Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Perlukah Legalisasi Miras di Negeri Munafik?

5 Maret 2021   11:35 Diperbarui: 5 Maret 2021   11:41 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak Jokowi, Perlukah Legalisasi Miras Di Negeri Munafik?

Perpres tentang investasi yang membuat lampiran tentang Miras telah menghebohkan negeri ini. Negeri ini memang sungguh heboh dan ribut melulu. Masalah sepele bisa bertele-tele. Cari silap, hantam kromo. Microsoft baru saja memberi gelar nitizen plus enam dua paling tidak sopan di Asia Tenggara. Dilawan pernyataan itu dengan serangan nitizen. Bukan dirinya yang diperiksa apakah benar kita paling tidak sopan. Yang menuduh yang diserang habis-habisan.

Negeri ini selalu penuh dengan viral. Apa saja bisa diviralkan. Seakan viral ini adalah sebuah cerita film yang bisa dilayarperakkan. Tergantung produser dan sutradaranya saja. Semua bisa diatur menjadi viral. Sudah ada mekanisme, tata cara, pengelola dan berapa anggarannya menjadi viral.

Era industry 4.0 dan era media sosial memang mengubah wajah percakapan dan topik yang menjadi hangat. Apalagi menyangkut pemerintah dan presiden, semua isu tentang itu menjadi seksi dan mudah mendapat perhatian. Seakan tak sabar menggulingkan pemerintah ini dan selalu siap mencari setiap kesalahan. Sekecil apapun kesalahan itu pasti bisa dimainkan menjadi virasl dan memojokkan presiden. Semua itu sah-sah saja, mungkin ya.

Legalisasi miras? Dicantumkan dalam lampiran sebuah Peraturan Presiden? Kenapa ini perlu pak Jokowi? Apakah pak Jokowi dan pembantunya tidak memahami sikap mental masyarakat kita yang  merasa  suci, agamis dan sekaligus  munafik? Kenapa ada legalisasi miras di tengah situasi negeri ini yang belum kunjung siap dan selesai menghadapi Pandemi Covid-19?

Kenapa pula kita harus bertanya kepada Presiden Jokowi. Kenapa kita tidak bertanya kepada para pengritik yang meminta legalisasi Miras dalam lampiran ini yang ditanya? Ini menarik. Yang membuat peraturan presiden adalah Jokowi sebagai presiden. Ulama dan tokoh masyarakat yang suci dan seakan tak berdosa memprotes. Tidak ada tempat miras di bumi Indonesia. Apalagi menggunakan budaya dan kearifan lokal sebagai dasar pertimbangannya. Bagaimana seandainya protes itu tidak langsung membuat presiden mencabut lampiran Perpres tersebut? Emang bisa mengabaikan protes ulama suci yang seakan tak berdosa?

Adalah kisah hikayat seorang Gubernur DKI Jakarta bernama Ali Sadikin. Beliau membuka kasino perjudian di Jakarta. Hasil dari kasino yang dibebankan pajak tinggi dibuat membangun jala-jalan di Jakarta. Ceritanya, para ulama memprotes Ali Sadikin. Ali Sadikin tidak goyah, dia mempersilahkan para ulama untuk tidak melewati jalan yang dibangun dari pajak kasino tersebut. Masalah selesai. Apakah ulama yang memprotes yang menganggap jalan itu haram tidak pernah lewat dari jalan tersebut? Wallahualam.

Mari kita lihat tetangga sebelah. Negara Malaysia. Negara memberikan izin  membangun kasino di Genting. Satu hotel yang ada kasinonya memiliki kamar hotel sampai lima ribu kamar. Ada beberapa hotel disana yang memiliki kasino. Puluhan ribu para pemain judi dari belahan dunia, termasuk dari Indonesia yang terbesar main judi di kasino Genting. Tetapi ada syarat yang ketat mereka buat. Tidak boleh penduduk dan warga mereka yang bermain judi disana. Berapa penghasilan Malaysia dari judi kasino di Genting? Bisakah kita menuduh Malasya bukan negara Islam dan mereka kotor dan haram?

Jika kita lihat Gubernur DKI Ali Sadikin dengan kasinonya  dan Negara Islam Malaysia dengan Kasino Genting, apakah ini noda dan membuat tidak suci mereka? Apakah kita dan para ulama kita yang selalu berteriak tidak bisa mencegah korupsi di negeri ini? Apakah kurang tantangan kita dengan korupsi?

Masalah kita yang lebih besar lagi adalah narkoba. Bagaimana peran para ulama kita untuk memberantas narkoba di negeri ini? Kenapa kita seakan kalah dengan pengedar narkoba yang meringsek sampai kepada pemuda, remaja dan anak-anak kita? Kenapa hanya miras yang dilampirkan dalam perpres saja yang diributi. Berani kepada presiden, tetapi tak bernyali ke Bandar narkoba?

Bangsa ini bangsa yang munafik dan sok suci? Ini pertanyaan yang mendasar. Kenapa harus kita pertanyakan hal seperti ini? Ada kisah di Jakarta, tentang sebuah ormas besar, dulu sering melakukan sweeping ke tempat hiburan. Ketika itu sweeping dari Ormas ini seakan dibiarkan dan dipelihara. Salah seorang pemilik tempat hiburan berkisah, bahwa para pelaku sweeping ini bukan hanya memporakporandakan tempatnya, tetapi mereka juga membawa minuman berlabel yang masuk kategori miras. Masuk TV dan hal itu terlihat.

Apakah mereka menikmati minuman berlabel ini atau menjualnya lagi? Kita tidak pernah tahu. Kejadian sweeping itu beberapa kali, berpuluh kali bahkan ratusan kali dilakukan. Dengan alasan bulan ramadhan yang suci, mereka menggerebek, menggeledah dan mengambil minuman dari tempat hiburan tanpa izin penggeledahan dari pengadilan. Padahal mengeledah dan menyita haruslah seizin pengadilan. Misalnya mereka tidak meminumnya, tetapi menjual miras dan menikmati hasilnya bertentangankah dengan aturan agama?

Kenapa legalisasi Miras ini harus dicabut? Apakah kita mau membuat kesan bahwa negeri ini bebas dari Miras? Ketentuan hotel berbintang, khususnya bintang empat dan bintang lima harus menyediakan miras yang mengandung alkohol. Ini syarat dan ketentuan yang berlaku secara Internasional. Apakah dengan dasar dan alasan agama, kita akan menghapus ketentuan ini? Lalu nanti kita tidak akan memilki hotel bintang empat dan bintang lima lagi?

Kenapa kita mengejar sebuah citra tidak melegalisasi miras, tetapi kenyataannya, kita meminum dan menikmati miras? Kenapa kita anti dan tidak mau legalisasi judi, tetapi kenyataannya judi marak di tengah masyarakat kita? Mulai dari sabung ayam, toto gelap alias togel dan berbagai permainan judi yang terselubung? Kita seakan tidak mau melegalisasi judi, miras dan narkoba, tetapi faktanya, semua itu hidup dan bergelimang di tengah masyarakat.

Pak Jokowi, untuk apa membuat peraturan dan melegalisasi miras? Bukankah miras sudah hidup di tengah masyarakat kita dengan berbagai agama? Adakah pemimpin agama yang menjamin bahwa umatnya tidak menikmati miras di Indonesia? Agama apapun itu? Jika ada pemimpin agama kita menjamin tak ada umatnya menikmati miras, wow, ini sungguh luar biasa.

Pak Jokowi, dengan segala hormat dan rendah hati, padamkanlah niatmu untuk melegalisasi miras, judi, narkoba dan yang bertentangan dengan agama. Kenapa? Tidak dilegalisasi saja sudah bertumbuh dan berkembang dengan pesat. Dimana ada daerah yang bebas perjudian, narkoba dan miras? Adakah daerah yang bisa mendeklarasikan dirinya sebagai daerah yang bebas dari narkoba, judi dan miras karena bertentangan dengan agama?

Jika tidak ada daerah yang menjamin daerahnya bebas dari semua itu, dan tidak ada pemimpin agama yang menjamin umatnya bebas dari semua itu, kenapa kita keberatan miras ini dilokalisasi? Artinya hanya di daerah tertentu kita berikan izin supaya tidak semua daerah merambat. Masih ingatkah kita, dulu negeri ini pernah melakukan lokalisasi prostitusi seperti Kramat Tunggak di Jakarta dan di Surabaya. Tetapi setelah dibubarkan, para PSK menyebar kemana-mana tidak bisa lagi dikontrol. PSK dan prostitusi merebak kemana-mana sampai kepada prostitusi online mengikuti zaman industri 4.0.

Negeri ini masih menganut prinsip yang tidak mau mengatur dan mengakui judi, narkoba, prostitusi, dan miras secara hukum atau de jure, namun dalam fakta kehidupan atau secara de facto semua hal itu ada dan bahkan marak. Dengan demikian, apakah kita ini bisa dikatakan negeri yang minafik?

 Mangkanya, kita bertanya kepada Bapak Presiden Jokowi, perlukah legalisasi Miras di negeri munafik? Ini hanya pertanyaan saja. Tidak perlu  dijawab. Tantangan mutasi virus Covid-19 yang baru sudah datang. Tidakkah itu lebih penting kita hadapi daripada ribut soal legalisasi miras? Biarlah yang paling penting bisa mengalahkan yang penting. Semoga.

Salam hangat.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun