Ada kebiasaan penulis  bekerja sambil mendengar berita dari stasiun TV. Tiba-tiba  Metro TV menyiarkan Breaking News tentang "Polisi Belum Berhasil Tangkap DPO Pencabulan" di Jombang. Polisi datang ke Ponpes tersebut, pasukan gabungan dari Polres Jombang dan Polda Jatim.Â
Wow! Kenapa harus breaking news, tanyaku dalam hati. Oh, rupanya kasus ini sungguh menarik untuk diikuti. Kasus ini sudah ditangani polisi sejak tahun 2019. Sudah ada pergantian 3 Kapolda Jatim, kasus ini belum juga berhasil ditangani.
Pada bulan Januari 2020, kasus ini diambil alih Polda Jatim. Itu berarti sudah dua tahun enam bulan ditangani Polda Jatim, ternyata  belum berhasil juga.
Kenapa kasus ini sangat menarik untuk dicermati dan menjadi breaking news tentang  upaya Polisi menangkap pelaku pencabulan terhadap santriwati ini? Ada sembilan faktor.
Pertama, kejahatan yang dilakukan MSA ini adalah kejahatan seksual. Bukan kejahatan biasa. Kejahatan seksual yang memberikan efek kepada korban. Dalam kasus ini tidak ada perdamaian.
Kedua, MSA, pelaku adalah anak kiai pengasuh dan pemilik Pondok pesantren. Seharusnya anak kiai ini menjadi contoh perilaku yang baik baik bagi santri maupun santriwati. Bukan saja tidak memberi contoh yang baik, malah melakukan pencabulan terhadap santriwati.
Ketiga, Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah pondok pesantren. Tempat yang seharusnya tempat yang baik untuk membina dan mengajari santri dan santriwati. Namun untuk kejadian ini, pondok pesantren ini menjadi tempat kejadian pencabulan santriwatinya.
Keempat, KH Muchtar Mufti, ayah pelaku sebagai pemilik dan pengasuh pondok pesantren melindungi anaknya dan menghalangi penegakan hukum terhadap anaknya. Dia mengatakan bahwa ini fitnah dan masalah keluarga. Sikap yang bukan saja tidak mengakui perbuatan anaknya, namun malah menyerang balik korban yang mengatakan itu fitnah. Ini melanggar pasal 221 KUHP.
Kelima, kasus ini sudah lama sejak 2019 dan sudah berganti sampai 3 Kapolda masalah ini belum selesai. Ketika Kapolda Metro Jaya Firman masih menjabat Kapolda Jatim, hal ini tidak pernah ditangani dengan baik.
Keenam, ada sekelompok orang yang mengatakan dirinya relawan dan santri menghalangi dan melawan polisi yang datang menjemput tersangka. Kelompok ini setelah direkayasa untuk menghalangi penegakan hukum. Orang ini juga telah melakukan tindak pidana dan harus ditangkap juga. Ini melanggar pasal 221 KUHP.
Ketujuh, tersangka telah dua kali melakukan upaya pra peradilan. Pertama ke PN Surabaya pada Desember 2021, tidak diterima karena pihak tidak lengkap. Tidak menyertakan Polres Jombang yang menangani kasus ini sejak awal. Pra peradilan kedua dilakukan di PN Jombang dan gugatan praperadilan ditolak.