"Kakek harus berpikir jernih melihat situasi sekarang. Ukuran pemersatu bangsa di zaman sekarang berbeda kek," jawab cucu.
  "Apa bedanya?" kejar kakek.
  "Alat ukur pemersatu bangsa sekarang ini adalah kalau ada sesuatu yang sama-sama disukai oleh pasukan cebong, kampret dan kadrun. Nah kebetulan ketiga pasukan ini menyukai Tante Ernie," kata cucu.
 "Apanya yang disukai dari tante kalian itu?" kejar kakek lagi.
 "Tante Ernie itu yang disebut sosok 'hot mama' menarik perhatian. Tante Ernie itu dinilai awet muda dan seksi, meski di usia yang tak muda lagi. Tante Ernie suka memamerkan fotonya yang hot dan menarik yang memuaskan bagi mata  para pasukan tadi," kata cucu.
  "Hanya dengan foto dan seperti itu menjadi pemersatu bangsa?" kata kakek.
  "Dengan foto-foto hot itu semua pasukan itu membayangkan seakan dia sudah menikmati, padahal kan hanya melihat, memegang jangan,  cuma foto doang dan di media sosial. Karena para pasukan itu waktu hidupnya banyak di media sosial, ya setiap hari itu saja yang dilihat dan dinikmati. Ya jadilah mata mereka semua bersatu di foto Tante Ernie itu. Bentuk badannya yang aduhai, seksi membuat mereka membayangkan dan merasa  memiliki Tante Ernie itu. Minimal dalam fantasi dan bayangan," jawab cucu.
  "Itu sudah salah dan fatal. Masa fantasi dan membayangkan seorang tante sudah merasa bersatu. Itu semua semu, hanya menikmati foto dan pemandangan saja," kata kakek.
  "Itu kenapa kek? Itu yang dilihatnya setiap hari. Pancasila pemersatu bangsa kakek itu ada di mana? Fotonya ada dimana?" tanya cucu.
  "Di setiap kantor ada gambar Garuda Pancasila lambang negara," kata kakek.
  "Apa bunyinya dan isinya? Kalau dibuat gambar Tante Ernie yang seksi dengan gambar garuda Pancasila, gambar mana yang lebih menarik?" tanya cucu.