Di tengah arus pembentukan koalisi yang dimulai dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dilanjutkan dengan rencana pembentukan Koalisi Semut Merah yang belum nyata, Jokowi menggalang kekuatan relawan. Ada apa? Apakah Jokowi mengalami trauma memori 2014, diamana dirinya mengalami saat kritis, antara dicalonkan atau tidak oleh partainya?
Jokowi sebagai presiden dan pemimpin bangsa dengan dua masa periode tentu saja memiliki kepentingan untuk mencari penggantinya sebagai presiden untuk melanjutkan kepemimpinannya dan pembangunan yang sudah direncanakan dan yang sudah dijalankan, namun perlu kelanjutannya.
Memang sesungguhnya, tugas seorang pemimpin termasuk juga mempersiapkan penggantinya. Jokowi , kini sedang mempersiapkan penggantinya. Namun sayangnya Jokowi bukan petinggi partai yang memiliki kewenangan untuk mencalonkan jagoannya menjadi capres.
Menurut UUD 1945, Paslon Capres-Cawapres diajukan oleh partai politik artau gabungan partai politik. Ambang batas pencalonan capres adalah 20 persen. Nah Partai PDIP bisa mencalonkan sendiri paslonnya. Hanya PDIP yang memiliki quota ambang batas tersebut. Partai lain harus berkoalisi.
Lalu, masalahnya sepertinya calon jagoan Jokowi ini belum mendapat dukungan dari partainya? Bahkan ada kesan seperti dikuliti? Ada elit partai yang membandingkan, seakan jagoan ini tidak berprestasi dan hanya tahunya bermedsos.
Pernyataan Jokowi ketika hadir dalam Rakernas Projo di Magelang yang dihadiri beberapa orang dengan sebutan ojo kesusu menjadi terkenal. Dampaknya jelas. Elektabilitas Ganjar naik dan meninggalkan Capres lainnya.
Kenapa Jokowi seakan menghidupkan kembali semangat relawan. Apakah relawan Jokowi seperti Projo (Pro Jokowi) mau dialihgungsikan menjadi ProGan (Pro Ganjar)?
Apakah benar pembentukan KIB ini merupakan disain yang direstui Jokowi sebagai alternatif kendaraan bagi Ganjar? Pertanyaan-pertanyaan ini layak kita ajukan untuk melihat dan menjawab tantangan Pilpres yang akan segera mengajukan paslon tahun depan.
Perjuangan Jokowi dua kali dalam Pilpres (2014 dan 2019) dapat dikatakan sangat dramatis dan penuh gejolak. Pencalonannya yang seakan setengah hati dan setengah terpaksa dari partai, namun mendapat dukungan penuh dari relawan.
Mungkinkah trauma memori 2014 tersebut sangat membekas dalam hati Jokowi sehingga dia mempersiapkan alternatif kendaraan dan penggalangan kekuatan relawan dipersiapkan? Supaya jagoannya tidak mengalami seperti dirinya di tahun 2014? Kesannya sih seperti itu, namun politik ini masih dinamis. Semuanya masih mengkin terjadi.
Ojo Kesusu sepertinya tidak hanya disampaikan ke Projo yang mewakili relawan. Karena kenapa pernyataan tersebut disampaikan ke Projo sebagai relawan? Kan yang mengajukan Paslon Capres dalam Pilpres adalah partai politik atau gabungan partai politik. Apakah ini pesan ke KIB? Makna simbolik gaya Jawa.
Apakah Jokowi sedang mempersiapkan kekuatan relawan ini menjadi alat penekan untuk menentukan Paslon dalam Pilpres 2024? Sehingga Partai Politik atau gabungan partai politik mau mencalonkan sesuai dengan harapan masyarakat?
Seberapa pentingkah Capres penggantinya bagi Jokowi? Apakah tidak seharusnya dia berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya sebagai presiden? Berbagai pertanyaan kita boleh utarakan, namun tetap kita harus memahami psikologis presiden Jokowi. Dia akan lega turun dari kursi kepresidenan, jika penggantinya adalah orang yang dipercaya dan diyakininya akan meneruskan pembangunan yang sudah dirintisnya untuk dilanjutkan.
Jika penggantinya bukan yang diyakininya melanjutkan apa yang dilakukannya, maka sia-sia rasanya kerja kerasnya selama 10 tahun ini. Kenapa? Itulah kelemahan kita yang tidak memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) lagi. GBHN kita dulu memuat pembangunan yang bertahap dan berkelanjutan. Ada pembangunan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
GBHN sudah almarhum alias dikebumikan. Inipun gegara GBHN produk Orde Baru yang dihanguskan penguasa era reformasi yang kebablasan. Pergantian rezim membuat dendam kesumat kepada produk rezim sebelumnya. Dan inilah mungkin yang menjadi trauma juga bagi Jokowi.
Jika demikian halnya, bisa kita pahami bahwa Jokowi bukan lagi hanya memikirkan program pembangunan yang sedang dilaksanakannya, namun dia berpikir ke depan. Bagaimana penggantinya bisa melanjutkan pembangunan yang sudah dilakukannya.
Hal ini penting, karena Jokowi juga banyak melakukan dan melanjutkan  pembangunan yang mangkrak dan tidak bisa berjalan di periode sebelumnya. Misalnya Pembangunan tol Becakayu dari Bekasi ke kampung Melayu. Sudah dimulai tahun 1995, namun mangkrak. Tahun 2014 dihidupkan lagi dan sampai kini belum tuntas juga.
Pembangunan jalan tol dan infrastruktur lainnya seperti jalan, pelabuhan dan bandara serta penyulingan minyak Pertamina menjadi sebagian contoh yang patut diutarakan.
Upaya Jokowi untuk menggalang kekuatan relawan sebagai pendukung calon penggantinya bisa dimaknai bukan menyangkut kepentingan subjektif. Jokowi tidak hanya melihat seorang calon penggantinya sesuai seleranya, namun secara objektif yang bisa diyakini melanjutkan pembangunan yang sudah dirintisnya.
Tentu saja ini bukan kepentingan pribadi, namun kepentingan bangsa. Kesinambungan pembangunan yang terarah dan terintegrasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Presiden boleh berganti, tetapi pembangunan yang berkelanjutan harus terjadi.
Keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa tidak bisa dicapai dalam waktu singkat dan periode tertentu. Itu hanya mungkin dicapai jika proses pembangunan yang terintegrasi bertahap dan berkesinambungan menjadi syarat utamanya.
Dalam konteks seperti itulah kita pahami segala upaya yang dilakukan Jokowi untuk menggalang kekuatan relawan dan mempersiapkan kendaraan alternatif bagi penggantinya. Harapan kita terhadap  pengganti Jokowi, entah siapapun nanti yang terpilih dalam Pilpres 2024 bisa mengemban tugas melanjutkan apa yang sudah dirintis pemimpin sebelumnya yang dimulai sejak Indonesia merdeka tahun 1945. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H