Ferdy Sambo, Antara Hukum Keenam (Jangan Membunuh) dan Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana).
Sebuah Refleksi di Hari Minggu.
Apakah Ferdy Sambo hari ini masih mengikuti kebaktian Minggu? Selama karirnya yang mentereng dan cemerlang, apakah dia masih mengikuti kebaktian? Teramat banyak orang rajin beribadah saat belum berhasil dan cemerlang. Doa terus menerus memohon berkat dan perlindungan dari Tuhan.Â
Namun ketika hidup dan karir cemerlang, maka dia menjadi orang yang lupa kepada Tuhan. Kenapa? Segala kekuasaan dan kemampuan melakukan banyak hal membuat lupa diri, siapa dirinya dan dari siapa semua keberhasilan yang diraihnya. Bergelimang harta, kekuasaan dan wanita membuat lupa diri.
Jika seorang anak Tuhan dan menyebut dirinya sebagai orang percaya pasti akan memahami siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan oleh Sang Pencipta. Adam dan Hawa langsung diciptakan oleh Tuhan. Namun kemudian, penciptaan manusia melalui orang tua. Ayah dan Ibu menjadi media alat reproduksi yang digunakan Tuhan sebagai media penciptaan manusia.Â
Itulah sebabnya orang tua adalah tempat penitipan anak Tuhan. Orang tua harus bertanggungjawab mengelola dan mengurus anak sebagai titipan Tuhan. Jadi seorang anak adalah Anak Tuhan yang dititipkan kepada orangtuanya untuk dikelola dan diurus untuk dan atas nama Tuhan.
Hukum Keenam : Jangan Membunuh.
Karena seorang anak adalah anak Tuhan, maka nyawa anak juga adalah milik Tuhan. Orang tua tidak boleh mengambil nyawa anaknya, karena itu milik Tuhan. Untuk menjaga anak Tuhan dari gangguan dan niat untuk menghilangkan nyawa, Tuhan memberikan 10 hukum Taurat kepada Nabi Musa secara  langsung. Salah satu bunyi hukum itu adalah hukum Keenam, "Jangan Membunuh".
Jangan membunuh itu hukum Tuhan. Bukan hukum manusia. Jika seseorang membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain, maka itu melanggar hukum Tuhan. Tuhan akan menghukum barang siapapun yang melanggar hukumnya.Â
Pengadilan terakhir di akhirat nanti akan berlangsung. Sang Penjaga pintu sorga akan membuka nama siapa yang berhak masuk ke sorga dan siapa yang akan dilemparkan ke neraka.
Hukum keenam itu selalu dibacakan dalam kebaktian ibadah minggu. Kenapa hukum taurat ini harus dibaca setiap kebaktian minggu? Itu tadi, karena manusia adalah anak Tuhan, jadi gereja wajib mengingatkan larangan dan hukum Tuhan kepada umatnya. Sebagai umat percaya harus mematuhinya.
Pasal 340 KUHP : Pembunuhan berencana
Negara yang harus mengatur tata tertib masyarakat. Ketika negara bukan Theokrasi atau negara agama, maka negara mengatur dan mebuat hukum negara. Hukum yang berlaku bagi masyarakat untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.Â
Dibuatlah peraturan perundang-undangan. Dalam konteks jangan membunuh ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang disingkat KUHP.
KUHP yang berlaku di Indonesia ini masih warisan Belanda. Ini awalnya Wetbook van Strafrecht (WvS) yang diberlakukan dengan UU no 1 tahun 1946. Dalam pasal 338 diatur tentang pembunuhan. Dalam pasal 340 diatur tentang pembunuhan berencana.Â
Pembunuhan dengan pembunuhan berencana dibedakan dan hukumannya juga berbeda. Pembunuhan berencana yang diawali dengan niat, lalu niat itu dilakukan disebut pembunuhan berencana. Pembunuhan sebagaimana diatur dalam pasal 338 tidak didasari niat.
Ferdy Sambo lupa kedua hukum ini?
Ferdy Sambo melanggar kedua hukum ini. Dia lupa? Tidak mungkin, lalu kenapa dia merencanakan ini? Apa motifnya? Demikian pertanyaan banyak orang. Kita tidak mau mempersoalkan motif. Terlepas dari motifnya, larangan Jangan membunuh sebagaimana dilarang hukum keenam tidak boleh dilakukan. Kita tidak boleh membunuh. Dengan alasan apapun.
Kesalahan dan pelanggaran dengan membunuh Brigadir J adalah pelanggaran Hukum Keenam dari Tuhan dan juga Pasal 340 KUHP. Ferdy sambo melanggar kedua hukum ini sekaligus. Dia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap pelanggaran pasal 340 KUHP di pengadilan.Â
Dia sudah menyatakan akan mempertanggungjawabkannya. Dia tidak perlu menyatakan itu, hukum yang akan meminta pertanggungjawabannya. Dia akan disidangkan. Bukan kesadarannya datang sendiri ke sidang pengadilan. Ini upaya pemaksaan hukum.
Awalnya dia ingin mengelak dari tanggungjawab ini. Skenario dibuat untuk melenyapkan kasus ini. Dua kali dia melenyapkan. Pertama, dia melenyapkan nyawa Brigadier J, lalu kedua, dia ingin melenyapkan kasus pelenyapan nyawa Brigadir J. Dia lupa mungkin, bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna.Â
Sehebat apapun seorang penjahat membungkus kejahatannya, selalu ada celah ketidaksempurnaan yang membuka tabir kejahatan tersebut. Dan itulah yang terjadi sekarang ini.
Dalam kehidupan yang sukses dan karir yang cemerlang dengan masa depan yang gemilang itulah Ferdy Sambo tersandung. Ketika kekuasaan, pangkat jenderal dan harta serta kehidupan dengan gaya selera sendiri untuk mencicipi semua kenikmatan itulah bencana ini datang.Â
Kekalapan, lupa diri dan merasa hebat dan bisa mengatur semua hal, itulah saat  kejatuhan  datang. Bukan hanya jatuh, ditimpa tangga dan kehancuran nama baik dan karir.
Apakah Ferdy Sambo sudah ingat sekarang Hukum Keenam dan pasal 340 KUHP ini? Sepertinya sudah mengingat. Namun, sudah terlanjur basah. Harus dihadapi dengan segala resikonya.
Permohonan maaf.
Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maafnya ke Polri, institusi yang membesarkannya. Dia juga memohon maaf kepada masyarakat. Sangat disayangkan, Ferdy Sambo lupa memohon maaf kepada Tuhan dan orang tua Brigadir J. Sebagaimana diuraikan diatas, Brigadir J adalah anak Tuhan yang dititipkan melalui orangtuanya Samuel Hutabarat dan Boru Simanjuntak. Â
Tidak cukup sesungguhnya mohon maaf saja, namun harus minta ampun. Doa kita selalu kepada Tuhan seperti doa Bapa Kami, "ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami".
Kenapa keluarga Brigadir J harus melaporkan dan mengadukan pembunuhan ini ke Bareskrim Polri? Karena Samuel Hutabarat dan boru Simanjuntak dipercaya Tuhan sebagai penitipan anaknya Brigadir J. Ketika ada yang membunuhnya dan menghilangkan nyawa anak yang dititipkan Tuhan kepadanya, maka dia juga harus meminta pertanggungjawaban orang yang merebut nyawa anaknya.
Pengaduan tersebut bukan gagah-gagahan. Ini menyangkut kepercayaan Tuhan kepada mereka sebagai tempat penitipan kepercayaan Tuhan. Jadi sangat wajarlah orang tua Brigadir J berteriak dan bersuara keras tentang pengaduannya.Â
Dia menuntut pertanggungjawaban terhadap siapapun yang membunuh anaknya. Dan itulah yang terjadi. Samuel Hutabarat tidak sendirian. Semua semarganya, komunitasnya bergerak untuk meminta pertanggungjawaban ini.
Dalam proses hukum terhadap pelaku pembunuhan, hukuman yang dijatuhkan akan banyak dipengaruhi sikap pelaku dalam persidangan. Jika ditemukan fakta bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya, maka hukuman maksimal akan dijatuhkan oleh hakim. Konteks pembunuhan Brigadir J ini ancaman hukumannya adalah hukuman mati.
Apakah Ferdy Sambo menyesali perbuatannya membunuh Brigadir j dengan segala rencananya? Sepertinya belum menunjukkan kesan penyesalan. Surat permohonan maaf yang beredar, dia hanya minta maaf kepada Polri dan masyarakat. Belum ada kepada orang tua Brigadir J dan kepada Tuhan.
Tidak ada manusia yang sempurna. Semua memiliki kekurangan. Namun apakah manusia menyadari kekurangannya? Apakah Ferdy Sambo menyadarai kekurangannya sekarang? Inilah waktunya melakukan perenungan ulang atau refleksi.Â
Dengan segala kelimpahan berkat yang diberikan Tuhan kepadanya dan keluarganya, bagaimanakah dia mengucapkan syukur kepada Tuhan? Bukan bersyukur, yang terjadi malah melanggar Hukum Tuhan dengan membunuh Brigadir J. Apakah ini sudah dipikirkan, direnungkan oleh Ferdy Sambo?
Rumah tahanan atau penjara seringkali bisa mengubah banyak orang. Dari orang baik yang masuk penjara, keluar penjara menjadi penjahat. Namun sebaliknya juga ada. Masuk penjara sebagai penjahat, setelah keluar penjara menjadi pendeta. Banyak cara Tuhan menangkap orang menjadi hambanya.
Harapan kita, Ferdy Sambo sebagai umat percaya bisa melakukan refleksi di penjara sekarang ini. Menyadari semua kesalahan, kekhilafan dan penyalahgunaan kekuasannya, penyalahgunaan berkat Tuhan yang diterimanya dan segala berkat Tuhan selama hidupnya, secara khusus nyawa kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya.Â
Walau dia sudah membunuh Brigadir J, dia akan diberi Tuhan kesempatan untuk berubah dan bertobat. Jangan membuat skenario baru lagi.
Tuhan tidak menginginkan kematian dari para penjahat, namun Tuhan menginginkan mereka menyadari kejahatannya, minta ampun dan kembali kepada Tuhan.Â
Permohonan ampun, pertobatan dan kembali kepada jalan yang benar menurut Tuhan akan membuat dia hidup. Kejahatan telah dilakukan dengan membunuh Brigadir J. Kini pertanyaannya, kapan mohon ampun dan kembali ke jalan yang benar  dan kepada Tuhan?
Refleksi dan bertanya kepada Tuhan melalui doa dan dialog  dalam kamar penjara akan memberikan kesempatan untuk mengubah semuanya. Selagi ada waktu dan hari masih siang, dan selagi Tuhan masih berkenan, mari kita mohon ampun kepadaNYA. Selamat Hari Minggu Ferdy Sambo.
Salam refleksi.
Aldentua Siringoringo.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI