Sang GeNOSE, Kreasi Anak Bangsa.
  "Wow, ini ada penemuan baru, kreasi anak bangsa kek. Namanya GeNOSE," kata Sang Cucu kepada Sang Kakek.
  "Oh begitu," kata Sang Kakek.
  "Tingkat keberhasilannya katanya di atas 90 %. Dan biaya tes hanya 15-20 ribu rupiah," kata Sang Cucu.
  "Oh begitu," timpal Sang Kakek.
  "Harga alatnya hanya sekitar 62 juta. Mulai 5 Pebruari 2021 akan digunakan di stasiun Kereta Api. Sudah mendapat izin edar dari Kemenkes," jelas Sang Cucu.
  "Oh, begitu," jawab Sang Kakek.
  "Kok jawabnya 'oh begitu' saja sih?" kata Sang Cucu kesal.
  "Kau baca juga bagaimana tanggapan ahli epidemi dan para dokter yang mempertanyakan fungsi alat ini. Sebagai alat skrining awal atau alat diagnosis? Harus jelas dulu. Apakah ini sudah sesuai dengan aturan WHO? Pertanyaan ahli dan dokter ini harus dijawab," kata Sang Kakek.
  "Kenapa sih bangsa ini selalu mengembangkan pro kontra, mempertanyakan segala sesuatu yang seakan tidak mensyukuri kreasi dan temuan anak bangsa?" gugat Sang Cucu.
  "Pertanyaan ahli dan dokter itu masih wajar. Kemenkes sebelum memberikan izin edar seharusnya harus melakukan pengujian dulu terhadap alat itu. Kalau sudah lulus, umumkan hasilnya, lalu izin edar diberikan. Selesai kan. Cukup pertanyaan itu dijawab saja," kata Sang Kakek.
  "Kalau alat ini bisa mendeteksai virus Covid-19 melalui pernafasan dan bisa satu alat mengetes 120 orang sehari, apakah ini tidak sebuah prestasi? Biaya hanya 15-20 ribu saja. Coba saja seperti tes Rapid, yang hanya menentukan reaktif atau tidak reaktif imunitas tubuh kita bayar 150 ribu sesuai ketentuan pemerintah. Bahkan sempat 300 ribu, apakah rapid tes lebih baik dari GeNose?" protes Sang Cucu.
  "Tadi pertanyaan sederhana saja, alat skrining awal atau alat diagnosis?" bantah Sang Kakek.
  "Mau skrining awal atau diagnosis, tetapi alat ini bisa menentukan positif atau tidak positif Covid-19. Rapid tes tidak menyangkut positif dan negatif. Hanya reaktif atau tidak reaktif, dilanjutkan ke tes PCR jika reaktif. Anggap saja GeNOSE ini menggantikan Rapid tes yang seharga 150 ribu menjadi 15-20 ribu, apakah ini tidak menguntungkan masyarakat?" tanya Sang Cucu.
  "Ini kan buatan dalam negeri, jadi perlu dipertanyakan, mana tahu ini abal-abal atau kaleng-kaleng, itu mungkin pemikiran para ahli epidemi dan dokter tersebut," kata Sang Kakek.
  "Makanya saya bertanya, kenapa kalau kreasi dan temuan anak bangsa, banyak sekali pertanyaan. Tapi kalau impor dari luar negeri seakan sudah lebih hebat. Kapan kita bangga dengan kreasi dan temuan anak bangsa?" kata Sang Cucu.
  "Kalau produksi dalam negeri, produksinya kan di sini. Tidak ada impor. Jasa impor hilang. Komisi pemberi izin impor hilang. Para pemburu rente impor hilang, itu harus dipahami," kata Sang Kakek.
  "Oh, jadi kreasi dan temuan anak bangsa harus takluk kepada pemburu rente impor itu?" kata Sang Cucu.
  "Impor itu kan sudah dikuasai mafia. Jadi setiap mengganggu bisnis mereka akan diganggu. Kreasi dan temuan anak bangsa akan mengurangi peran, jatah dan rente mereka. Jadi harus dipersulit," kata Sang Kakek.
  "Jadi begitu permainannya selama ini?" kata Sang Cucu penasaran.
  "Ya. Contoh sederhana ya. Dulu kita tidak membangun kilang pengolahan minyak bumi. Kenapa? Kalau kilang pengolahan minyak dibangun, mereka tidak dapat rente. Ekspor minyak mentah 600.000 barel per hari, mereka dapat rente. Lalu impor minyak hasil pengolahan juga 600.000 barel perhari, mereka dapat rente. Dengan pengolahan di dalam negeri kedua rente tadi hilang. Siapa yang mau kehilangan rente?. Namanya juga Pemburu Rente. Mereka berpikir untuk apa menjadi pengusaha dan penguasa kalau tidak dapat rente," kata Sang Kakek.
  "Itu kan merugikan negara. Masa gara-gara rente para mafia itu, kreasi dan temuan anak bangsa harus dipersulit?" kata Sang Cucu.
  "Impor dan bisnis alat kesehatan itu menggiurkan, jadi setiap gangguan terhadap bisnis itu harus dipersulit. Mungkin GeNOSE ini akan mengganggu impor alat tes Covid-19, jadi alat ini harus diganggu. Bagaimana caranya? Para ahli dan dokter harus mempertanyakannya. Jangan-jangan nanti para dokter tidak dapat apa-apa dari alat ini seperti obat," kata Sang Kakek.
  "Jadi maksudnya alat ini juga harus memberikan keuntungan kepada ahli dan petugas kesehatan baru bisa diterima?" kata Sang Cucu.
  "Itu sudah kebiasaan bagi mereka. Kalau diganggu, ya mereka juga akan mengganggu. Kira-kira begitulah. Dulu katanya ada mafia farmasi. Sampai sekarang tidak tahu bagaimana penumpasannya. Mana tahu alat GeNOSE ini mengganggu mafia farmasi, itu harus dipikirkan," kata Sang Kakek seakan menasehati.
  "Tidak mau pusinglah. Mau mafia farmasi, mafia impor, bagi kami kaum muda, berantas itu. Kreasi dan temuan anak bangsa harus disambut dan dilindungi dari mafia apapun. Kapan berkembangnya kreasi dan temuan anak bangsa kalau semua harus tunduk kepada mafia impor?" kata Sang Cucu.
  "Makanya belajar baik-baik. Tidak hanya materi pelajaran sekolah. Tetapi juga belajar tentang kehidupan bangsa termasuk ekspor impor, pengadaan alat kesehatan, mafia impor dan mafia farmasi tadi. Kenapa harga obat kita mahal dibanding negara lain? Siapa yang dapat fee? Kalau ada pengadaan alat kesehatan, siapa yang berwenang dan harus bagaimana?" kata Sang Kakek.
  "Rumit sekali belajar kehidupan bangsa ini ya kek. Tidak sesederhana rumus yang dipelajari di sekolah," kata Sang Cucu.
  "Makanya memahami kehidupan bangsa ini harus bijak. GeNOSE ini contohnya. Sebaik apapun ini belum tentu semua pihak bisa menerima. Tergantung kepentingannya," kata Sang Kakek.
  "Apapun kepentingan itu, sebagai anak bangsa kita bangga dengan kreasi dan temuan anak bangsa sendiri kek. Titik," kata Sang Cucu
  "Oh begitu," kata Sang Kakek.
Kreasi temuan anak bangsa, mafia impor, mafia farmasi, perdebatan alat skrining atau diagnosis, bisa menjadi diskusi berkepanjangan, biarlah waktu yang akan menjawab, gumam Sang Kakek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H