Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyodorkan nama Capres yang dianggapnya bisa menjadi pemersatu bangsa dan menghindari keterbelahan.
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat mengatakan yang mempersatukan bangsa adalah ideologi.
Warganet mengatakan pemersatu bangsa adalah Tante Ernie dan kawan-kawannya seperti Maria Vania dan lainnya. Mana yang betul?
Capres.
Surya Paloh memberikan gambaran bagaimana dua kali Pemilu dan Pilpres 2014 dan 2019 telah membelah pemilih kita menjadi dua bagian. Secara ekstrim telah menimbulkan polarisasi dalam masyarakat. Pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo.
Keterbelahan ini menganga sampai menimbulkan gejolak dalam masyarakat kita. Pro kontra tentang isu dan politik identitas semakin mempertajam perbedaan dan keterbelahan.
Berdasarkan pengalaman itulah Surya Paloh menyodorkan Paket Capres Ganjar-Anies yang bisa dianggap sebagai pemersatu bangsa untuk menghindari perpecahan dan keterbelahan masyarakat. Untuk apa melaksanakan pemilu kalau hasilnya menimbulkan perpecahan? Demikian argumentasinya.
Ideologi.
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, yang mempersatukan bangsa adalah ideologi. Dengan pemahaman yang sama tentang ideologi dan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat akan membuat bangsa bersatu.
Pemahaman ideologi yang berbeda, apalagi masih berpikir membuat ideologi lain selain Pancasila seperti khilafah akan membawa perpecahan dan keterbelahan masyarakat. Itulah yang terjadi maka persatuan seakan tidak ada.
Tante Ernie.
Warganet mengatakan Tante Ernie dan kawan-kawannya seperti Maria Vania dan yang lainnya sebagai pemersatu bangsa. Pengagum dan pengikut Tante Ernie tidak mengenal perpecahan politik. Mau kadrun, cebong, kampret dan entah apapun istilah perpecahan politik tidak ada dalam kamus pengikut Tante Ernie.
Semua golongan politik dengan label seperti kampret, cebong, kadrun dan apapun itu semua mengikut Tante Ernie. Para pengikut Tante Ernie lupa diri, apakah dia kampret atau cebong atau kadrun. Yang penting begitu foto Tante Ernie muncul di IG pasti menarik hati para pengikut dan pengagumnya.
Lalu pertanyaan muncul, mana yang betul dari tiga ini? Jika kita simak dari alasan dan argumentasi, bisa jadi masing-masing mungkin ada betulnya. Namun sesungguhnya, sebagai bangsa haruslah memiliki alat pemersatu bangsa.
Belajar dari Sejarah.
Bangsa Indonesia lahir bukan lahir dengan liar. Perjuangan kemerdekaan setelah dijajah Belanda selama 350 tahun dan Jepang selama 3,5 tahun telah menyadarkan bangsa ini tentang persatuan. Ketika perjuangan masih bersifat kedaerahan seperti perjuangan Diponegoro, Pattimura, Raja Sisingamangaraja XII, Teuku Umar, Imam Bonjol dan beribu pahlawan meninggal, namun kemerdekaan belum diperoleh. Gagal.
Perjuangan kemerdekaan mulai mengarah ke perjuangan bersama dan membingkai persatuan setelah Budi Utomo pada tahun 1908. Arah perjuangan bersama dan pemikiran intelektual mulai dirintis. Pembentukan Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon dan jong lainnya semakin menegaskan perjuangan melibatkan kaum muda daerah dan jawa.
Dua puluh tahun kemudian, arah persatuan itu semakin jelas dengan lahirnya Soempah Pemoeda 1928. Kongres Pemuda II yang diadakan pada tanggal 26-28 Oktober 1928 dideklarasikan dengan semangat menyatakan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, Indonesia. Tekad persatuan telah diproklamirkan dan dideklarasikan.
Pada kongres tersebutlah pertama sekali dikumandangkan lagu Indonesia raya karya Wage Rudolf Soepratman. Gema dan gaung persatuan menuju Indonesia merdeka, berdaulat dan bersatu bergema dimana-mana.
Sejak Soempah Pemoeda itulah gerakan bersama dan bersatu dilakukan. Para pemuda Indonesia yang menikmati pendidikan di Belanda sudah pulang dan ikut dalam gerakan perjuangan untuk kemerdekaan.
Ketika Jepang menjajah Indonesia penderitaan rakyat kita sungguh luar biasa. Kehadiran Jepang sempat dianggap sebagai jalan keluar dari penjajahan, ternyata lebih sadis. Namun perjuangan kemerdekaan tidak berhenti.
Pada tahun 1945, ketika Jepang kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia kedua, Indonesia memanfaatkan momentum untuk merdeka. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah memerdekakan Indonesia.
Dalam masa perjuangan tersebut di masa penjajahan Jepang dibentuklah BPUPKI. Badan ini bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan menyusun apa yang menjadi Konstitusi dan apa yang menjadi dasar negara.
Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang menyebutkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara menjadi tonggak sejarah perumusan persatuan bangsa. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 dan di dalam pembukaannya tercantum isi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Dalam sidang BPUPKI, perdebatan tentang ideologi Pancasila atau Islam telah diperdebatkan dengan baik. Sila pertama yang menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang merumuskan Ketuhanan, dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya sudah didiskusikan dengan hangat dan baik.
Akhir dari semua pembicaraan itu bermuara kepada pembentukan Indonesia menjadi negara kesatuan yang bebentuk Republik yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dasar negara dan ideologi negara adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Dinamika diskusi dan perdebatan tentang Pancasila dan Islam bisa dipelajari dari sejarah bangsa ini dalam catatan dan notulen sidang BPUPKI. Perdebatan tentang negara Islam menjadi NKRI berdasarkan Pancasila sudah tuntas. Penetapan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 tentang NKRI dan Pancasila sudah sah secara hukum. Final.
Apa yang diuraikan diatas, seharusnya kita belajar dari sejarah bangsa ini. Politik identitas dengan menggunakan suku, agama, ras dan golongan harus dihentikan. Itu langkah mundur ke masa penjajahan. Pemikiran tentang ideologi lain selain Pancasila harus dibumihanguskan.
Darah, harta dan nyawa para pejuang kemerdekaan telah ditumpahkan untuk kita nikmati kini. Apakah pengorbanan para pahlawan bangsa yang melahirkan kemerdekaan Indonesia ini tidak kita hargai? Apakah kita bisa menikmati keadaan sekarang ini tanpa perjuangan para pahlawan kemerdekaan tersebut?
Mereka tidak meminta kita untuk mempertaruhkan nyawa, harta dan darah. Cukup kita menghargai karya perjuangan mereka berupa kemerdekaan Indonesia menjadi NKRI berdasarkan Pancasila.
Semua pemangku kepentingan dalam Pemilu dan Pilpres harus belajar dari sejarah perjuangan ini. Para Ketum partai, Capres dan Caleg harus memahami sejarah dan menjunjung tinggi NKRI dan Pancasila dan UUD 1945. Itulah persembahan para pejuang kemerdekaan kita yang rela mengorbankan nyawa dan hartanya untuk kemerdekaan.
Alat pemersatu bangsa bukan Capres, bukan Tante Ernie, namun sesungguhnya pemersatu bangsa haruslah Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara. Ayo bersatu dalam panji NKRI dan Pancasila. Bukan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H