Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagaikan Meniti Buih, Indonesia Menghadapi Ancaman Boikot KTT G20 Bali

8 April 2022   08:15 Diperbarui: 30 Juni 2022   18:09 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai Presidensi G20 menghadapi ancaman boikot dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya NATO dan negara Eropa terhadap KTT Bali yang akan diadakan di Indonesia. Mereka mengancam boikot dan tidak hadir dalam kegiatan G20, jika Indonesia mengundang Putin dan jika ada delegasi Rusia.

Sebagai Presidensi G20 tentu Indonesia berhak dan memiliki kewajiban untuk mengundang seluruh delegasi anggota G20. Namun invasi Rusia ke Ukrania telah membuat AS dan negara Uni Eropa serta negara anggota NATO marah dan mengancam boikot terhadap seluruh kegiatan G20 yang mengikutsertakan delegasi Rusia.

Posisi Indonesia sebagai presidensi G20 tentu sulit dan dilematis. Jika tetap mengundang Rusia untuk ikut berpartisipasi, maka AS dan sekutu NATO serta negara Uni Eropa akan memboikot. Jika tidak mengundang Rusia, maka kepemimpinan Indonesia di G20 akan menimbulkan cacat dan seakan tunduk terhadap tekanan dan pengaruh AS dan sekutunya. Ini bagaikan meniti buih. Bagaimanakah Indonesia sebagai presidensi memainkan perannya dalam kondisi yang sulit dan dilematis ini?

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan akan segera melakukan tugas diplomasi ke semua negara anggota G20 untuk mencari solusi atas ancaman boikot dari AS dan sekutunya ini. Memilih dua pilihan sulit seperti disebut diatas tadi bukanlah hal yang mudah.

Jika perang di Ukraina masih terjadi sampai penyelenggaraan KTT G20 Bali di bulan Nopember yang akan datang, maka kesulitan itu sangat sulit dihadapi. Dengan demikian, maka perang Ukraina harus dihentikan sebelum KTT G20 Bali. Lalu apa yang harus dilakukan. Kepiawaian melakukan diplomasi terhadap semua negara yang terlibat dalam perang Rusia-Ukraina harus dilakukan secepat dan selugas mungkin.

Bagaimanapun suara Indonesia sebagai presidensi G20 menyuarakan motto Recovery Together Recovery Stronger dengan penguatan ekonomi dan keadilan akan hilang ditelan perang Rusia Ukraina. Bagaimana G20 berbicara pemulihan ekonomi, jika sesama anggota G20 sedang perang dan saling menjatuhkan sanksi ekonomi? Sanksi ekonomi sudah pasti mempengaruhi kerjasama ekonomi dan arus perdagangan jasa dan keuangan dunia dan mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia.

Motto diatas hanya bisa dijalankan jika semua negara bisa berdamai dan duduk bersama mencari jalan penyelamatan dan pemulihan ekonomi dunia secara bersama-sama dan mencari cara penguatan ekonomi dunia secara bersama-sama pula.

Itu berarti penghentian perang dan perdamaian antara Rusia dan Ukraina harus diwujudkan dengan berbagai cara yang mungkin dilaksanakan dan upaya yang lebih berpeluang. Pemahaman terhadap masalah diantara Rusia dan Ukraina sebagai penyebab invasi Rusia ke Ukraina harus tepat dan mendalam. Dengan dasar itulah bisa mencari solusi terhadap masalah tersebut.

Ada beberapa masalah yang harus dipahami dan harus ada pendekatan terhadap masalah tersebut yang harus dilakukan.

Pertama, kekerasan hati Putin. Sangat jelas terlihat bagaimana Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dan memulai invasi ke Ukraina. Ada dugaan NATO mau memperluas ekspansi ke Eropa Timur yang melanggar perjanjian pasca perang Dunia Kedua di era perang dingin. Ekspansi NATO ini akan mengancam keselamatan Rusia. Jika sekiranya Ukraina menjadi anggota NATO, maka Ukraina akan menjadi bagian dari pangkalan militer NATO, maka ancaman itu jelas akan menghantui keamanan nasional Rusia.

Kekerasan hati Putin harus dipahami sebagai cara untuk mempertahankan keselamatan negaranya. Sejak awal tujuannya bukan mau menguasai Ukraina, namun membumihanguskan militer Ukraina dan menghalangi Ukraina menjadi anggota NATO. Jadi harus dipahami kekerasan hati Putin, lalu bagaimana melunakkannya. Caranya adalah melobi semua anggota NATO agar tidak menerima Ukraina menjadi anggota dan netralitas Ukraina harus dijamin yang bisa melunakkan hati Putin. Komunikasi dan lobbi ke Rusia juga harus dikakukan untuk bisa melakukan gencatan senjata sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun