Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jokowi, Antara Puan dan Ganjar, Pilih Siapa?

8 Mei 2022   07:32 Diperbarui: 8 Mei 2022   07:40 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran itu adalah hajatan dan perayaan hari keagamaan. Pilpres dan Pemilu adalah hajatan politik lima tahunan dan perayaan demokrasi. Sesungguhnya hajatan keagamaan dan hajatan politik memiliki elemen dan unsur yang berbeda.

Lebaran sebagai hajatan keagamaan sesungguhnya adalah hari raya kemenangan setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan selama sebulan. Ini pula momen untuk saling bermaaf-mafan dan mengadakan silaturrahmi.

Untuk konteks budaya Indonesia, momen lebaran dimanfaatkan untuk mudik ke kampung halaman bertemu sanak saudara dan merayakan lebaran bersama-sama. Guyub. Tak perduli bagaimana keadaannya. Kalau istilah orang Jawa, mangan, ora mangan, yang penting ngumpul. Makan atau tidak makan yang penting kumpul.

Pilpres dan Pemilu sebagai hajatan politik tentu menjadi indikasi berjalannya demokrasi dan pergantian pemimpin yang teratur dan dengan pembatasan periode setiap orang. Dengan pembatasan periode hanya dua kali, negara terjamin dari pelanggengan kekuasaan yang berkepanjangan yang akan mengakibatkan tumbuhnya otoritarian dan seakan kekuasaan menjadi warisan dan milik keluarga.

Ketika ada gagasan penundaan pemilu dan menggagas presiden tiga periode, para penganut paham demokrasi pasti akan melawan dan menggagalkan gagasan tersebut. Bukan hanya penganut paham demokrasi yang bergerak, namun juga para pemimpi yang berambisi ingin berkuasa, namun belum kesampaian. Semuanya bercampur menolak gagasan presiden tiga periode.

Seandainya presiden tiga periode diperbolehkan konstitusi, maka Jokowi yang sudah menjabat dua periode, kemungkinan besar akan terpilih lagi. Namun amanat konstitusi presiden dua periode cukup jelas dan limitatif, jadi gagasan itu harus kandas dan dikandaskan. Demi dan untuk penegakan konstitusi. Gagasan itu inkonstitusional. Titik.

Setelah menjalani dua periode dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Jokowi akan turun dari jabatan kepresidenan pada tahun 2024. Ini juga perintah konstitusi. Jadi kalau ada yang menginginkan Jokowi turun sebelum tahun 2024 atau ada upaya menurunkan Jokowi sebelum 2024 itu juga inkonstitusional. Pihak yang menginginkan presiden tiga periode dan yang ingin menurunkan Jokowi sebelum 2024 adalah sama,  inkonstitusional.

Jika lebaran sebagai hajatan keagamaan dan Pilpres-Pemilu sebagai hajatan politik terpisah, namun bagi orang yang berlebaran dan kebetulan memiliki kepentingan politik untuk Pilpres-Pemilu, kedua kegiatan tersebut dipadukan dengan kegiatan safari politik lebaran. Itulah pemandangan politik dengan panorama lebaran sebagai lokasi settingnya. Safari politik lebaran namanya.

Misalnya Prabowo sowan ke Jokowi di Yogjakarta, walaupun diimbau untuk tidak menyelenggarakan open house bagi pejabat negara. Setelah ke Jokowi, Prabowo sowan ke Megawati di jalan Teuku Umar Jakarta. Jokowi sowan ke Sultan Hamengku Buwono X di keraton Yogjakarta. Kenapa Jokowi yang ke keraton

Kenapa bukan Sultan Hamengku Buwono X sebagai gubernur DIY yang sowan ke istana presiden Yogjakarta. Sultan Hamengku Buwono X memang gubernur DIY, tetapi di Yokjakarta dia adalah sultan atau raja. Jokowi sangat memahami kultur kekuasaan Jawa, jadi dia yang datang. Sekaligus memamerkan kerendahan hati seorang presiden yang berasan dari Jawa sowan kepada Raja Jawa.

Kondisi politik yang tidak memungkinkan Jokowi untuk maju dalam Pilpres 2024 memunculkan pertanyaan, siapakah yang akan didukung Jokowi sebagai penggantinya dalam Pilpres 2024? Apa kepentingan Jokowi yang tidak bisa maju lagi pada Pilpres tahun 2024? Sebagai presiden, tentu Jokowi bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan memilih penggantinya yang lebih baik untuk meneruskan kepemimpinan dan melanjutkan programnya. Apa  yang sudah dirancang dan belum selesai dalam periodenya. Misalnya ibu kota negara yang baru. Ini membutuhkan komitmen penggantinya untuk melanjutkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun