Mungkin perlu kita kutip apa yang diatur dalam pasal 28 UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang menyebut seperti berikut.
"Setiap orang yang memperoleh kewargaan negara Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya, oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegarannya."
Jika kita simak ketentuan pasal 28 diatas, maka prinsip hukum dalam UU kewarganegaraan kita  secara tegas mengatakan, Hak Kewarganegaraan yang sudah diperoleh dan sudah ditetapkanpun, jika di kemudian hari ditemukan palsu atau dipalsukan, tidak benar atau terjadi kekeliruan, kewarganegaraan itu harus dibatalkan pejabat yang berwenang.
Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Masih ingatkah seorang Menteri Archandra? Orangnya sudah dilantik oleh presiden sebagai Menteri. Ditemukan dia adalah pemilik paspor Amerika. Keputusan pengangkatan Menteri itu dibatalkan oleh Presiden. Bupati terpilih ini belum dilantik, kenapa pejabat kita gamang dan ragu?
Kementerian Dalam Negeri mengatakan akan menunda pelantikan atas usulan dari Bawaslu. Pelantikan ini seharusnya tidak hanya ditunda, namun harus dibatalkan. Tidak boleh pejabat Indonesia orang yang sudah kehilangan kewarganegaraannya karena memilki kewarganegaraan asing atau WNA dan memiliki paspor negara asing.
Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin mengatakan, "Bisa dibatalkan. Kan tidak mungkin WNA jadi kepala daerah kabupaten kota atau propvinsi. Itu konstitusi." (detik.com, 4 Pebruari 2021)
Memang patut disesalkan, surat yang dikirim Bawaslu pada tanggal 10 September 2020 dan tanggal 15 September 2020 baru dijawab Kedubes AS pada tanggal 1 Pebruari 2021 sebelum pelantikan bulan Pebruari 2021. Namun prosedur konfirmasi Kedubes memiliki birokrasi dan untuk menjaga keakuratan. Tapi masih dikirimkan jawaban sebelum pelantikan. Masih mendingan. Surat Bawaslu ke Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian  Kemenkumham tidak berbalas.
Alasan KPU seakan terjebak dengan penetapan pemenang yang sudah diumumkan menjadi tawar dengan isi pasal 28 UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan tersebut. Itu bisa dibatalkan. Syarat ketentuan menjadi kepala daerah ternyata tidak benar. Ada pembohongan publik. Status sebagai warga negara asing disembunyikan. Calon bupati memilki dua kewarganegaraan. Indonesia tidak mengenal dwi kewarganegaraan.
Ketentuan pasal 28 UU no 12 tahun 2006 ini adalah merupakan prinsip keutamaan dalam pengambilan keputusan seperti dianut beschikking philosophy dalam Hukum Administrasi Negara. Bahwa setiap keputusan dianggap benar dan berlaku. Namun jika di kemudian hari ditemukan kekeliruan, maka keputusan tersebut harus diperbaiki.
Hal itulah yang menjadi dasar klausul atau satu ketentuan baku dalam setiap keputusan pejabat Tata Usaha negara dan bahkan sudah diikuti perusahaan swasta mencantumkan, "Jika terdapat kekeliruan dari keputusan akan diperbaiki sebagaimana mestinya." Kemungkinan terjadinya kekeliruan bisa terjadi. Dengan dasar itu keputusan bisa diperbaiki.
Penetapan paslon yang dilakukan pada tanggal 23 September 2020 berlaku ketika itu. Namun kemudian diketahui ada kekeliruan, data dan informasi yang tidak benar, maka penetapan itu harus ditinjau ulang dan bahkan harus dibatalkan.