Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Ganjar Bagi PDIP 2024, Kader Ter(Paksa) Sayang atau Terbuang?

7 Mei 2022   15:20 Diperbarui: 7 Mei 2022   15:25 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ganjar terus melaju dalam angka hasil survey sebagai Capres. Itu prestasi secara personal. Bagaimana pandangan partainya, PDIP? Ada masalah? Puan Maharani, putri Megawati Ketua Umum, cucu Soekarno berambisi menjadi Capres atau cawapres. Namun hasil survey belum mendukung.

Seandainya Puan Maharani yang masuk tiga besar hasikl survey, masalah politik internal sudah selesai soal capres. Namun karena jagoan dan putri ketua umum tidak mendapat hasil survey yang baik, maka masalah psikologis terjadi.

Puan Maharani sudah beberapa kali menyindir dan menyentil Ganjar. Dalam sebuah pertemuan di Semarang, Puan datang dan Ganjar tidak diundang dalam pertemuan partai tersebut. Puan menyindir agar jangan memilih capres yang tahunya hanya bermedsos, bukan bekerja nyata. Teranyar Puan menyindir jangan memilih yang ganteng yang tidak bisa bekerja.

Puan sudah berusaha menaikkan popularitasnya dengan memerintahkan semua DPD dan DPC PDIP untuk menaikkan balihonya. Sempat pemandangan jalan di Indonesia dipenuhi oleh baliho Puan Maharani. Padahal baliho Ganjar tidak terpampang di seluruh Indonesia.

Puan adalah Ketua DPR RI yang mempunyai ruang lingkup seluruh wilayah Indonesia. Ganjar hanyalah seorang gubernur di Jawa Tengah, salah satu provinsi di Indonesia. Puan adalah salah satu ketua DPP PDIP, sementara Ganjar tidak ketua di DPP. Jika ruang lingkup kekuasaan Puan lebih luas dari Ganjar, kenapa elektabilitas Ganjar lebih tinggi dari Puan? Dimana letak masalahnya?

PDIP jelas sangat dilematis dalam hal ini. Keinginan mencalonkan jagoannya Puan, tetapi yang popular adalah kader Ganjar yang hanya menjabat Gubernur Jawa Tengah. Jika PDIP yang menentukan kemenangan capres, maka Puan yang akan dicalonkan sebagai jagoan. Namun ini pemilihan langsung dari rakyat Indonesia. PDIP harus menentukan calon.

Jika Puan Maharani yang dicalonkan dan ternyata kurang berkenan bagi masyarakat, bagaimana? Hal ini tidak akan berpengaruh kepada kekalahan Puan Maharani, namun ini juga akan berdampak kepada hasil yang akan diperoleh PDIP dalam pemilu.

Bisa dilihat hasil nyata Pemilu 2014 dan 2019 bagaimana pengaruh calon presiden Jokowi terhadap hasil yang diperoleh PDIP dam Pemilu 2014 dan 2019 tersebut. Apakah PDIP akan mau mengambil rssiko dengan memilih Puan Maharani sebagai calon dan jagoannya?

Jika Ganjar sebagai kader yang didukung PDIP, kemungkinan dan peluang  menangnya sangat besar. Hasil survey tentang Ganjar yang terus menerus terpelihara dan terjaga masuk 3 besar cukup mengindikasikan keunggulan itu. Ditambah lagi popularitas PDIP akan memaksimalkan hasil tersebut. Dengan demikian Ganjar menjadi kader tersayang. Walaupun terpaksa, makanya namanya kader ter(paksa)sayang.

Jika PDIP tidak berkenan mencalonkan Ganjar dalam Pilpres 2024, maka dia menjadi kader terbuang. Ada kemungkinan besar Ganjar akan dipinang partai lain asalkan elektabilitasnya terpelihara. Jika ini terjadi, maka konflik dibawah akar rumput PDIP akan muncul. Pendukung Ganjar yang merupakan kader dan simpatisan PDI harus memilih. Memilih Ganjar atau calon PDIP yang bukan Ganjar? Loyalitasnya kemana? Dilematis.

Jika belajar dari pengalaman Pilpres 2014, harus diakui bahwa kemenangan Jokowi tidak hanya ditentukan oleh partai koalisi pendukung Jokowi. Namun secara faktual bisa kita lihat bagaimana kekuatan relawan Jokowi yang tidak kenal lelah dan habis-habisan untuk mendukung Jokowi. Konser salam dua jari masih segar dalam ingatan kita. Apakah Ganjar dalam Pilpres 2024 nanti akan mengulang sejarah perjuangan relawan tersebut?

Bisa jadi. Pergerakan relawan Ganjar sekarang ini juga sudah menunjukkan indikasi seperti meniru gaya relawan Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019. Apalagi banyak relawan Jokowi yang kini menjadi relawan Ganjar. Dengan pengalaman 2014 dan 2019, Pilpres 2024 tentu akan menjadi pengulangan pengalaman bagi para relawan.

Galau, mungkin inilah perasaan para petinggi PDIP yang ingin mendukung Puan Maharani. Betapa tidak, hati mereka galau karena kader Ganjar yang unggul dalam survey, bukan jagoannya. Pendukung Ganjar yang di PDIP juga galau, karena jagoannya sesama kader sepertinya belum mendapat restu dari ibu Ketua Umum Megawati. Bagaimanapun, aturan di PDIP, menyangkut capres itu adalah hak istimewa ketua umum.

Gamang, para petinggi PDIP yang menginginkan Puan Maharani seakan gamang ingin bertindak habis-habisan. Bagaimana contoh penyebaran baliho tak bisa mengangkat elektabilitas Puan Maharani. 

Apalagi yang akan mereka lakukan untuk meningkatkan elektabilitas Puan Maharani? Pendukung Ganjar di PDIP juga gamang. Mereka ingin melakukan kampanye dan mau mendorong Ganjar terganjal kepada rasa sungkan terhadap Puan Maharani dan Ketua Umum Megawati.

Lalu,...?

Pilihan harus dijatuhkan. Apakah memilih Puan Maharani dan membuat Ganjar TERBUANG?

Atau akan memilih Ganjar dan menjadikannya kader tersayang, walau karena terpaksa? Maka jadilah Ganjar menjadi kader TER(PAKSA)SAYANG?

Pilihan ini sangat dilematis? Ya. Dan sangat sulit. Namun, pilihan harus dilakukan. setiap pilihan memiliki resiko. Mana pilihan resiko yang paling ringan atau pilihan yang paling menyenangkan untuk partai? Ini tidak mudah.

Memilih Puan Maharani dan menjadikan Ganjar menjadi kader terbuang bisa beresiko Ganjar diambil alih partai atau gabungan partai lain. Banyak partai yang tidak memiliki calon internal partai yang memiliki elektabilitas tinggi. Ini sudah ada calon, tinggal upaya untuk memenuhi syarat pencalonan Capres, maka peluang menang ada.  Partai juga terangkat elektabilitasnya. Siapapun mau.

Seharusnya PDIP bangga dengan kadernya Ganjar yang memiliki elektabilitas Capres yang besar dan tinggi  tanpa upaya dari partai. Ini adalah capaian personal dari Ganjar. Bagaimana Ganjar membangun strategi komunikasi politik melalui medsos secara terus menerus merupakan sebuah prestasi juga. Kepiawaiannya menggunakan medsos sebagai media untuk memasarkan hasil kerjanya patut diacungi jempol.

Apapun sindiran Puan maharani terhadap Ganjar, sepertinya tidak menurunkan elektabilitas Ganjar. Apapun tekanan yang dilakukan Puan terhadap Ganjar tak kunjung membuat relawan Ganjar mundur. Bahkan kesannya terbalik. Semangat relawan seakan makin menggebu. Ganjar harus didorong untuk menang. Soal partai, biar sambil dipikirkan.

Ganjar mungkin perlu belajar dari Jokowi. Pengalaman Jokowi juga tahun 2014 tidak mulus. Pencalonannya seakan terdesak dan terpaksa bagi PDIP dan Ketua Umum Megawati. Pencalonan Jokowi hanya dengan sebuah surat tulis tangan pada 14 Maret 2014. Sudah mepet waktu menjelang Pemilu April 2014. Tinggal sebulan. Bisa dibayangkan, pencalonan presiden hanya dengan perintah harian dengan tulisan tangan. Akhirnya menang juga.

Kemenangan Jokowi 2014 dan 2019 sangat dramatis dan sangat fenomenal. Ada juga beberapa kader PDIP yang tersingkir dari PDIP karena mendorong pencalonan Jokowi tahun 2014. Sebutlah Maruarar Sirait, Sabam Sirait dan beberapa orang yang bersuara keras kepada DPP PDIP dan ketua umum. Sampai hari ini masih terasa dampaknya.

Para pendukung Ganjar di DPP PDIP dan jajarannya perlu mengambil pelajaran dari masalah tersebut. Tidak perlu ada korban baru seperti Maruarar, yang menjadi menteripun tak bisa padahal Jokowi sebagai Presiden sudah meminang dan memberikan baju putih untuk dipoakinya. 

Resiko masih berlanjut, dapil nya juga dipindah sampai dia tidak terpilih sebagai anggota DPR. Dan anehnya, dia tetap saja setia ke partainya PDIP, walaupun dia terzolimi dan terbuang. Kader yang loyal dan setia. Entahlah, hati nurani pimpinannya ada  dimana.

Ganjar tak perlu galau dan gamang. teruslah bekerja sebagai Gubernur Jawa tengah. Teruslah menggunakan strategi komunikasi politik dengan medsos. Relawan teruslah bekerja tanpa pamrih. Usaha dan kerja keras sudah dilakukan. Doa sudah dikumandangkan, biarlah hasil ditentukan oleh Yang Maha Kuasa dari atas sana. Mana tahu Ganjar diperkenankanNYA menjadi presiden penerus Jokowi. Siapa tahu.

Ganjar hanya perlu mempersiapkan diri secara mental. Menjadi kader TER(PAKSA)SAYANG  atau TERBUANG dalam Pilpres 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun