Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puan Maharani Mengejar Popularitas yang Menjauh?

4 Mei 2022   06:56 Diperbarui: 4 Mei 2022   07:03 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Puan Maharani merupakan seorang politisi yang boleh dikatakan berdadarah biru politik. Ibunya Megawati Soekarnoputri, tokoh politik dan pemimpin PDIP yang kharismatik dan mampu menjaga persatuan di partai tersebut.

Kakeknya, Soekarno adalah poklamator dan presiden pertama di Indonesia yang terkenal sebagai orator ulung dan pemimpin yang kharismatik juga. 

Menyelenggarakan Pemilu 1955 yang paling demokratis dan menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika (KAA) 1955 dan mendorong terbentuknya Gerakan Non Blok.

Dengan darah biru politik tersebut, sesungguhnya Puan Maharani patut diduga akan menjadi tokoh politik yang seharusnya memiliki peluang besar dalam Pilpres 2024. 

Namun untuk menjadi peserta Pilpres 2024 tidak cukup hanya modal darah biru politik saja. Diperlukan popularitas yang membuat elektabilitas meningkat dan tingkat keterpilihan yang tinggi pula.

Popularitas, sesuatu yang sulit diraih dan diperoleh Puan Maharani. PDIP, sebagai partai pemenang Pemilu yang bisa mencalonkan kadernya sendiri, peluang itu sangat besar. 

Hasil survey dari lembaga survey tak kunjung menunjukkan elektabilitasnya yang tinggi. Bakal calon presiden masih didominasi tiga orang yaitu, Ganjar, Prabowo dan Anies. Lalu,...?

Puan Maharani seakan panik dan bingung bagaimana meraih popularitas yang bisa mendongkrak elektabilitasnya dan bisa memenangkan hasil survey. Karena hasil survey tidak baik bagi dirinya, maka dia mengajak warganya di PDIP agar tidak mempercayai penuh hasil survey. Partai memiliki perangkat tentang itu, demikian pernyataannya kepada kader partai.

Teranyar, Puan Maharani melontarkan pernyataan yang mengatakan jangan memilih Capres modal ganteng tapi tak bisa bekerja. Pernyataan ini mendapat banyak komentar dan reaksi. Siapakah yang disindirnya? Karena dia tidak menyebut nama, maka multi tafsirpun bertebaran.

Ada yang menafsirkan ini menyindir Ganjar Pranowo, kader PDIP yang semakin popular dan tetap unggul hasil survey berbagai Lembaga survey. 

Namun Ganjar merespon seakan setuju dengan apa yang dikatakan Puan, sebuah taktik komunikasi harmoni. Seakan tak berbeda, padahal berbeda. Seakan searah, padahal bukan searah. Seakan seiring padahal tak beriringan pendapatnya. Pernyataan simbolik gaya bahasa kekuasaan Jawa.

Berbagai komentar dari tokoh lainpun beterbangan seperti meteor. Ada AHY dan berbagai pemain politik serta pengamat politik yang ikut nimbrung mengomentari sindiran tersebut. Ada pula peramal dengan kartunya mengatakan bahwa Puan tidak sedang membicarakan orang lain, namun membicarakannya sendiri.

Jangan pilih yang ganteng memiliki makna berlawanan. Kalau tidak memilih yang ganteng, berarti pilihlah yang cantik. Yang cantik dalam bursa Pilpres 2024 hanyalah seorang perempuan bernama Puan Maharani. 

Nah, ini berarti dia sedang mempromosikan dirinya yang cantik dan menolak yang ganteng. Rata-rata yang unggul dari hasil survey semua pria yang ganteng. Tidak ada yang cantik.

Ini bukan pertama kalinya Puan Maharani menyindir. Dulu dia menyindir dan nyinyir kepada capres yang hanya unggul dan popular di media sosial atau medsos.

 Dalam pertemuan PDIP di Semarang dia menyatakan hal tersebut. Dan Ganjar Pranowo, kader PDIP yang menjabat Gubernur Jawa Tengah yang berkantor di Semarang tidak diundang.

Sindiran itu dilanjutkan dengan bocornya sebuah pernyataan dari Bambang Pacul yang mengatakan bahwa Puan itu seperti iklan sebuah minuman. Apapapun makanannya, Sosro minumannya. Siapapun capres, cawapresnya adalah Puan Maharani. 

Ada klarifikasi bahwa itu adalah pernyataan dalam pertemuan internal partai yang seharusnya tidak boleh bocor. Lalu, kenapa bocor? Sengaja dibocorkan? Siapa yang membocorkannya? Apakah itu termasuk rahasia partai?

Setelah peristiwa itu, tiba-tiba baliho Puan Maharani ada dimana-mana, hadir di seluruh provinsi dan pelosok Indonesia. Wow, luar biasa. Namun yang mengherankan, kok popularitas Puan Maharani tak kunjung naik? Apakah baliho tidak lagi menjadi jaminan memningkatkan popularitas? Apakah dampak baliho sudah tak mampu lagi mengimbangi medsos sebagai pengiklan diri untuk meningkatkan popularitas?

Jangan-jangan ucapan Puan Maharani memakan dirinya sendiri. Dia selalu mengatakan jangan memilih pemimpin yang tidak bisa bekerja. Apakah dia sendiri  bisa bekerja? Apakah prestasi kerja Puan Maharani yang bisa mengangkat popularitasnya?

Dia adalah Ketua DPR, parlemen. Berasal dari kata parle artinya bicara. Apalah pembicaraannya di DPR yang bisa dianggap sebagai prestasi. Perundang-undangan seperti apa yang dihasilkan dibawah kepemimpinannya? Apakah target prolegnas bisa dicapai? Bagaimana dalam tugas pengawasan kepada pemerintah? Apa hasil kerjanya di bidang pengawasan tersebut? Bagaimana dalam hak anggaran? Apa prestasi kerja dalam hal tersebut? Apalagi situasi pandemi dan pembangunan IKN yang masih membutuhkan banyak anggaran?

Sebelumnya, Puan Maharani pernah dipercaya sebagai Menko PMK. Jokowi ketika itu memberikan kepercayaan kepada Puan untuk mengelola sebuah tema yang diunggulkan Jokowi dalam periode pertama yaitu Revolusi Mental. Program itu seperti mental dan seperti menguap tak ada jejaknya. Seharusnya kesempatannya sebagai Menko PMK bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan prestasi kerja yang tentu saja pasti menghasilkan buah popularitas yang meningkat.

Namun kini dan disini, Puan Maharani hanya melontakan sindiran kepada orang ganteng, namun tidak bisa bekerja. Padahal para orang ganteng itu sedang bekerja keras. Dalam bidang kerjanya dan di medsos untuk memelihara popularitas dan elektabilitasnya.

Melontarkan sindiran sepertinya kurang efektif untuk meningkatkan popularitas. Mungkin Puan Maharani dan tim kerjanya perlu mencari strategi komunikasi yang efektif untuk bisa memperoleh popularitas.

Dulu ada sebuah film yang terkenal berjudul, 'Kejarlah Daku, Kau Kutangkap'. Sekiranya Daku itu adalah popularitas, maka seharusnya Puan mengejar popularitas, popularitas menangkapnya. Tapi kenapa Puan menengejar popularitas dengan teknik sindiran dan baliho, popularitasnya kok menjauh?

Perlu dicari, apa masalah antara Puan Maharani dengan popularitas ini. Mungkin pernah ada masalah antara Puan dengan popularitas. Jika ada kesalahan Puan dan timnya terhadap popularitas, maka kini saatnya mohon maaf lahir dan batin, mumpung lagi lebaran, mana tahu popularitasnya masih  berkenan memaafkan dan akhirnya dia berkenan  menyatu dengan Puan Maharani.

Jika popularitas itu terus menjauh dan mungkin sudah parah kekesalannya kepada Puan Maharani, lalu bagimana?  Puan  yang mempunyai darah biru politik dan sudah diberi  kesempatan menjadi Menko PMK dan Ketua DPR tak memanfaatkan untuk memperoleh popularitas, terus bagaimana?

Mungkinkah Puan Maharani legowo kepada kadernya Ganjar Panowo? Atau terus resah nelongso, melontarkan sindiran kepada orang ganteng dan yang brilian di medsos? Bisakah dia meminta kader pendukungnya jangan memilih orang yang ganteng dan tidak bisa bekerja, sementara dirinya yang cantik juga terkesan tak bisa bekerja? Mari kita tunggu dan lihat. Pilpres 2024 akan memberikan jawabannya. Mari bersabar menunggu. Orang sabar dikasihani Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun