Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Kearifan Lokal "Marsiadapari" di Era Pandemi

1 Juni 2020   22:42 Diperbarui: 1 Juni 2020   22:56 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada rasa saling  perasaan senasib dan sepenanggungan yang terbangun dengan baik. Kenapa? Biasanya petani menghadapi serangan hama atau tikus. Jika musim tanam tidak serempak, maka kemungkinan besar tanaman mereka akan mudah diserang hama atau tikus. Jika mereka serempak melakukan musim tanam, maka kemungkinan hama atau tikus bisa dihindari. 

Nah marsiadapari dilakukan secara bersama-sama dan bergiliran juga dalam rangka supaya bisa melakukan musim tanam yang sama. Jadi jarak menanam di satu lahan sawah yang berdekatan dibuat waktunya hampir bersamaan. Menghilangkan ego dan memikirkan kepentingan bersama menghadapi hama atau tikus.

Jadi marsiadapari yang melahirkan kebersamaan dan gotong royong ini juga sebenarnya sebagai solidaritas sesama mereka dan kekompakan mereka untuk menghadapi hama dan tikus. 

Dan berdasarkan pengalaman, dengan marsiadapari dan kerja bersama, mereka jauh lebih kuat, karena semangat bersama, tidak gampang lelah dan daya tahan  kerja mereka lebih lama. Saling menyemangati dan seakan ada kekuatan tambahan mereka ketika kerja bersama.

Lalu, apa relevansi nilai kearifan lokal marsiadapari yang mengembangkan sikap gotong royong sebagaimana diamanatkan Pancasila ini kepada kita masyarakat Indonesia? Mungkin kearifan lokal marsiadapari ini bisa menjadi sebuah contoh konkrit pelaksanaan nilai gotong royong berdasarkan Pancasila dasar negara kita yang kita rayakan sekarang ini. 

Bagaimana menghilangkan ego sektoral dan membangun kebersamaan dengan bergotong royong. Bagaimana membangun perasaan senasib dan sepenanggungan menghadapi hama dan masalah bangsa, seperti pandemi corona ini.

Jika semua komponen dan elemen bangsa ini bisa bekerja sama dan bergotong royong, menghilangkan ego sektoralnya, menghilangkan kepentingan diri sendiri, golongannya, maka pandemi corona ini akan lebih mudah kita atasi. 

Jika kita bisa membangun solidaritas dan soliditas sebagai anak bangsa yang berdasarkan Pancasila ini terus dikumandangkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita akan kuat dan bahkan lebih kuat karena bekerja bersama-sama.

Penulis berpikir dan berandai-andai. Sekiranya prinsip dan metode marsiadapari ini dilakukan oleh Ibu Risma Walikota Surabaya dan Ibu Khofifah Gubernur Jatim di Jawa Timur dalam menggunakan Mobil PCR Lab itu akan sangat baik. Hari ini semua dimaksimalkan di Surabaya, dua hari lagi di Tulung Agung, lanjut dengan Lamongan dengan kerjasama yang baik dan saling mendukung dalam semangat gotong royong, betapa indahnya ya.

Tidak perlu marah-marah dan saling menyalahkan. Tidak perlu viral sehingga ditonton masyarakat dan menjadi contoh ego sektoral dan kurangnya kordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.

Dengan semangat  kerjasama dan gotong royong akan membuat rakyat tenang dan juga akan ikut bergotong royong juga. Jika para pemimpin tidak dapat marsiadapari dan bergotong-royong, bagaimana rakyat mau mengikutinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun