Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Refleksi Paskah, Kehidupan yang Mematikan dan Kematian yang Menghidupkan

2 April 2021   19:06 Diperbarui: 2 April 2021   19:14 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Refleksi Paskah, Kehidupan Yang Mematikan dan Kematian Yang Menghidupkan

Dalam hitungan hari sebelum Perayaan Jumat Agung dan Hari Paskah, kita kaget dan tersentak dengan bom bunuh diri sepasang suami isteri yang baru kawin beberapa bulan. Mereka menyerang Gereja Katedral Makassar. Itu terjadi hari Minggu Palma, atau minggu terakhir sebelum Jumat Agung, perayaan wafatnya Isa Almasih atau Yesus Kristus.

Tiga hari kemudian, Rabu, 31 Maret 2021, kita dikejutkan lagi dengan serangan seorang terduga teroris ke Mabes Polri dengan membawa senjata pistol jenis Airgun. Dalam dirinya ditemukan kartu keanggotaan sebuah klub menembak. Namun Perbakin membantah keanggotaan dalam klub menembak tersebut.

Pelakunya seorang wanita memakai baju hitam berjilbab adalah mantan seorang mahasiswa Universitas Gunadarma, namun sudah tidak mahasiswa lagi karena sudah drop out. Diduga Polri bahwa dia melakukan seorang diri atau Lone Wolf. Namun penjelasan ayah dari Z-A  penyerang Mabes Polri tersebut kepada ketua RT, dia yakin bahwa putrinya dituntun seseorang untuk melakukan penyerangan ke Mabes Polri tersebut. Wanita tersebut tewas ditembak.

Jika kita runut ke belakang, kekerasan yang dilakukan para teroris untuk membunuh orang lain dan juga membunuh diri sendiri sudah sangat banyak. Nyawa kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, ternyata digunakan untuk membunuh orang lain dan dirinya sendiri mengakibatkan kematian. Itu berarti kehidupan yang seharusnya dimaknai sebagai anugerah dari Tuhan haruslah membantu kehidupan dan bahkan menghidupi kehidupan tersebut.

Bagaimana seorang yang hidup dan memiliki kehidupan bisa menolong sesama orang yang hidup untuk bisa bertahan hidup dan hidup lebih baik. Sesama yang hidup dalam masa pandemi harus saling menolong, karena keadaan dan akibat pandemi telah menimbulkan banyak masalah dalam kehidupan. Dan banyak dari kita yang sulit melanjutkan kehidupan karena tantangan hidup.

Pandemi Covid-19 telah banyak menelan korban. Jutaan manusia kehilangan nyawa kehidupan. Tidak ada yang menginginkan kematian tersebut. Keluarganya bersedih, apalagi para anggota keluarga tidak sempat melihat, bahkan sampai ke penguburannya tidak bisa ikut. Sangat sedih, miris. Kematian yang tak bisa ditolak dan harus direlakan.

Kematian yang diakibatkan karena sakit penyakit, bencana alam dan kecelakaan masih bisa kita pahami sebagai resiko kehidupan. Ada waktunya hidup, ada pula waktu untuk mengakhiri kehidupan, mati. Tidak ada yang tahu, kapan kematian itu akan tiba mengakhiri hidup dan kehidupan. Cara mati juga tidak bisa kita prediksi. Siapa yang hidup harus siap untuk mati.

Kematian yang direncanakan dengan membunuh orang lain dan diri sendiri? Ini yang kita pertanyakan dan tak bisa diterima akal sehat dan kewarasan kita. Terlepas dari alasan doktrin dan penyesatan ajaran agama, serangan teroris terhadap kehidupan orang lain dan hidupnya sendiri dengan bunuh diri tak bisa kita terima. Hidup kita, nyawa kita, kenapa harus dipertaruhkan dengan membunuh dan akhirnya mengakhiri hidup orang lain atau hidup kita sendiri? Disinilah yang kita sebut bahwa kehidupan dan nyawa digunakan untuk membunuh orang lain dan diri sendiri mengakibatkan kematian. Kehidupan yang mematikan.

Kebalikan dari keadaan tersebut adalah perayaan Jumat Agung. Wafatnya Isa Almasih atau Yesus Kristus. Dia mati di kayu salib di Golgata. Dia rela mati, bukan karena dosa dan perbuatannya. Dia mati karena itulah misinya datang dan hadir. Sudah dinubuatkan jauh hari sebelum dia datang melalui Nubuatan Para Nabi, akhirnya waktunya tiba dan nubuatan itu menjadi nyata.

Dalam mulai doa di Taman Getsemane, Dia sudah memohon kepada Allah agar mengambilkan cawan kehidupan yang sulit itu dariNya. Namun doanya diakhirinya dengan ungkapan, Jadilah KehendakMU. Dan terjadilah seperti itu. Misi itu tuntas sampai dilanjutkan dengan kebangkitan dan kenaikan ke sorga.

Kematian Yesus di perayaan Jumat Agung adalah jalan untuk kehidupan. Bukan saja kehidupan Yesus dengan kebangkitan, namun kehidupan bagi manusia yang diselamatkannya. Diselamatkan dari dosa maut. Upah dosa adalah maut, itulah yang seharusnya diterima manusia berdosa. Misi kematian Yesus telah menyelamatkan manusia berdosa dari maut itu. Kematian yang menghidupkan.

Kematian Yesus membawa akibat kehidupan dan lepas dari dosa maut bagi siapa yang percaya kepadaNYA. Darahnya yang tercurah dan nyawanya dibuat menjadi tebusan kehidupan dan nyawa para orang yang percaya kepadanya. Dan itulah membuat nyawa dan kehidupan kita itu berharga. Kehidupan itu adalah anugerah dari Allah dan kita harus menghargainya. Sekali lagi, kematianNYA menghidupkan.

Dua hal yang tersebut  menjadi paradoks. Orang yang hidup dan melakukan pembunuhan atas orang lain dan dirinya sendiri tidak menghargai nyawa dan kehidupannya. Kehidupan yang mematikan. Yesus mati dan menghadapi kematian sebagai misi penyelamatan manusia berdosa, DIA telah menjadi juru selamat. Kematian yang menghidupkan.

Dengan perenungan dan refleksi Paskah seperti ini, hendaknyalah kita semakin menghargai nyawa dan kehidupan kita. Bukan nyawa dan kehidupan diri sendiri, namun juga untuk nyawa dan kehidupan orang lain, sesama kita.

Hukum Taurat keenam jelas mengatakan, "Janganlah Membunuh."  Itu berarti kita tidak boleh membunuh dan merencanakan menghilangkan nyawa orang lain dan diri kita sendiri. Bahkan dalam maknanya disebut, kita juga wajib menjaga nyawa dan kehidupan orang lain, sesama kita. Pasal 338, 339 dan 340 KUHP kita juga melarang membunuh.

Ayo, mari menghargai nyawa dan kehidupan. Jauhkan diri dari pembunuhan orang lain dan bunuh diri. Nyawa dan kehidupan adalah anugerah dari Allah yang harus kita jaga dan pelihara. Jagalah diri sendiri, jangan bunuh diri. Jagalah juga nyawa dan kehidupan orang lain, jangan membunuh orang. Hukum Taurat Keenam  dan Pasal 338,339 dan 340 KUHP melarang  kita untuk membunuh. Apapun alasannya dan siapapun yang menyuruh, pembunuhan itu melanggar Hukum Taurat dan KUHP.

Salam Jumat Agung.

Aldentua Siringoringo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun