Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Penjemput Paksa Jenazah Covid-19

11 Juni 2020   07:54 Diperbarui: 11 Juni 2020   08:01 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semangat pagi Indonesia

Sang Penjemput Paksa Jenazah Covid-19.

   "Selamat pagi kek?" sapa Sang Cucu sambil membawakan kopi Sang kakek.

   "Selamat pagi. Terima kasih kopinya," kata Sang Kakek sambil menerima kopi dari cucunya.

   "Baca berita apa di koran kek?" selidik Sang Cucu.

   "Ini berita hangat di Koran dan TV tentang gerombolan penjemput paksa jenazah covid-19," jawab Sang Kakek.

   "Kenapa kakek menyebut gerombolan penjemput paksa?" tanya Sang Cucu.

   "Mereka datang bergerombol dan bukan keluarga. Ini ada di Makassar. Mereka bergerombol dan seakan sambung menyambung dari empat rumah sakit," kata Sang Kakek.

   "Jangan-jangan ada yang mengorganisir itu kek?" kata Sang Cucu.

   "Memang ini patut dicurigai dan patut diduga ada yang menggerakkan. Karena keluarga inti jenazah disingkirkan dan keluarga inti tidak mengenal mereka. Jumlahnya banyak sampai pejabat serta sekuriti rumah sakit kewalahan menghadapi mereka," jelas Sang Kakek.

   "Kenapa Polri dan TNI tidak segera menangkap mereka?" tanya Sang Cucu.

   "Ini sudah ditangani Polisi. Sudah 32 orang ditangkap dan 10 orang sudah ditetapkan menjadi tersangka," jawab Sang Kakek.

   "Ini kira-kira berat ancaman para tersangka ini kek?" tanya Sang Cucu.

   "Ini berat. Berdasarkan pasal 212 dan 214 KUHP, mereka bisa diancam penjara selama tujuh tahun," jawab Sang Kakek.

   "Wah berat sekali itu kek," kata Sang Cucu.

   "Karena mereka melakukan tindak pidana dengan pelaku dua orang atau lebih, berarti ada pengerahan massa. Ini perlu ditangkap dan diadili segera, supaya ada efek jera dan mencegah di daerah lain," jawab Sang Kakek.

   "Kasihan juga mereka kek," kata Sang Cucu.

   "Ini tidak boleh kompromi. Sulsel itu  tinggi penyebaran virus corona. Tiga besar untuk tingkat  provinsi. Kalau mereka berbuat seenaknya menjemput paksa jenazah serta melanggar protokol pemakaman jenazah, lalu menyebar kan berbahaya. Seperti para penjemput paksa ini ada lima orang reaktif setelah rapid test. Bisa kacau semua yang dilakukan pemerintah melalui gugus tugas pusat dan propinsi," jelas Sang Kakek.

   "Tapi ada juga berita yang di Bekasi berdamai kek. Tandatangan diatas bermeterai enam ribu dengan rumah sakit," kata Sang Cucu.

   "Itulah yang kita sesalkan. Seharusnya penanganan hukum terhadap pelaku  penjemputan paksa jenazah Covid-19 harus sama. Apalagi yang di Bekasi ini. Tempat tidur dari RS juga dibawa. Mereka mau mengembalikan setelah diperingati keras oleh polisi. Ini sudah keterlaluan, kok diterima berdamai, ini patut disesalkan," kata Sang Kakek.

  "Kalau ini terbukti ada yang menggerakkan, maksudnya apa ya?" selidik Sang Cucu.

   "Mungkin supaya rusuh. Di semua tempat nanti semua menjemput paksa jenazah, maka akan ada kerusuhan, lalu pemerintah dianggap gagal untuk menangani jenazah dan pandemi Covid-19  ini," jawab Sang Kakek.

   "Apa keuntungan mereka dengan keadaan seperti itu?" tanya Sang Cucu.

   "Ini yang harus didalami penyidik. Mana tahu ini seperti demo bayaran untuk membuat rusuh itu. Jika ditemukan seperti itu, para provokator atau penggeraknya harus dikejar dan ikut ditangkap," kata Sang Kakek.

   "Betul itu kek. Ini harus diusut tuntas dan jangan dibiarkan berdamai," kata Sang Cucu.

   "Yang di Bekasi ini salah, kalau dibiarkan selesai dengan berdamai. Dalam hukum pidana tidak ada perdamaian untuk menghapus kesalahan. Perdamaian hanya meringankan, tetapi tidak menghapus tindak pidana. Misalnya ada seseorang menabrak orang. Meninggal korbannya. Lalu keluarga berdamai. Tapi proses hukum  pidananya tetap berjalan, tapi perdamaian ini meringankan hukuman pelaku. Bukan menghapus kesalahannya. Beda dengan hukum perdata, jika berdamai, maka gugatan bisa dibatalkan," kata Sang Kakek.

   "Jadi kasus yang di Bekasi ini masih bisa dilanjutkan polisi untuk menyidik?" tanya Sang Cucu.

   "Masih bisa. Kita harapkan demikian. Perdamaian antara Rumah Sakit dengan keluarga karena sempat membawa tempat tidur dan sudah dikembalikan, okelah. Namun gerombolan yang dengan paksa membawa jenazah dari rumah sakit harus diproses secara hukum pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana kita yang diatur dalam KUHAP," kata Sang Kakek.

   "Setuju kek. Biar mereka jera dan tidak mengulangi lagi ya," sambut Sang Cucu.

Kenapa begitu marak penjemput paksa jenazah Cocid-19? Bergerombol dan menakutkan, trauma para nakes. Biarlah polisi bertindak tegas, biar ada efek jera, gumam Sang Kakek.

Terima kasih dan salam hangat.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun