Ditengah maraknya silaturahmi dan komunikasi politik antar partai, Sekjen PDIP seakan memberikan pernyataan yang cukup keras. Sulit bekerja sama dengan Partai Demokrat dan ogah dengan PKS.
Hal yang biasa dalam kebiasaan politik jarang atau sulit mengatakan 'tidak'. Walaupun enggan mengatakan tidak, namun perilaku politiknyalah yang mengatakan tidak. Tidak ada lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Namun kini, PDIP secara tegas dan lugas mengatakan tidak untuk Partai Demokrat dan PKS.
Hasto sebenarnya menambahkan bahwa PDIP juga enggan dengan Partai Nasdem. Penyebutan nama Ganjar sebagai Bacapres hasil Rakernas Partai Nasdem dianggap PDIP, mungkin, sebagai pembajakan kader partai lain.
Hasto menyebut hanya dengan 5 partai mereka mungkin berkoalisi yaitu Gerindra, PKB, Golkar, PAN dan PPP. Golkar, PAN dan PPP sudah membentuk KIB. Apakah PDIP mau bergabung dengan KIB? Atau akan gabung dengan Gerindra-PKB yang sudah hampir sepakat?
Pernyataan Sekjen PDIP mendapat tanggapan keras dari Partai Demokrat. PDIP dituduh merampok wong cilik. Mungkin Partai Demokrat masih tersinggung dengan pernyataan tersebut. Namun memang harus dipahami bahwa PDIP dengan Demokrat masih sulit bekerja sama, selama konflik dan perang dingin antara SBY dengan Megawati belum dituntaskan.
Dengan PKS, masalah ideologi menjadi penghambat. Walaupun sama-sama bicara ideologi Pancasila, namun dalam pemahaman, PDIP dan PKS berbeda. Apalagi PKS keras dengan ideologi Islam dan bersahabat dengan para tokoh garis keras yang dianggap radikalis.
PDIP yang selama ini dituduh Partai Sombong dan kaku dalam berkomunikasi dengan partai lain berkata tegas. Tidak ada kamuflase. Semua harus jelas, demikian sikap PDIP.
Apakah sikap tegas PDIP ini akan mendorong Demokrat dan PKS akan merapat ke Partai Nasdem? Dengan Nasdem juga PDIP agak sulit berkolaborasi tahun 2024 ini.
Memang, jika PDIP bergabung dengan 5 partai yang disebutkan mungkin Kerjasama yaitu  Golkar, PAN, PPP, Gerindra dan PKB akan menghasilkan koalisi besar dan hanya menyisakan Nasdem, Demokrat dan PKS. Apalagi jika calonnya Ganjar, maka kemenangan sudah dalam bayangan dan genggaman.
Ancang-ancang yang dibuat PDIP ini, jika dilanjutkan dengan menjalin komunikasi politik dengan 5 partai sebagaimana disebut diatas memang akan benar-benar mewujudkan koalisi yang konkrit dan akan memaksa Nasdem, Demokrat dan PPP melahirkan koalisi.
Sekarang masih saling menunggu, saling mengintip dan mencari hari yang baik dan tepat untuk mengumumkan kesepakatan koalisi. PDIP belum bergerak. Partai lain seperti Nasdem, PKS, Demokrat, Gerindra dan PKS sudah saling berkunjung dan berkomunikasi. Namun belum ada koalisi permanen menuju Pilpres 2024, kecuali KIB.
Sikap PDIP yang disampaikan Sekjen bisa saja terasa sakit bagi Demokrat, PKS dan Nasdem. Namun berterus terang jauh lebih baik daripada saling berkomunikasi, namun dalam hati belum sepakat.
Labih baik menjaga jarak, namun tetap saling menghormati, daripada dekat tapi jauh di hati. Koalisi bukan tugas sesaat, namun membutuhkan saling pengertian dan saling mendukung untuk memenangkan Bacapres yang akan diusung dalam Pilpres.
Apakah PDIP yang ogah dengan PKS, sulit dengan Demokrat dan Nasdem akan berkomunikasi dengan baik kepada 5 partai Golkar, PAN, PPP, Gerindra dan PKB? Apakah bisa mengakomodir Bacapres dari kelima partai tersebut?
Apakah PDIP dan 5 partai ini bisa menjadi satu koalisi atau menjadi dua atau bahkan menjadi tiga, jika mereka tidak sepakat? Semuanya tergantung komunikasi dan kesepakatan yang akan diambil partai politik ini.
Semuanya belum jelas dan akan melihat perkembangannya. Apakah para elit partai politik ini mampu menjalin komunikasi untuk mencari yang terbaik untuk kepentingan bangsa? Atau mereka hanya mementingkan kepentingan partai dan egocentris kepentingan Bacapres yang mau diusung? Mari kita lihat perkembangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H