"Tapi yang tak kalah hebat dari cerita itu adalah ibu yang bersujud dan memohon itu. Seorang ibu yang tidak merelakan kehilangan nyawa anaknya, walau dia harus kehilangan anaknya," kata Sang Kakek.
"Apa maksudnya kek?" tanya Sang Cucu.
"Jika anak itu dipotong dua, berarti anak itu akan mati. Dia tidak rela anaknya mati. Lebih baik diberikan kepada ibu  lawannya berperkara itu, asal anaknya tetap hidup. Pengorbanannya kehilangan anaknya, diserahkan kepada lawannya berperkara, asal anaknya hidup," kata Sang Kakek.
"Besar kasihnya kepada anaknya ya kek," kata Sang Cucu.
"Makanya disebut kasih ibu sepanjang jalan tak berujung. Demi anaknya apapun dikorbankannya, termasuk kehilangan anaknya," kata Sang Kakek.
"Tetapi sekarang ini ada juga ibu yang tega membunuh anaknya kek," kata Sang Cucu.
"Anak yang membunuh ibunya juga ada. Ayah yang membunuh anaknya juga ada. Makanya dunia sekarang sudah rumit. Makanya kita harus bisa memelihara hubungan yang baik, saling mengasihi dalam keluarga. Jangan saling membunuh, tapi harus saling mengasihi. Orang tua harus mengasihi anaknya. Demikian sebaliknya. Seperti kasih ibu tadi terhadap anaknya," kata Sang Kakek.
"Apa motivasi kakek menceritakan ini?" selidik Sang Cucu.
"Cerita tentang kasih ibu terhadap anak, rasa hormat anak kepada orang tua, membangun keluarga yang bahagia harus kita kumandangkan dalam zaman sekarang ini. Semakin banyak keluarga berantakan dan rusak, karena para anggota keluarga tidak lagi paham dan melakukan sesuai perannya," kata Sang Kakek.
"Zaman sudah berbeda kek. Ayah ibu harus kerja mencari sesuap nasi. Anak ditinggal sama pembantu. Ini sudah zaman milenial, tidak kolonial lagi," kata Sang Cucu.
"Zaman boleh berubah, tapi harkat dan martabat manusia seharusnya tidak berubah. Ayah tetap ayah, ibu tetap ibu, anak tetap anak. Harus menjalankan tugas dan fungsi masing-masing. Walaupun ibu bekerja, sebagai wanita karir, tetapi tanggung jawab terhadap anak tidak boleh diabaikan," kata Sang Kakek.