Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila, antara Utopia dan Realita

1 Juni 2022   08:11 Diperbarui: 1 Juni 2022   08:15 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari lahir Pancasila 1 Juni diperingati dan dijadikan sebagai hari libur nasional berdasarlan Keputusan Presiden nomor 24 tahun 2016. Bisa kita bayangkan, setelah 71 tahun merdeka barulah kita  mengakui bahwa hari lahir Pancasila adalah tanggal 1Juni.

Hal itu didasarkan pada waktu penyebutan istilah Pancasila dalam pidato  Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Pertanyaan Ketua BPUPKI waktu itu adalah, apa yang menjadi dasar negara Indonesia yang mau merdeka.

Para founding fathers kita ketika itu berpikir filosofis dan ingin membangun bangsa dengan sebuah fondasi atau dasar negara yang harus kuat berakar dalam budaya bangsa. Maka nilai-nilai Pancasila berupa spritualitas dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, prinsip penghargaan kepada kemanusiaan yang beradab, gotong royong dalam persatuan, semangat bermusyawarah mengambil keputusan serta bersikap adil kepada semua insan menjadi inti sari dari sila-sila yang ada dalam Pancasila tersebut.

Pidato Soekarno yang menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila tersebut digali dari akar budaya dan nilai yang sudah ada dalam kehidupan bangsa yang tersebar di seluruh nusantara sebelum kemerdekaan.

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara yang dirumuskan dan dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila juga disebut sebagai ideologi, falsafah hidup bangsa dan pemersatu bangsa. Jadi Pancasila menjadi dasar negara, ideologi negara falsafah hidup bangsa dan pemersatu bangsa.

Pancasila dengan sebutan dan status  seperti itu seakan menjadi rumusan yang ideal dan seakan utopis. Sebuah cita-cita yang tinggi dan jauh di atas awang-awang. Padahal katanya Pancasila digali dari akar budaya dan nilai-nilai yang ada di bumi nusantara Indonesia.

Perjalanan pelaksanaan Pancasila di setiap rezim dan Presiden yang pernah berkuasa di Indonesia sangat dinamis dan berbeda.

Presiden Soekarno yang menggali Pancasila dengan rezim Orde Lama menjalankan Pancasila sesuai dengan gayanya, namun dengan demokrasi terpimpinnya telah melahirkan pemerintahan yang menimbulkan masalah dan menuju kultus Sang Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat dirinya menjadi presiden seumur hidup. Makna Pancasila tergelincir, demokrasi terpimpin menjadi dominan.

Era Presiden Soeharto dengan rezim Orde Baru mengikrarkan akan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekwen. Membentuk BP7 dan melakukan penataran P4 sebagai sosialisasi Pancasila, UUD 1945 dan GBHN. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menjadi andalannya. Penataran P4 dituduh sebagai sebuah indoktrinasi. Di era reformasi itu dihapus.

Orde Baru yang seakan memberikan penekanan terhadap pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekwen. Kepemimpinan yang lama selama 32 tahun akhirnya melahirkan kultus individu sebagai bapak pembangunan. Upaya pelanggengan kekuasaan dan masuknya keluarga istana ke dunia bisnis dan politik menggerus nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Monopoli ekonomi dan putrinya diangkat menjadi menteri telah mengantarkan Presiden Soeharto ke jurang kehancuran. Peristiwa Mei 1998 telah menjungkirbalikkan kekuasaan yang sangat kuat menjadi rapuh, hancur dan akhirnya mundur. Pancasila tergerus.

Di awal reformasi, keadaan negara masih labil dan transisional. Terpilihnya Gus Dur menjadi Presiden dan bergejolak, dan juga berlangsung Sidang Umum MPR yang melakukan amandemen UUD 1945. Gus Dur diturunkan oleh MPR dan digantikan Megawati. Megawati mengusulkan untuk menetapkan 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila, namun sampai berakhirnya kepemimpinannya hari lahir Pancasila belum diputuskan dan diusulkan ke era Presiden SBY.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode juga tidak pernah menetapkan Hari lahir Pancasila. Sebagai warisan Orde Baru dan mantan ajudan Presiden Soeharto, di era SBY perayaan Hari Kesaktian Pancasila yang ditonjolkan termasuk pemutaran film Pemberontakan G30S. Bukan hari lahirnya Pancasila.

Barulah ketika Jokowi menjadi Presdien ke 7, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila dengan Keputusan presiden no 24 tahun 2016 tersebut. Perjalanan bangsa selama 71 tahun baru berani menetapkan hari lahirnya Pancasila yang merupakan Dasar Negara, Ideologi Negara, Falsafah Hidup Bangsa dan pemersatu bangsa.

Sesungguhnya Pancasila harus menjadi dasar dan nilai bagi pembangunan karakter nasional (national character building) bagi Indonesia. Sebagai sebuah bangsa yang majemuk harus memiliki karakter nasional sebagai modal bangsa menghadapi tantangan global dan transnasional yang datang menyerbu ke negara Indonesia.

Penyusupan ideologi transnasional sudah menggunakan metode yang efektif dengan sarana media sosial dan internet. Bisa kita lihat bagaimana ISIS merekrut anggota dan menyebarkan ajarannya tidak lagi melalui PTM (Pertemuan Tatap Muka), namun sudah melalui internet. Itulah kesulitan kita menghempangnya.

Kita melihat bagaimana para teroris yang direkrut ISIS mengajari pembuatan dan perakitan  bom tidak lagi dalam kelas atau peretemuan di hotel seperti rapat instansi pemerintahan. Semuanya melalui media sosial dan menggunakan internet.

Bagaimana kita melihat tantangan penyusupan ideologi transnasional tersebut? Adakah metode sosialisasi Pancasila sebagai Dasar negara, Ideologi Negara dan Pemersatu Bangsa bagi masyarakat Indonesia? Apakah yang dipikirkan negara terhadap penghempangan ideologi trannasional untuk tidak merasuki generasi muda kita, khususnya kaum milenial?

Apakah ada konsep terpadu dan terintegrasi dari BPIP untuk menghadapi ideologi transnasional ini? Idologi khilafah yang menyusupi kehidupan bangsa kita juga patut dicermati. Keinginan kaum radikalis untuk menggantikan Pancasila dengan khilafah, bagaimana kontra yang dilakukan negara melalui BPIP?

Apakah BPIP cukup sebagai lembaga yang menghadapi tantangan ideologi ini? Apakah masih diperlukan sebuah institusi yang baru? Atatau cukup penguatan lembaga BPIP ini? Kita tidak tahu apa yang mereka rencanakan dan program apa yang dilakukan untuk menghempang ideologi transnasional ini?

Semua uraian diatas patut kita renungkan dan pikirkan sebagai refleksi dalam memperingati hari lahirnya Pancasila 1 Juni. Keruntuhan negara Uni Soviet, Yugoslavia patut menjadi contoh untuk dipelajari. Kesatuan dan keutuhan NKRI hanya mungkin terjadi jika Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara dan pemersatu bangsa berurat berakar dan terintegrasi dalam kehidupan bangsa.

Pancasila tidak boleh menjadi utopia, berada dalam konsep yang seharusnya, namun tak pernah hidup nyata dalam realita kehidupan dan karakter bangsa. Pancasila itu sederhana dan sangat bisa dilakukan setiap makhluk Indonesia.

Pancasila tidak cukup dirayakan dengan pernyataan, wacana dan himbauan. Pelaksanaan Pancasila membutuhkan keteladanan dari pemimpin bangsa. Pejabat dan pemimpin bangsa yang hidup sederhana, tidak korupsi dan menjalankan tugas negara untuk kepentingan bangsa, itulah contoh keteladanan itu.

Ketika korupsi para pejabat marak, penegakan hukum yang lemah, pemeliharaan terhadap ulama radikal yang membawa ideologi khilafah, pemeliharaan mafia minyak goreng dan berbagai mafia lain, menjadikan contoh buruk dan bertentangan dengan Pancasila. Bisakah itu diberantas? Mampukah kita menghabisinya? Mampu. Tapi apakah kita mau? Tunggu dulu, kita harus melihat siapa dibelakangnya dan apa kepentingannya. Berarti, kita mampu, namun tidak mau. Memiliki kemampuan, tepi tidak ada kemauan.

Tidak usah bermimpi besar mengubah dunia dan menjadi agen perubahan peradaban dunia. Kita cukup memberikan contoh menjadi bangsa yang damai dan hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan. Masarakat kita yang multi ras, suku, agama dan golongan bisa memelihara kehidupan yang baik berdasarkan Pancasila cukup menjadi contoh teladan bagi peradaban dunia.

Mengubah dan membangkitkan peradaban dunia bisa kita mulai dari kehidupan kita sendiri. Dan sikap ini kita kembangkan dan tularkan ke seluruh dunia. Indonesia bisa menjadi contoh dan panutan bagi bangsa-bangsa di dunia. 

Ayo merayakan hari lahirnya Pancasila 1 Juni dan kita berantas semua perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Mari kita jadikan Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara dan pemersatu bangsa yang majemuk. Biarlah Pancasila menjadi seuatu yang hidup dan menyala dalam realita, bukan hanya sebagai utopia.

Selamat hari Lahir Pancasila 1 Juni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun