Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Kearifan Lokal "Marsiadapari" di Era Pandemi

1 Juni 2020   22:42 Diperbarui: 1 Juni 2020   22:56 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marsiadapari, sebuah kata yang sangat bermakna dalam bahasa Batak Toba. Menurut Kamus Batak Toba-Indonesia yang ditulis Drs.Richard Sinaga sebagai berikut:

siadapari = di beberapa tempat siadopari.

marsiadapari = bekerja secara bersama dan bergiliran; bergotong royong.

Marsiadapari itu sebuah kerjasama antar petani untuk melakukan tugas bersama dan bergiliran seperti mencangkol di awal mulai menggarap sawah, setelah selesai masa istirahat habis panen, yang disebut mangombak balik atatu mencangkul untuk membalikkan tanah. Artinya tanah yang dibawah menjadi di atas. Demikian pengertian sederhananya.

Bisa juga marsiadapari dilakukan pada waktu menanam padi atau jika sedang panen. Ini memang terjadi sebagai bentuk kerja sama dan saling mendukung.

Istilah siadapari sebetulnya diambil dari istilah adat Batak Toba. Ada pepatah mengatakan sisoli-soli do uhum, siadapari gogo. Artinya kira-kira ini adalah hukum memberi dan menerima. 

Dalam bahasa kerennya, take and give. Apa yang ditanam, itulah yang dituai. Tanam-tuai. Kalau seseorang melaksanakan acara adat hendaklah kita hadiri sesuai dengan peran kita agar kalau kita yang melaksanakan acara serupa akan dihadiri orang pula.

Nah istilah dan nilai dari adat tersebut diadaptasi dan diaplikasikan dalam dunia kerja masyarakat adat itu, yaitu petani. Jadi marsiadapari itu dilakukan secara bersama-sama dan bergiliran. 

Misalnya peserta marsiadapari yang sepakat untuk bekerja sama sejumlah sepuluh orang. Maka hari pertama di sawah si A. Mereka bekerja bersama-sama. Besok di ladang Si B. Selanjutnya seperti itu sampai selesai giliran dari sepuluh orang yang sepakat dan ikut marsiadapari.

Menurut hasil penelitian Salli Sipahutar yang dihasilkan menjadi skripsi berjudul "Kearifan Lokal Marsiadapari Dalam Aktivitas Etnik Batak Toba Di Desa Gempolan Siku Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Seibamban", (Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2017)  menyampaikan hasil penelitiannya sebagai berikut "

  • Marsiadapari adalah pemberian tenaga kerja atau jasa yang tidak memberikan upah.
  • Marsiadapari membuat masyarakat Desa Gempolan Siku meningkatkan solidaritas yang tinggi salah satunya saling membantu dalam hal seperti penanaman padi.
  • Kegiatan marsiadapari dalam penanaman padi dalam masyarakat tidak lupa membawa peralatan-peralatan dalam penanaman padi. Setiap peserta lengkap dengan peralatan masing-masing. Tidak membebani tuan rumah.
  • Menurut informan yang diwawancarai penulis kegiatan yang dilakukan dalam kearifan lokal marsiadapari sangat membantu menghemat uang  dan mempercepat pekerjaan yang dilakukan pada saat menanam padi.

Apa yang disampaikan diatas bahwa marsiadapari yang diadaptasi dan diaplikasikan ke dalam metode kerja petani. Menjadi sebuah kearifan lokal yang terpelihara dalam masyarakat yang bertani. Dan dampak lebih luas adalah terbangunnya solidaritas dan soliditas masyarakat.

Ada rasa saling  perasaan senasib dan sepenanggungan yang terbangun dengan baik. Kenapa? Biasanya petani menghadapi serangan hama atau tikus. Jika musim tanam tidak serempak, maka kemungkinan besar tanaman mereka akan mudah diserang hama atau tikus. Jika mereka serempak melakukan musim tanam, maka kemungkinan hama atau tikus bisa dihindari. 

Nah marsiadapari dilakukan secara bersama-sama dan bergiliran juga dalam rangka supaya bisa melakukan musim tanam yang sama. Jadi jarak menanam di satu lahan sawah yang berdekatan dibuat waktunya hampir bersamaan. Menghilangkan ego dan memikirkan kepentingan bersama menghadapi hama atau tikus.

Jadi marsiadapari yang melahirkan kebersamaan dan gotong royong ini juga sebenarnya sebagai solidaritas sesama mereka dan kekompakan mereka untuk menghadapi hama dan tikus. 

Dan berdasarkan pengalaman, dengan marsiadapari dan kerja bersama, mereka jauh lebih kuat, karena semangat bersama, tidak gampang lelah dan daya tahan  kerja mereka lebih lama. Saling menyemangati dan seakan ada kekuatan tambahan mereka ketika kerja bersama.

Lalu, apa relevansi nilai kearifan lokal marsiadapari yang mengembangkan sikap gotong royong sebagaimana diamanatkan Pancasila ini kepada kita masyarakat Indonesia? Mungkin kearifan lokal marsiadapari ini bisa menjadi sebuah contoh konkrit pelaksanaan nilai gotong royong berdasarkan Pancasila dasar negara kita yang kita rayakan sekarang ini. 

Bagaimana menghilangkan ego sektoral dan membangun kebersamaan dengan bergotong royong. Bagaimana membangun perasaan senasib dan sepenanggungan menghadapi hama dan masalah bangsa, seperti pandemi corona ini.

Jika semua komponen dan elemen bangsa ini bisa bekerja sama dan bergotong royong, menghilangkan ego sektoralnya, menghilangkan kepentingan diri sendiri, golongannya, maka pandemi corona ini akan lebih mudah kita atasi. 

Jika kita bisa membangun solidaritas dan soliditas sebagai anak bangsa yang berdasarkan Pancasila ini terus dikumandangkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita akan kuat dan bahkan lebih kuat karena bekerja bersama-sama.

Penulis berpikir dan berandai-andai. Sekiranya prinsip dan metode marsiadapari ini dilakukan oleh Ibu Risma Walikota Surabaya dan Ibu Khofifah Gubernur Jatim di Jawa Timur dalam menggunakan Mobil PCR Lab itu akan sangat baik. Hari ini semua dimaksimalkan di Surabaya, dua hari lagi di Tulung Agung, lanjut dengan Lamongan dengan kerjasama yang baik dan saling mendukung dalam semangat gotong royong, betapa indahnya ya.

Tidak perlu marah-marah dan saling menyalahkan. Tidak perlu viral sehingga ditonton masyarakat dan menjadi contoh ego sektoral dan kurangnya kordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.

Dengan semangat  kerjasama dan gotong royong akan membuat rakyat tenang dan juga akan ikut bergotong royong juga. Jika para pemimpin tidak dapat marsiadapari dan bergotong-royong, bagaimana rakyat mau mengikutinya?

Mungkin nilai dan prinsip gotong royong seperti marsiadapari ada di budaya Jawa Timur atau di daerah lain, yang bisa kita gali dan pelajari untuk kita aktualisasikan di masa pandemi ini. Dengan demikian masyarakat Indonesia bisa belajar dari kearifan lokal yang merupakan warisan budaya dari leluhur kita untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini.

Sudah saatnya kita mau belajar dan menggali nilai-nilai luhur budaya kita untuk membantu kita membangun persatuan, kebersamaan, gotong royong untuk menghadapi masalah pandemi ini. Pandemi corona ini adalah musuh bersama kita. Harus kita hadapi bersama. Dengan kerjasama yang baik. Dengan nila-nilai luhur  Pancasila yang kita miliki bersama pula, seperti marsiadapari ini.

Ayo bergotong royong dan saling membantu. Bangun solidaritas dan soliditas sebagai bangsa menghadapi pandemi ini. Jayalah bangsa kita, selamat dari pandemi corona ini. Semoga. Selamat Hari Lahir Pancasila.

Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.

Aldentua Siringoringo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun