Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dilema Partai Mahasiswa Indonesia, Kuliah atau Berpolitik?

26 April 2022   07:36 Diperbarui: 27 April 2022   08:00 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa 21 April di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (21/4/2022). Foto: Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay via Kompas.com

Mahasiswa Indonesia tercatat sebagai pejuang demokrasi dengan berbagai aksi mulai dari tahun 1966 dengan aksi tuntutan Tritura, tahun 1974 dengan Peristiwa Malari, tahun 1978 dan terakhir tahun 1998. Era reformasi seakan memberi ruang dan peluang yang lebih baik kepada aksi unjuk rasa dan demonstrasi.

Jika mahasiswa ikut meruntuhkan Orde Lama, para tokoh penting mahasiswa Angkatan 66 diangkat menjadi Menteri, gerakan mahasiswa tidak padam. Para aktivis mahasiswa Angkatan 66 yang tidak ikut dalam struktur kekuasaan memilih jalan kritis sebagai oposisi dan tetap melakukan perjuangan dengan demonstrasi.

Peristiwa Malari atau Malapetaka Januari 1974 soal kehadiran Investasi Jepang di Indonesia cukup memberikan bukti kepekaan mahasiswa terhadap dominasi investasi asing yang menghadirkan Jepang sebagai bentuk penjajahan ekonomi dalam bentuk lain. Hampir semua produk merek Jepang dirusak.

Peristiwa 1998 merupakan puncak perjuangan mahasiswa terhadap rezim Orde Baru dan berhasil mencapai puncaknya. Mahasiswa naik sampai ke atap Gedung DPR/MPR. Dan Orde Baru tumbang. Soeharto dipaksa mundur setelah berkuasa selama 32 tahun.

Kenapa mahasiswa bisa eksis berjuang untuk menyuarakan kepentingan rakyat? Adakah mandat dari rakyat kepada mahasiswa? Tidak ada. Yang diberikan rakyat mandat adalah para anggota DPR, DPRD dan MPR. Perwakilan rakyat atau permusyawaratan rakyat. Rakyat memilih wakilnya dan memberi mandat melalui Pemilu.

Lalu, kenapa mahasiswa yang tidak memiliki mandat dari rakyat selalu menggunakan atas nama rakyat dan menuntut ke DPR sebagai wakil rakyat? Menurut seorang mantan Aktivis Mahasiswa Peristiwa Malari dan yang menjadi Sekjen Komnas HAM pertama Alm Asmara Nababan pernah mengatakan, mahasiswa adalah pejuang yang paling setia dengan hati nuraninya. Wow!

Hal tersebut disampaikan dalam sebuah pelatihan kader di sebuah organisasi ekstra kurikuler. Paling setia dengan hati nuraninya, sebuah status yang luar biasa. Mungkin apa yang dikatakan Asmara adalah refleksi atas perjuangannya dan para sahabatnya.

Dalam sebuah seminar tentang Tritura di Medan, Alm Cosmas Batubara ketika menjabat Menteri Perumahan Rakyat di masa Orde Baru, seorang mahasiswa (penulis) bertanya. Apa pertanyaan itu?

   "Kenapa bang Cosmas Batubara ketika aktivis mahasiswa Angkatan 66 sangat kritis, galak dan keras menuntut keadilan, namun setelah menjadi Menteri diam seribu Bahasa dan tidak pernah kritis dan bicara soal ketidakadilan dan pelanggaran HAM?"

Jawaban Alm Cosmas Batubara sangat menarik. Dia mengatakan, " Ketika kita berjuang sebagai aktivis mahasiswa, kita tidak ada beban untuk bersuara lantang dan keras, namun ketika kita masuk dan menjadi bagian dari kekuasaan, kita harus ikut dengan birokrasi dan aturan dalam struktur kekuasaan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun