Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sang Guru Kreativitas

14 Maret 2021   13:27 Diperbarui: 14 Maret 2021   13:35 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Guru Kreativitas.

Seorang guru dalam kelas mengajarkan  tentang kreativitas. Dia  selalu menekankan perlunya pemikiran positif dan menerima hal-hal yang baru. Jika kita hanya terpaku kepada hal-hal yang lama saja, maka kemungkinan pemikiran kita akan itu-itu saja. lama-lama menjadi kaku dan buntu.

Sang guru selalu memberikan hal-hal baru, yang pada awalnya sangat sulit diterima akal para muridnya, namun lama-lama para murid mulai terbuka terhadap hal-hal yang baru, walaupun belum semua muridnya bisa menerima itu dengan sama baiknya.

Dalam satu sesi, sang guru bertanya kepada para muridnya.

   "Berapakah setengah dari  8?" tanyanya kepada para muridnya.

   "Empat pak," jawab Si Pandai.

   "Ada jawaban lain?" tanya Sang Guru.

   "Nol pak," jawab si Pintar.

   "Ada lagi jawaban lain?" kata Sang Guru lagi.

   "Tiga pak," jawab si Cerdas.

   "Ada lagi jawaban lain?" tanya Sang Guru lagi. Tak ada yang menjawab lagi. Tapi tiba-tiba si Pandai memprotes.

   "Maaf pak guru. Saya setuju kita perlu pemikran positif agar ada kreativitas, tapi untuk matematika janganlah dipakai hal itu," kata Si Pandai.

   "Apa alasanmu?" kata Sang Guru.

   "Matematika dan ilmu berhitung itu adalah ilmu pasti, bukan kreativitas," jawab Si Pandai.

   "Dasar dari ilmu pasti apa?" tanya Sang Guru.

   "Harus bisa dibuktikan," jawab Si Pandai.

   "Ok, mari kita buktikan saja, mana tahu jawabanmu, jawaban si Pintar dan si Cerdas bisa dibuktikan. Sekarang giliranmu," kata Sang Guru.

Si Pandai maju ke depan dan menggambarkan delapan buah pensil di papan tulis. Lalu dibagi dua kelompok pensil tersebut, dan satu kelompok ada empat pensil. Dan jawaban dan buktinya benar.

   "Ada delapan pensil, saya bagi dua kelompok. Satu kelompok isinya empat. Jadi setengah dari delapan adalah empat," kata Si Pandai.

   "Baik, jawabanmu bisa kau buktikan. Sekarang giliran si Pintar," kata Sang Guru.

Si Pintar maju ke depan dan menggambar di papan tulis. Dia menulis angka 8, lalu dia membuat garis pemotong di tengah dari samping kanan dan kiri.

   "Ini adalah angka delapan dibagi dua. Angka 8 adalah dua angka nol yang diletakkan bertindihan. Begitu kita lepas, maka setengahnya adalah angka nol," kata Si Pintar.

   "Oke, benar jawabanmu bisa kau buktikan.  Lanjut dengan si Cerdas," kata Sang Guru.

Si Cerdas maju dan menuliskan angka 8 lalu menarik garis di tengah angka delapan dari atas ke bawah, maka ada dua angka 3 yang berhadap-hadapan.

   "Angka delapan bila dibagi dengan garis lurus dari atas ke bawah, maka kita akan menemukan dua angka tiga yang saling berhadapan. Jadi setengah dari delapan adalah tiga," kata Si Cerdas.

   "Oke, kita sudah melihat jawaban dari Si Pandai, si Pintar dan si Cerdas. Semua benar dan semua bisa dibuktikan. Walaupun menurut Si Pandai matematika adalah ilmu pasti, bukan berarti hanya satu jawaban. Bisa ada beberapa, asal bisa dibuktikan," kata Sang Guru.

   "Kenapa bisa begitu pak guru? Apakah itu tidak melanggar rumus matematika yang ada dan baku?" tanya si Pandai.

   "Ilmu pengetahuan itu berkembang. Penelitian dan pengembangan itu berlangsung terus. Tidak ada yang abadi, kecuali perubahan. Perubahan akan terus berlangsung dengan adanya penelitian dan pengembangan dalam ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, jangan pernah kaku dan menganggap yang baku itu saja yang benar. Terbukalah dengan hal-hal baru. Teori baru, pandangan baru dan tentu pendapat orang lain yang mungkin berbeda dengan pandangan baku kita.

Jangan menggunakan kacamata kuda dalam memandang sesuatu. Harus dengan cara mata manusia. Dua mata memandang ke depan, ke samping, ke atas dan ke bawah. Pandangan harus seluas cakrawala.

Biarkan kuda dengan cara pandang kacamata kuda. Itu tidak akan berubah sampai lebaran kuda. Biarkanlah dirimu dengan cara pandang manusia kreatif. Karena Tuhan menciptakan manusia itu makhluk kreatif yang menguasai seluruh bumi dan isinya.

Jika engkau mempunyai pendapat yang benar, bukan berarti kau bisa menyalahkan pendapat orang lain. Biarkan masing-masing pendapat dengan alasan dan kebenarannya sendiri. Jangan saling menyalahkan dan jangan mengembangkan egoisme kebenaraan sendiri.

Berpikir terbuka, menerima pendapat orang lain, berdiskusi dan berdialog dengan baik akan menciptakan hubungan yang dialogis, saling menghargai. Proses itu kita sebut sebagai proses pembelajaran yang dialogis dan mengasah kreativitas. Itulah manusia kreatif, bukan mau menang sendiri dan menganggap dia sendiri yang benar," kata Sang Guru Kreativitas mengakhiri penjelasannya.

   "Terima kasih pak guru," kata murid serentak.

   "Terima para murid kelas kreativitas. Para manusia kreatif. Kita boleh pulang," kata Sang Guru Kreativitas. Kelas bubar.

Salam kreatif.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun