota tubuh kita karena dikuatirkan bagian yang rusak itu akan menjalar ke seluruh badan dan akibatnya akan fatal sekali. Kalau semua itu tidak kita lakukan, karena memang sudah termaktub atas diri kita, kemudian kita menderita atau sampai mati karenanya, maka yang harus disalahkan akibat bencana itu hanyalah diri kita sendiri, sebab Tuhan sudah membukakan pintu penderitaan buat kita, sama halnya dengan pintu taubat yang terbuka buat orang yang berdosa. Hanya orang-orang bodoh sajalah yang rela menerima penderitaan demikian itu dengan anggapan bahwa itu memang sudah termaktub atas dirinya. Ini karena kedunguan dan ketololan mereka saja.

Sementara kita melihat kutu yang dibunuh, batu yang dibuang dan dicabutnya anggota tubuh yang sakit sungguh adil sekali - meskipun dalam hukum alam sudah termaktub, bahwa kutu akan mengganggu dan akan membawa penularan penyakit kepada manusia, batu dan anggota tubuh yang sakit akan mendesak bagian tubuh yang lain sehingga dapat membinasakan - dengan melihat semua ini bagaimana kita tidak akan menganggapnya suatu kebodohan yang naive sekali, yang tak dapat diterima akal selain pikiran egoistis yang sempit, yang melihat keadilan itu hanya dari segi kita yang subyektif saja, dan tidak menghubungkannya kepada seluruh masyarakat insani, atau lebih dari itu, menghubungkannya kepada alam semesta?!

Apa artinya kutu, batu dan manusia dibandingkan dengan alam ini? Bahkan apa artinya seluruh umat manusia dibandingkan dengan alam? Dengan khayal kita yang sempit, kita berusaha hendak membayangkan batas-batas alam yang luas, dengan ruang dan waktu, dengan awal dan akhir, dan dengan segala kata-kata yang semacam itu. Sudah tak ada jalan lain lagi buat kita akan dapat membayangkan bentuk alam ini selain itu, karena memang sangat terbatas sekali, sesuai dengan pengetahuan yang ada pada kita, yang juga terbatas, dan masih sedikit sekali. Dan yang sedikit ini sudah cukup memperlihatkan kepada kita bahwa undang-undang Tuhan dalam alam ialah undang-undang yang teratur dan seimbang, yang tak berubah-ubah dan bertukar-tukar. Kita sampai mengetahui undang-undang ini karena Tuhan menganugerahkan kepada kita pendengaran, penglihatan dan jantung, supaya kita melihat segala keindahan ciptaanNya ini, dapat memahami alam sesuai dengan undang-undangNya itu. Maka kita pun mengagungkan kemuliaan Tuhan, kita berbuat baik menurut yang diperintahkanNya. Dan berbuat baik atas dasar iman, buat mereka yang mengerti ialah suatu manifestasi ibadat yang paling tinggi kepada Tuhan.

Maut, akhir dan awal hidup
Maut ialah akhir hidup dan permulaan hidup. Oleh karena itu yang merasa takut mati hanya mereka yang menolak adanya hidup akhirat dan merasa takut pada kehidupan akhirat karena perbuatan mereka yang buruk selama dalam dunia. Mereka tidak ingin mati mengingat adanya perbuatan tangan mereka sendiri. Akan tetapi mereka yang memang sudah bersedia mati, ialah orang-orang yang benar-benar beriman dan mereka yang berbuat kebaikan selama hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah:

"Dia Yang telah menciptakan Mati dan Hidup untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang lebih baik perbuatannya. Dia Maha Kuasa, Maha Pengampun." (Qur'an, 67: 2)

Dan firmanNya lagi yang ditujukan kepada Nabi:

"Kami tidak pernah menjadikan manusia sebelum engkau itu kekal selamanya. Kalau engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal? Setiap jiwa akan merasakan mati dan kamu akan Kami uji dengan yang buruk dan yang baik sebagai suatu cobaan, dan kamu kelak pun akan kembali kepada Kami." (Qur'an, 21: 34 - 35)

"Perumpamaan mereka yang dibebani membawa Kitab Taurat, kemudian tidak mereka bawa, sama seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar. Buruk sekali perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Tuhan itu; dan Tuhan tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Katakanlah: 'Wahai orang-orang yang menganut agama Yahudi, kalau kamu mendakwakan bahwa kamu sahabat-sahabat Tuhan diluar orang lain, nyatakanlah keinginanmu akan mati itu -jika benar-benar kamu jujur. Tetapi kamu tidak akan pernah menyatakan keinginanmu itu, karena perbuatan tangan mereka sendiri yang telah mereka lakukan. Tuhan Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim itu." (Qur'an, 62 :5 - 7)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun