Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bupati Terpilih Dwi Kewarganegaraan, Bolehkah Dilantik?

6 Februari 2021   06:56 Diperbarui: 6 Februari 2021   06:59 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Punya paspor AS Orient Riwu Kore menolak disebut WNA: Saya WNI." (detik.com, 5 Pebruari 2021)

Sikap bupati terpilih Sabu Raijua Propinsi NTT ini sangat membingungkan. Mempunyai paspor AS, tetapi menolak disebut WNA atau Warga Negara Asing. Secara juridis, Paspor adalah sebuah identitas kewarganegaraan. Jika anda ingin bepergian keluar negeri, maka identitas yang diakui adalah paspor, bukan Kartu Tanda Penduduk. Walaupun KTP sudah elektronik, tetap tidak berlaku. Paspor elektronik yang berlaku.

Jadi kalau ada seorang bupati terpilih yang menolak disebut sebagai warga negara asing, padahal dia pemegang paspor AS, maka sebenarnya, kesehatan jasmani dan rohaninya sudah wajib diperiksa. 

Apakah pernyataan itu mau menyangkal kewarganegaraan Asingnya? Tetapi konfirmasi Kedubes AS Jakarta sudah cukup tegas menepisnya, bahkan menolaknya.

"Bersama ini, kami menjawab surat bernomor 136/K-Bawaslu.SR/HK.00.02/IX/2020 perihal pertanyaan status kewarganegaraan dari bapak Orient Patriot Riwu Kore adalah benar warga negara Amerika" tulis pernyataan surat yang ditandatangani Kepala Bagian Konsuler Eric. M Alexander. (detik.com 5 Pebruari 2021).

Pernyataan resmi dari Kepala Bagian Konselor Kedubes AS Jakarta ini cukup tegas dan telak menyangkal pernyataan dari Bupati terpilih tersebut. Dia adalah WNA. Bolehkah dia dilantik menjadi bupati? Secara hukum tidak boleh dilantik. Kenapa? WNA tidak boleh menjadi pejabat Indonesia.

Lho, dia kan memiliki KTP dan Paspor Indonesia juga. Dia kan mengajukan diri menjadi calon bupati sampai terpilih dan ditetapkan sebagai Bupati terpilih kan berdasarkan dokumen KTP Indonesia. Jika dia mempunyai paspor AS dan mempunyai Paspor Indonesia berarti dia memiliki dua kewarganegaraan atau dwi kewarganegaraan. Sahkah dwi kewarganegaraan secara hukum? Jawabannya tidak sah.

Menurut UU no 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dalam pasal 23 disebut, WNI kehilangan kewarganegaraan, jika yang bersangkutan:

  • memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
  • tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan itu.

Dalah huruf h, ditambahkan : mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.

Dengan konfirmasi dari Surat Kedubes AS Jakarta tersebut, maka jelas Bupati Terpilih ini adalah Warga Negara Amerika dan itu berarti, dia sudah kehilangan kewarga negaraan Indonesianya. Dengan kehilangan WNI, maka dia tidak boleh dilantik menjadi bupati.

Lalu kenapa judul tulisan ini menjadi pertanyaan? Karena kesan yang kita dapat dari pejabat Republik Indonesia dibawah naungan +62 seperti gamang dan ragu. Kenapa gamang dan ragu? Pasangan calon ini sudah sempat ditetapkan sebagai Paslon pemenang. Lalu kewarganegaraannya ini bagaimana? Masih dikaji, demikian alasan para pejabat +62 tersebut.

Mungkin perlu kita kutip apa yang diatur dalam pasal 28 UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang menyebut seperti berikut.

"Setiap orang yang memperoleh kewargaan negara Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya, oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegarannya."

Jika kita simak ketentuan pasal 28 diatas, maka prinsip hukum dalam UU kewarganegaraan kita  secara tegas mengatakan, Hak Kewarganegaraan yang sudah diperoleh dan sudah ditetapkanpun, jika di kemudian hari ditemukan palsu atau dipalsukan, tidak benar atau terjadi kekeliruan, kewarganegaraan itu harus dibatalkan pejabat yang berwenang.

Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Masih ingatkah seorang Menteri Archandra? Orangnya sudah dilantik oleh presiden sebagai Menteri. Ditemukan dia adalah pemilik paspor Amerika. Keputusan pengangkatan Menteri itu dibatalkan oleh Presiden. Bupati terpilih ini belum dilantik, kenapa pejabat kita gamang dan ragu?

Kementerian Dalam Negeri mengatakan akan menunda pelantikan atas usulan dari Bawaslu. Pelantikan ini seharusnya tidak hanya ditunda, namun harus dibatalkan. Tidak boleh pejabat Indonesia orang yang sudah kehilangan kewarganegaraannya karena memilki kewarganegaraan asing atau WNA dan memiliki paspor negara asing.

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin mengatakan, "Bisa dibatalkan. Kan tidak mungkin WNA jadi kepala daerah kabupaten kota atau propvinsi. Itu konstitusi." (detik.com, 4 Pebruari 2021)

Memang patut disesalkan, surat yang dikirim Bawaslu pada tanggal 10 September 2020 dan tanggal 15 September 2020 baru dijawab Kedubes AS pada tanggal 1 Pebruari 2021 sebelum pelantikan bulan Pebruari 2021. Namun prosedur konfirmasi Kedubes memiliki birokrasi dan untuk menjaga keakuratan. Tapi masih dikirimkan jawaban sebelum pelantikan. Masih mendingan. Surat Bawaslu ke Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian  Kemenkumham tidak berbalas.

Alasan KPU seakan terjebak dengan penetapan pemenang yang sudah diumumkan menjadi tawar dengan isi pasal 28 UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan tersebut. Itu bisa dibatalkan. Syarat ketentuan menjadi kepala daerah ternyata tidak benar. Ada pembohongan publik. Status sebagai warga negara asing disembunyikan. Calon bupati memilki dua kewarganegaraan. Indonesia tidak mengenal dwi kewarganegaraan.

Ketentuan pasal 28 UU no 12 tahun 2006 ini adalah merupakan prinsip keutamaan dalam pengambilan keputusan seperti dianut beschikking philosophy dalam Hukum Administrasi Negara. Bahwa setiap keputusan dianggap benar dan berlaku. Namun jika di kemudian hari ditemukan kekeliruan, maka keputusan tersebut harus diperbaiki.

Hal itulah yang menjadi dasar klausul atau satu ketentuan baku dalam setiap keputusan pejabat Tata Usaha negara dan bahkan sudah diikuti perusahaan swasta mencantumkan, "Jika terdapat kekeliruan dari keputusan akan diperbaiki sebagaimana mestinya." Kemungkinan terjadinya kekeliruan bisa terjadi. Dengan dasar itu keputusan bisa diperbaiki.

Penetapan paslon yang dilakukan pada tanggal 23 September 2020 berlaku ketika itu. Namun kemudian diketahui ada kekeliruan, data dan informasi yang tidak benar, maka penetapan itu harus ditinjau ulang dan bahkan harus dibatalkan.

Kewarganegaraan Indonesia atau WNI hilang jika yang bersangkutan menjadi WNA dan memiliki paspor negara lain. Ini sesuai dengan prinsip hukum dan ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, secara hukum Orient Riwu Kore sebagai bupati terpilih di Kabupaten Sabu Raijua NTT tidak boleh dilantik.

Salam hangat.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun