Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ferdy Sambo, antara Hukum Keenam (Jangan Membunuh) dan Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana)

14 Agustus 2022   08:09 Diperbarui: 14 Agustus 2022   08:26 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan yang sukses dan karir yang cemerlang dengan masa depan yang gemilang itulah Ferdy Sambo tersandung. Ketika kekuasaan, pangkat jenderal dan harta serta kehidupan dengan gaya selera sendiri untuk mencicipi semua kenikmatan itulah bencana ini datang. 

Kekalapan, lupa diri dan merasa hebat dan bisa mengatur semua hal, itulah saat  kejatuhan  datang. Bukan hanya jatuh, ditimpa tangga dan kehancuran nama baik dan karir.

Apakah Ferdy Sambo sudah ingat sekarang Hukum Keenam dan pasal 340 KUHP ini? Sepertinya sudah mengingat. Namun, sudah terlanjur basah. Harus dihadapi dengan segala resikonya.

Permohonan maaf.

Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maafnya ke Polri, institusi yang membesarkannya. Dia juga memohon maaf kepada masyarakat. Sangat disayangkan, Ferdy Sambo lupa memohon maaf kepada Tuhan dan orang tua Brigadir J. Sebagaimana diuraikan diatas, Brigadir J adalah anak Tuhan yang dititipkan melalui orangtuanya Samuel Hutabarat dan Boru Simanjuntak.  

Tidak cukup sesungguhnya mohon maaf saja, namun harus minta ampun. Doa kita selalu kepada Tuhan seperti doa Bapa Kami, "ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami".

Kenapa keluarga Brigadir J harus melaporkan dan mengadukan pembunuhan ini ke Bareskrim Polri? Karena Samuel Hutabarat dan boru Simanjuntak dipercaya Tuhan sebagai penitipan anaknya Brigadir J. Ketika ada yang membunuhnya dan menghilangkan nyawa anak yang dititipkan Tuhan kepadanya, maka dia juga harus meminta pertanggungjawaban orang yang merebut nyawa anaknya.

Pengaduan tersebut bukan gagah-gagahan. Ini menyangkut kepercayaan Tuhan kepada mereka sebagai tempat penitipan kepercayaan Tuhan. Jadi sangat wajarlah orang tua Brigadir J berteriak dan bersuara keras tentang pengaduannya. 

Dia menuntut pertanggungjawaban terhadap siapapun yang membunuh anaknya. Dan itulah yang terjadi. Samuel Hutabarat tidak sendirian. Semua semarganya, komunitasnya bergerak untuk meminta pertanggungjawaban ini.

Dalam proses hukum terhadap pelaku pembunuhan, hukuman yang dijatuhkan akan banyak dipengaruhi sikap pelaku dalam persidangan. Jika ditemukan fakta bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya, maka hukuman maksimal akan dijatuhkan oleh hakim. Konteks pembunuhan Brigadir J ini ancaman hukumannya adalah hukuman mati.

Apakah Ferdy Sambo menyesali perbuatannya membunuh Brigadir j dengan segala rencananya? Sepertinya belum menunjukkan kesan penyesalan. Surat permohonan maaf yang beredar, dia hanya minta maaf kepada Polri dan masyarakat. Belum ada kepada orang tua Brigadir J dan kepada Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun